Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Jika orang sudah terpenuhi kebutuhan pribadinya, apa motivasi terbaik untuk menambah harta lagi?
“Silaturahmi dan membantu sesama.”
- Menghajikan dan mengumrahkan orang tua dalam rangka berbakti dan membalas jasa keduanya
- Mencari kerabat yang masih punya utang (apalagi terjerat rentenir), lalu melunasinya
- Mencari saudara yang masih butuh pendidikan, lalu memberinya beasiswa
- Meneliti keluarga yang berpotensi menjadi ulama atau pelita umat, lalu mendukungnya secara penuh dalam hal finansial agar mendapatkan bagian amal jariah dan memberi manfaat keluarga dalam skala yang lebih besar
- Mengikuti kabar berita sanak famili yang sakit, kemudian membantu biaya pengobatannya
- Mendaftar orang-orang yang masih ada hubungan darah yang diuji dengan cacat tubuh, kegilaan, penyakit mental, dan safāhah (orang dengan intelejensia rendah) kemudian menjamin nafkahnya
- Mewawancarai keluarga yang masih punya tanggungan membayar kafarat, menunaikan nazar dan semua jenis utang kepada Allah, kemudian membayarkannya
- Memastikan tidak ada yang kelaparan dan menderita di kalangan tetangganya, terutama dalam jarak radius 40 rumah
- Mengangkat “nasib” teman-teman terdekatnya, terutama saudara di jalan Allah dengan cara dibantu membuka bisnis, memberi pekerjaan, memudahkan untuk memiliki tempat tinggal dan mengurus pendidikan anak-anaknya
- Membantu korban bencana alam, orang-orang terlantar, fakir miskin, dan mereka yang tersisihkan
Yakni menambah harta bukan karena masih butuh, atau karena hati terikat dengan harta, atau memenuhi rasa tamak menumpuk harta, atau untuk pamer, atau untuk menunjukkan kepada orang bahwa diri ini “sukses”.
Tetapi menambah harta karena ingin memperbanyak beramal saleh dengan cara berinfak harta di jalan Allah.
Supaya Allah rida, bukan agar namanya harum.
Supaya Allah mengampuni dosanya, bukan agar dikenang sebagai orang baik.
Supaya Allah tidak marah kepadanya di hari pertemuan dengan-Nya, bukan agar tercatat dalam sejarah.
Supaya Allah berkenan mengizinkan kita memandang keindahan wajah-Nya, bukan berharap dibalas oleh manusia yang kita baiki.
Seorang lelaki pernah meminta fatwa kepada Imam Ahmad bin Hanbal terkait aktivitasnya. Dia merasa sudah berkecukupan dan merasa tidak butuh menambah harta lagi. Dalam kondisi seperti itu apakah dia masih perlu bekerja dan berbisnis? Imam Ahmad menjawab,
“Ya, tetaplah berbisnis di pasar. Dengan begitu engkau bisa melaksanakan silaturahmi memakai hartamu dan memberi manfaat (orang lain) dengannya.”
Abū Bakr al-Marrūżī meriwayatkan,
Artinya,
“Aku mendengar seorang lelaki bertanya kepada Abū Abdullāh (Aḥmad bin Hanbal), “Sesungguhnya aku berkecukupan (apakah aku masih perlu bekerja?)” Beliau menjawab, “Tetaplah (berbisnis) di pasar agar engkau bisa menyambung silaturrahmi dengan harta tersebut dan memberi manfaat (orang lain) dengannya” (Al-Wara‘, hlm 28)
18 Jumādā al-Ūlā 1443 H/ 23 Desember 2021 jam 08.30