Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Mula-mula al-Ḥallāj membuat kesepakatan dengan salah satu muridnya.
Sang murid diperintahkan pergi ke salah satu negeri untuk tinggal di sana. Sang muridpun berangkat.
Bertahun-tahun sang murid menampakkan diri sebagai ahli ibadah kepada penduduk di sana. Dia membiasakan diri membaca Al-Qur’an dan berpuasa.
Ketika kesan sebagai ahli ibadah ini sudah dipandang cukup bercokol di benak masyarakat, dia mulai menampakkan diri seolah-olah menjadi buta. Akhirnya dia harus dituntun selama berbulan-bulan untuk pergi ke masjid.
Lalu si murid “menambah” penyakitnya dengan berpura-pura lumpuh. Akhirnya dia harus dipapah atau digendong agar bisa ke masjid. Dengan penuh kesabaran dia menjalani sandiwara ini selama setahun penuh hingga terpatri di benak masyarakat ada seorang ahli ibadah yang buta dan lumpuh yang rajin ke masjid.
Setelah itu, suatu hari dia membuat pengumuman ke masyarakat,
“Aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah ﷺ dan beliau bersabda kepadaku, ‘Sesungguhnya akan lewat ke negeri ini seorang hamba yang mustajab doanya. Engkau nanti bisa sembuh lewat tangannya’. Karena itu tolong ya saya dibantu. Nanti kalau ada orang yang penampilannya seperti orang miskin tapi ahli ibadah dan singgah di masjid ini, tolong aku diberitahu. Siapa tahu aku bisa sembuh melalui perantaraan beliau”
Mimpi bohong sang murid ini terpatri di benak masyarakat. Merekapun menunggu-nunggu “Sang Wali” yang akan datang singgah ke negeri mereka.
Begitu waktu yang disepakati oleh al-Ḥallāj dengan sang murid tiba, al-Ḥallāj pun pergi ke negeri tersebut. Dia memakai baju dari bulu khas sufi dan mulai rajin ibadah ke masjid. Tak lama kemudian masyarakat mulai menyadari sosok asing ini dan memberitahu sang murid yang pura-pura buta-lumpuh tadi. Mereka memberitahu bahwa ada orang yang “dicurigai sebagai wali” sebagaimana dideskripsikan sang murid.
Tentu saja sang murid segera minta agar dibawa kepada al-Ḥallāj. Setelah yakin yang dilihatnya al-Ḥallāj dia berkata,
“Wahai hamba Allah, sesungguhnya aku bermimpi bla..bla..bla..” dia menceritakan mimpi palsunya kepada al-Ḥallāj sebagaimana dia menceritakan kepada masyarakat.
Dengan tawaduk yang dibuat-buat al-Ḥallāj berkomentar,
مَنْ أَنَا وَمَا مَحَلِّي
Artinya,
“Aku ini siapa? Apa kedudukanku (kok sampai diminta begitu)?’
Lalu al-Ḥallāj mulai berdoa dan mengusap-ngusap tubuh sang murid. Seketika itu juga mata sang murid langsung bisa melihat dan bisa berdiri sehat.
Negeri itupun gempar!
Masyarakat berduyun-duyun sowan ke al-Ḥallāj.
Lalu al-Ḥallāj meninggalkan mereka.
Setelah beberapa bulan, sang murid yang sudah sehat itu pamitan ke masyarakat,
“Aku sudah bernazar akan beribadah dan berjihad di perbatasan karena nikmat Allah yang telah menyembuhkanku. Jadi, saya mohon pamit dari negeri ini”
Mereka trenyuh. Lalu ada yang memberinya 1000 dirham sambil berkata, “berjihadlah mewakiliku”. Yang lain memberi 100 dinar. Yang lain memberi harta sekian. Yang lainnya lagi sekian dan seterusnya sampai terkumpul ribuan dinar dan dirham. Setelah itu sang murid pergi menyusul al-Ḥallāj dan berbagi hasil “kerja” mereka!
Begitulah teknik al-Ḥallāj menciptakan karamah dengan tipuan. Teknik yang dipakai al-Ḥallāj bisa berulang kapanpun dengan modus apapun yang mirip dengan kisah ini.
Contoh-contoh yang lain cukup banyak sehingga tidak heran sejumlah ulama mensifatinya sebagai mumakhriq (tukang manipulasi), mūḥtāl (tukang siasat penipu), musya‘biż/musya‘wiż (mentalis/magician/tukang sulap).
Pesannya: Jangan gampang kagum dengan sesuatu yang tampak seperti karamah karena ada potensi seperti kisah al-Ḥallāj di atas. Selalu ukur pemikiran maupun perilaku orang yang menampakkan keajaiban dengan syariat.
Jangan gampang kagum dengan sesuatu yang tampak seperti karamah karena ada potensi seperti kisah al-Ḥallāj di atas. Selalu ukur pemikiran maupun perilaku orang yang menampakkan keajaiban dengan syariat.
Anda perlu nalar kira-kira seperti “Sherlock Holmes” atau “Detektif Conan” untuk membongkarnya
CATATAN:
Kisah konspirasi “karamah” al-Ḥallāj di atas tercantum dalam kitab Siyaru A‘lām al-Nubāla’, juz 14 hlm 319-320 cetakan Mu’assasah al-Risālah tahkik Syu’aib al-Arna’ūṭ dkk
10 Ramadan 1443 H/12 April pukul 10.11