Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Beliau adalah Ibnu Umar. Putra Umar bin al-Khaṭtāb.
Beliau suka berinfak di jalan Allah, terutama memakai harta terbaik yang dimilikinya. Beliau juga suka memerdekakan budaknya jika si budak memiliki level kesalehan yang menakjubkannya.
Ketika budak-budaknya tahu sifat majikannya yang demikian, sejumlah mereka menjadi sangat rajin ke masjid dan sungguh-sungguh melakukan ketaatan dan beribadah kepada Allah dengan harapan Ibnu ‘Umar memerdekakan mereka.
Kawan-kawan Ibnu Umar tahu modus budak-budak tersebut sehingga menasihati Ibnu Umar,
“Mereka hanya menipumu (dengan rajin beribadah tersebut)”
Apa jawaban Ibnu Umar?
Dengan kalem beliau menjawab santai,
Artinya,
“Siapapun yang menipu kami dengan (melakukan ketaatan terhadap) Allah, maka tidak mengapa kami tertipu demi Dia.” (al-Ṭabaqāt al-Kubrā, juz 4 hlm 156)
Hamba Allah dengan sifat semacam ini, bagaimana mungkin Anda akan menyakiti hatinya memakai perkara duniawi?
Terkadang memang ada motif duniawi saat orang melakukan kebaikan. Tapi dengan penciptaan atmosfer yang baik, majelis ilmu berkualitas dan keteladanan yang indah, motif-motif duniawi itu insya Allah akan hilang dengan sendirinya. Sehingga islamnya menjadi baik. ḥasuna islāmuhu.
Di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم juga ada orang yang masuk islam karena tertarik sistem ganimah atau sistem zakat. Rasulullah صلى الله عليه وسلم membiarkannya. Malah harapan duniawi mereka dipenuhi Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebaik-baiknya, hingga ada istilah zakat untuk para muallaf. Makna muallaf adalah orang yang dilunakkan hatinya dengan pemberian harta.
Lama-lama setelah mereka kenal hakikat islam, serius ngaji dan serius ibadah, mereka jadi malu sendiri dengan niat awal tersebut. Akhirnya baguslah islam mereka. ḥasuna islāmuhū.
Begitulah..
Tidak usah dicaci orang yang ikut kajian sementara niat dalam hatinya ingin mencari jodoh.
Tidak perlu dihina orang yang masuk Islam karena cinta dengan pasangan muslimnya.
Tidak perlu direndahkan mereka yang ikut salat jumat atau salat subuh karena cari makan.
Dan lain-lain.
Barangkali mereka masih perlu proses. Perlu ngaji lebih dalam. Perlu melihat sendiri keteladanan indah dari kaum muslimin yang sudah bagus islamnya. Jadi peran yang sudah mengerti adalah membimbing dengan ilmu dan memberi keteladanan indah. Bukan menyinyiri.
Hanya satu yang harus kita jaga; jangan sampai kebaikan kita itu dimanfaatkan orang sampai level kita ditipu yang sifatnya merugikan (menimbulkan darar) pada diri kita, kaum muslimin dan islam.
CATATAN
Perbuatan Ibnu Umar di atas tidak bertentangan dengan prinsip yang diajarkan dalam hadis bahwa “mukmin tidak terperosok dua kali dalam lubang yang sama” juga bukan untuk mengajarkan bahwa mukmin tidak masalah menjadi pribadi yang gampang ditipu. Ibnu Umar dasarnya memang gemar bersedekah dan banyak membebaskan budak. Jadi tidak ada unsur ketertipuan dan kerugian harta sama sekali.
Ini jangan disamakan dengan kasus semisal mengutangkan harta, lalu ternyata dibawa lari padahal harta tersebut seharusnya dipakai untuk menafkahi keluarga, tapi menjadi hilang dan harus mencari utangan untuk menunaikan kewajiban memberi nafkah. Yang seperti ini seorang muslim jangan sampai terperosok dua kali dalam lubang yang sama. Orang dengan reputasi penipu layak masuk dalam daftar “catatan hitam” saat bermuamalah dengannya.
25 Dzulqa’idah 1443 H/ 25 Juni 2022 M pukul 12.23