Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Seorang anak melihat ayahnya masuk ke dalam ATM lalu menekan-nekan tombol. Sejurus kemudian keluarlah lembaran-lembaran uang seratus ribuan dan lima puluh ribuan. Sang ayah mengambil gepokan uang itu, melipatnya dan memasukkannya ke dalam dompetnya. Setelah itu sang anak diajak membeli baju, mainan, makanan dan berbelanja kebutuhan rumah.
Demikian dilakukan berulang-ulang setiap bulan. Hingga suatu hari sang anak ditanya tetangga,
“Dari mana ayahmu mendapat uang sehingga bisa beli-beli, Nak?”
Sang anak menjawab,
“Mudah. Tinggal ambil saja di ATM!”
***
Dalam hidup, kadang-kadang kita melihat sesuatu dengan cara pandang dan mekanisme berpikir yang sangat sederhana seperti yang disimpulkan anak. Hanya karena melihat ayahnya masuk ATM dan mengambil uang dari situ, sang anak menyangka cara mencari uang sangat mudah. Yakni tinggal pencet-pencet tombol, tunggu sebentar lalu ambil uang. Sang anak tidak mengerti konsepsi barang dan jasa, hukum pertukaran, mekanisme bekerja, sistem perbankan, teknologi informasi dan berbagai jaring-jaring mekanisme lain yang membuat sang ayah “tinggal ambil uang di ATM”.
Simplifikasi cara pandang dan proses berpikir tentu saja punya dampak buruk. Yang paling kelihatan adalah SALAH MENILAI dan SALAH MENYIMPULKAN. Dalam kondisi tertentu hal semacam ini bahkan berpotensi menyeret pada dosa dan kemungkaran.
Umpamanya kita mendengar atau melihat masalah/konflik rumah tangga seseorang. Kita tidak tahu kisah sebenarnya yang terjadi. Hanya karena melihat salah satu segmen dalam kehidupannya, lalu kita lekas menyimpulkan dengan kesimpulan negatif terhadap rumah tangga itu, padahal masalahnya tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Jika kita turuti, cara penyimpulan seperti ini bisa menyeret pada dosa dan kemungkaran, misalnya menjadi suuzan kepada muslim yang lain, terkena ujub karena merasa lebih baik dari rumah tangga orang yang kita lihat itu, atau bahkan ikut serta menjadi penyebar fitnah terkait rumah tangga seseorang.
Oleh karena itu, sikap paling bijaksana jika mendengar atau melihat orang lain adalah menyimpulkan sebatas yang diketahui seraya tetap berhusnuzan bahwa ada hal-hal yang belum kita ketahui, yang seandainya kita tahu maka kita punya alasan kuat untuk tetap menjaga kehormatan saudara kita.
Dalam kasus menerima curhatan rumah tangga, sekali-kali jangan pernah memposisikan orang yang curhat sebagai pihak yang benar 100%. Bukalah kemungkinan bahwa yang curhat pun bisa salah bahkan zalim, sehingga saat memberikan nasihat tidak sampai menzalimi salah satu pihak.
Yang paling ideal, menilai dan memberi saran adalah setelah mendengar curhat dari kedua belah pihak. Tapi jika tidak mungkin, maka minimal mengasumsikan pihak yang dikeluhkan punya unsur-unsur kebaikan yang tidak diungkapkan oleh pihak yang curhat.
***
Dalam din pun perumpamaan di atas juga berlaku.
Sungguh keliru memposisikan orang awam seperti mujtahid mutlak yang disuruh memahami dalil sendiri lalu menyimpulkan, kemudian beramal sesuai dengan pemahamannya terhadap dalil tersebut.
Bahkan menyuruh awam seperti ulama yang memiliki kemampuan tarjih pun tetap keliru, karena orang awam tidak punya perangkat ilmu untuk mentarjih ikhtilaf, sehingga diasumsikan bisa memilih pendapat yang rajih/paling kuat berdasarkan pemahamannya sendiri terhadap dalil.
Urusan din yang sifatnya zanni itu pengarahan yang benar untuk orang awam adalah taklid kepada mujtahid. Kalaupun tarjih, maka yang dilakukannya adalah mentarjih mujtahid, bukan mentarjih ijtihad berdasarkan dalil. Mentarjih berdasarkan pengetahuan dalil hanya bisa dilakukan mujtahid mutlak atau ulama yang belum mencapai level mujtahid mutlak tapi memiliki seperangkat ilmu untuk memahami dalil seperti bahasa Arab, usul fikih, mustalah hadis, tafsir, dan lain-lain.
Proses menyimpulkan dalil zanni itu rumit. Tidak sesederhana membaca terjemahan lalu menyimpulkan. Menyangka bahwa para awam mudah memahami dalil zanni secara swadaya lalu mengamalkan itu seperti persangkaan anak kecil bahwa proses memperoleh uang itu sangat mudah, yakni tinggal masuk ATM, pencet-pencet tombol, lalu bawa pulang uang!
27 Dzulhijah 1443 H/ 26 Juli 2022 M pukul 08.48