Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di zaman dahulu ada kepala kepolisian (صَاحِبُ الشُّرْطَةِ) yang saleh dan fakih. Namanya Ibrāhīm bin Ḥusain bin Khālid. Beliau adalah murid Muṭarrif bin ‘Abdullāh; ulama yang pernah belajar kepada Imam Mālik.
Dikatakan saleh, berarti orangnya baik, bertakwa dan berakhlak mulia. Dikatakan fakih berarti beliau menguasai ilmu fikih, bahkan disebut juga menguasai tafsir Al-Qur’an.
Seorang polisi yang fakih, tentu saja akan mengerti hukum-hukum syariat seputar persaksian (syahādah), pengakuan (iqrār), sumpah (yamīn), dokumen-dokumen tertulis (mustanadāt khaṭṭiyyah), bayyinah, adab kadi, adab peradilan, sistem sanksi (uqūbāt), adab eksekusi dan semisalnya.
Seorang polisi yang fakih apalagi juga mengerti tafsir Al-Qur’an tentu tidak akan mudah tertipu dengan rekayasa kasus, walaupun perekayasa tersebut sangat canggih memainkan pengkondisian psikologis.
Umpamanya tangisan.
Belum tentu orang melapor sambil nangis-nangis itu pasti terzalimi.
Bisa jadi dia justru yang malah zalim.
Bukankah saudara-saudara nabi Yusuf nangis-nangis saat mengabarkan kepada ayahnya bahwa nabi Yusuf dimakan serigala, padahal mereka justru yang zalim dan berkomplot untuk membunuh nabi Yusuf?
Air mata tidak menunjukkan kebenaran. Karena bisa jadi itu hanya kepura-puraan.
Di antara data menarik terkait kisah kepala kepolisian yang saleh ini adalah hukuman yang tegas terhadap para saksi palsu. Di zaman itu sanksi untuk saksi palsu adalah dicambuk 40 kali, dicukur jenggotnya, dihitamkan wajahnya, diarak 11 kali di antara 2 waktu salat, dan dibuat pengumuman dengan suara keras, “Ini balasan saksi palsu”. Ibnu Farḥūn menulis,
Artinya,
“Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengisahkan dalam Tārīkhnya bahwa kepala kepolisian; Ibrāhīm bin Ḥusain bin Khālid menempatkan saksi palsu di pintu barat tengah kemudian mencambuknya 40 kali, mencukur jenggotnya dan menghitamkan wajahnya. Beliau juga mengaraknya berkeliling sebanyak 11 kali di antara dua waktu salat dan mengumumkan, ‘Ini adalah balasan bagi saksi palsu’. Kepala kepolisian ini adalah orang yang memiliki keutamaan, orang baik, fakih dan mengerti tafsir. Beliau mengurus kepolisian atas pengangkatan al-Amīn Muhammad. Beliau sezaman dengan Muṭarrif bin ‘Abdullah, murid Mālik. Beliau meriwayatkan kitab Muwaṭṭa’ darinya di zaman itu” (Tabṣiratu al-Ḥukkām, juz 2 hlm 306)
24 Muharam 1444 H/22 Agustus pukul 05.43