Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Salah satu ujian orang silaturahmi adalah tergoda pamer.
Terutama silaturahmi atau jumpa kawan dalam forum-forum pertemuan besar bertajuk reuni, temu kangen, anjangsana, halal bihalal/istihlal, resepsi, dan semisalnya.
Kadang agar samar dan terlihat “syar’i” nyebutnya “tahadduts bin ni’mah”. Padahal hakikatnya ya pamer juga.
Istilah lain untuk menyamarkan pamer biasanya disebut “memberikan energi positif” atau “menginspirasi orang lain” atau “menunjukkan kekuasaan Allah”.
Tapi awas, ini bukan untuk disimpulkan bahwa setiap orang yang mengatakan taḥaddūts bin ni’mah maka pasti pamer. Tidak begitu.
Istilah tahadduts bin ni’mah, memberikan energi positif, menginspirasi orang lain atau menunjukkan kekuasaan Allah kadang memang dipakai dengan benar, tapi tak jarang juga istilah-istilah tersebut dipakai untuk menyamarkan pamer.
Pamer pencapaian diri. Pamer prestasi. Pamer kehebatan diri.
Cerita seberapa banyak hartanya, berapa buah mobilnya, berapa outlet bisnisnya, berapa unit kos-kosannya, berapa lokasi proyeknya, berapa uang saku anaknya, berapa rupiah penghasilannya.
Cerita jabatannya, popularitasnya, kesibukannya dan orang-orang penting yang kenal dengannya.
Cerita berapa besar biaya pendidikan anaknya, juara apa saja anaknya, penghargaan apa saja yang diterimanya, seberapa besar rumahnya, berapa banyak mobilnya dan betapa mentereng pekerjaannya.
Jangan begitu.
Pamer itu sungguh berbahaya.
Minimal 2 bahayanya bagi pelakunya. Pertama: Hancur amalnya. Kedua: Dibongkar aibnya.
Contoh orang yang hancur amalnya adalah yang banyak bersedekah, agar disebut dermawan, dan ia suka cerita-cerita kisah kedermawanannya. Orang seperti ini amalnya hancur. Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“… Seorang laki-laki yang diberi keluasan rizki oleh Allah, yang diberi berbagai macam jenis harta seluruhnya, maka dia nanti akan dipanggil, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.’ Allah bertanya: ‘Apa amalmu dengan harta itu?’ Dia menjawab, ‘Saya tidak meninggalkannya di satu pos pun yang Engkau sukai melainkan saya infakkan harta itu di pos tersebut agar Engkau rida.” Allah berfirman: ‘Dusta kamu, akan tetapi kamu melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kamu sudah mendapatkan gelar itu.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.” (H.R. Muslim)
Orang pamer juga terancam aibnya dibongkar Allah, karena begitulah yang diajarkan Rasulullah ﷺ . Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barang siapa melakukan sum’ah, maka Allah akan membongkar aibnya dengan diperdengarkan (kepada makhluk). Barang siapa melakukan riya’, maka Allah akan membongkar aibnya dengan diperlihatkan (kepada makhluk).” (H.R.Muslim)
Allah juga tidak senang dengan sifat pamer dan gemar membanggakan diri. Allah berfirman,
Artinya,
“Allah tidak suka setiap orang yang berlagak dan gemar membanggakan diri.” (Q.S. al-Hadid: 23)
Dampak kepada kerabat juga sangat buruk. Bisa membuat kerabat yang miskin jadi tidak bersyukur dengan keluarganya. Jadi nelangsa. Jadi sedih. Jadi minder. Jadi iri. Bahkan bisa dengki.
Lebih buruk dari itu bisa malah menuntut suaminya/istrinya. Lalu bertengkar. Lalu kisruh. Lalu cerai.
Dampak ke orang lain ini juga bisa dipakai untuk membantu apakah yang kita lakukan tergolong pamer ataukah bukan. Sebab perkara ukhrawi itu jika dimunculkan maka dampaknya “sejuk”. Sebaliknya perkara duniawi jika dibesar-besarkan, maka dampaknya “panas”.
Jadi tawaduk saja. Tidak usah pamer.
Meski kaya tidak usah nunjuk-nunjukin kekayaannya.
Meski punya jabatan tidak usah nunjuk-nunjukin jabatannya.
Meski anaknya hebat-hebat, tidak usah nunjuk-nunjukin kehebatan anaknya.
Meski populer tidak usah menunjuk-nunjukkan popularitasnya.
Lebih baik cari tahu kondisi berat kerabat agar bisa berpikir bantuan apa yang bisa diberikan.
Misalnya mencari tahu adakah kerabat yang susah makan. Lalu dibantu dengan pekerjaan yang lebih baik.
Atau mencari tahu kerabat yang tercekik hutang, lalu dibantu melunasi atau menggagas urunan bersama sehingga bisa melunasi utang tersebut.
Atau mencari tahu kerabat yang sakit, sehingga bisa bersama-sama diagendakan menjenguk dan meringankan beban pengobatannya.
Atau mencari tahu kerabat yang susah melanjutkan pendidikan, lalu membantunya agar bisa terus sekolah.
Atau menjaring informasi jika ada kerabat yang tersebar berita sedang terjerumus dalam kemungkaran, lalu dengan penuh kasih sayang ditarik tangannya dan ditolong dengan nasihat dan dakwah.
Jangan fokus pada diri. Cerita kehebatan diri. Cerita pencapaian diri. Cerita prestasi-prestasi.
Tapi, fokuslah pada kerabat, masalah-masalah dan kesusahan mereka seraya berpikir apa peran yang bisa kita berikan kepada mereka, walaupun misalnya mampunya baru taraf simpati dan doa.
***
Ini nasihat untuk yang diberi dunia dan kelebihan dibandingkan kerabat yang lain.
Adapun untuk kerabat yang diuji dengan kesempitan hidup dan kesusahan, lalu masih diuji lagi dengan kesombongan kerabat dan watak suka pamer mereka, maka sikap terbaik adalah sebagai berikut.
Jangan peduli, jangan dengarkan. Abaikan saja.
Semua omongan besar, ucapan kebanggaan, dan nada-nada pamer tidak usah diberi perhatian, sorot mata takjub, apalagi ucapan decak kagum. Agar terasa dakwahnya bahwa membesarkan urusan dunia kitu bukan hal baik. Pandanglah dengan tatapan mata kasihan (tanpa mengejek), seraya berlindung kepada Allah dari keburukannya. Karena mereka yang membanggakan dan membesarkan dunia pada hakikatnya adalah orang yang membesarkan yang dikecilkan Allah, memuliakan sesuatu yang dihinakan allah dan meng-emas-kan sesuatu yang di-bangkai-kan Allah.
Dari sini menjadi pelajaran juga bagi Event Organizer pertemuan-pertemuan reuni keluarga. Hati-hatilah memformat pertemuan silaturahmi.
Jangan sampai acara bagus malah jadi ajang saling pamer. Saling membanggakan diri. Saling beradu “kesuksesan”, jor-joran dunia, memburu “wah” , dan mengoleksi “wow”.
Jika Anda panitia silaturahmi keluarga dan tidak sensitif mencegah kemungkaran jenis ini, maka khawatirlah bisa kena dosa dampaknya jika sampai berakibat buruk kepada keluarga lain.
24 Muharam 1444 H/22 Agustus pukul 13.55