Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Rasulullāh ﷺ pernah melarang para Sahabat untuk nongkrong di pinggir jalan. Rasulullāh ﷺ bersabda,
Artinya,
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan.”(H.R. al-Bukḥārī)
Alasan larangan tersebut terutama sekali adalah karena berpotensi besar tidak bisa menjaga pandangan mata. Juga berpotensi timbul kemungkaran yang lain seperti menggunjing, meremehkan orang lain, suuzan dan semisalnya. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Rasulullāh ﷺ memberi isyarat penyebab larangan tersebut, yakni potensi terkena fitnah dan melakukan dosa melalui wasilah lewatnya para wanita atau selain mereka. Kadang-kadang mata tergoda menatap para wanita itu atau mengkhayalkannya. Bisa juga bersuuzan kepada para wanita itu atau kepada orang-orang yang lewat selain wanita. Kadang bisa juga menyakiti orang lain dengan merendahkan orang yang lewat atau menggunjingnya atau yang lainnya.” (Syarḥu al-Nawawī ‘Alā Muslim, juz 14 hlm 142)
Oleh karena itu, disarankan banyak di rumah dan tidak sering keluar rumah supaya tidak terfitnah dengan berbagai kemungkaran.
Tetapi, apa yang dikhawatirkan di zaman dulu dengan nongkrong di pinggir jalan, yakni melihat yang tidak halal atau kemungkaran yang lain, hari ini dengan mudah kita bisa melihatnya di ponsel-ponsel kita.
Melalui ponsel, kita tidak hanya bisa melihat orang lewat di pinggir jalan, tetapi juga bisa melihat pasar, mall, hotel, pantai, isi rumah orang, urusan rumah tangga orang, bahkan aurat orang dan hal-hal yang di zaman dulu hanya bisa dilihat di dalam kamar!
Di luar rumah, orang bisa pakai jilbab, cadar, jubah, dan tasbih. Tetapi begitu di dalam rumah memegang ponselnya, maka tidak ada yang tahu jika dia berho-ho-hi-he dengan lawan jenis yang tidak halal baginya, saling merayu, bahkan chat mesum!
Wanita dulu jika mau pamer cantik perlu perjuangan keras, yakni berdandan, pakai pakaian bagus, lalu harus keluar dan pintar mencari kerumunan, supaya kecantikannya diketahui dan diakui banyak orang. Zaman sekarang wanita cukup ambil kamera, edit dengan filter, upload di medsos, maka seluruh dunia bisa tahu! Sambil bercadarpun tetap bisa pamer kecantikan!
Jika melihat potensi fitnah nongkrong dipinggir jalan yang “hanya” seperti itu saja Rasulullāh ﷺ sudah melarangnya, bagaimana jika beliau hidup di zaman sekarang dan tahu ada Tiktok, Instagram, Story WA/Youtube, Movies dll yang penuh mengumbar aurat?
***
Masalahnya, ponsel hari ini sudah seperti kebutuhan pokok bagi kebanyakan manusia. Ia dibutuhkan untuk komunikasi, sekolah, mencari nafkah, bahkan untuk berdakwah.
Lalu bagaimana solusinya?
Jawabannya adalah menggunakan ponsel tapi tetap dengan adab syar’i yang diajarkan Nabi ﷺ. Minimal ada 4 adab penting yang harus diperhatikan yaitu,
Pertama: GADDUL BASAR.
Yakni menjaga pandangan mata. Mencegah diri melihat yang tidak halal. Ini bermakna ketegasan untuk memblokir akun pengumbar aurat dan mencukupkan diri dengan akun-akun yang bermanfaat untuk urusan din maupun dunia kita.
Kedua: KAFFUL AŻĀ.
Yakni mencegah diri untuk tidak menyakiti orang lain. Hal ini bermakna menahan diri untuk membuat konten yang sifatnya menggunjing orang, merendahkan orang, menghina orang, menghancurkan reputasi orang, membusukkan karakter orang, melecehkan kehormatan orang, memfitnah orang, menipu orang, memaki orang dan semisalnya. Walaupun dalam bentuk tulisan di kolom komentar. Walaupun diungkapkan dengan gaya bercanda.
Ketiga: RADDUS SALAM.
Yakni menjawab salam. Kalau mengucapkan salam memang sunah. Tapi menjawab salam hukumnya wajib. Ini tidak mudah. Seringkali orang malas menjawab salam dan langsung menanggapi pesan. Padahal di antara seluruh respon dalam ponsel kita, yang jelas amal saleh adalah menjawab salam. Isi respon kita bisa saja hal mubah, hal mungkar, atau hal amal saleh.
Keempat: AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR.
Yakni berdakwah. Ajak-ajak kebaikan. Tegas juga mengoreksi kemungkaran. Ini juga tidak mudah. Bisa karena sungkan, takut kehilangan teman, takut dibilang ustaz, kuatir dibilang sok suci dll. Banyak orang cenderung memposting hal-hal yang tidak ada gunanya, memperbanyak canda, bahkan menebar caci maki di banyak tempat.
Empat hal di atas disyaratkan Nabi ﷺ kepada para Sahabat yang tidak bisa menghindar dari kegiatan nongkrong di jalan. Artinya, nongkrong tidak dilarang secara mutlak, tapi dihindari selama mampu. Jika memang didesak kebutuhan, maka silakan nongkrong di pinggir jalan asalkan memenuhi adab-adabnya. Demikian pula jika berponsel. Jika tidak mungkin menghindar darinya, maka minimal seriuslah terikat dengan adab-adabnya. Al-Bukḥārī meriwayatkan,
Artinya,
‘Dari Abu Sa’id AL Khudriy radliyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan.” Mereka bertanya: “Kami tidak mungkin meninggalkannya. Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama.” Beliau bersabda: “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut!” Mereka bertanya: “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan, menahan diri untuk menyakiti orang lain, menjawab salam dan amar ma’ruf nahiy munkar.” (H.R. al-Bukḥārī)
Tidak mudah memang.
Ujian keimanan yang sungguh terasa.
Karena sekarang memang zaman akhir.
Yakni zaman di mana memegang din seperti memegang bara.
Tapi itu bukan hal yang tidak mungkin, dan Allah akan menghargai setiap hamba sesuai dengan kadar usaha keras, perjuangan dan ketakwaan masing-masing.
Melalui keterikatan adab berponsel itulah kita bisa berharap bisa selamat nanti saat dihisab ponsel kita di hari kiamat.
12 Rabi’ul Akhir 1444 H/9 November 2022 pukul 11.56