Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Hukum umrah adalah fardu sebagaimana haji.
Dalil yang menunjukkan fardunya umrah adalah ayat berikut ini,
Artinya,
“Sempurnakan haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. al-Baqarah: 196)
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan haji dan umrah. Maksudnya, jika sudah memulai ibadah haji dan umrah, maka jangan ditinggalkan tapi sempurnakan dan tuntas sampai prosesi terakhir. Sudah diketahui bahwa haji itu hukumnya fardu, bahkan ia adalah rukun Islam. Ketika Allah menggandeng ibadah haji dan umrah dengan wawu ‘aṭaf, maka lahirnya menunjukkan hukum haji sama dengan umrah. Dengan demikian umrah hukumnya wajib sebagaimana haji.
Ibnu Abbās menegaskan bahwa Umrah itu gandengan haji (qarīnatuhā). Maknanya, umrah hukumnya wajib sebagaimana haji. Al-Syāfi‘ī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Abbās bahwasany beliau berkata, ‘Demi jiwaku yang berada ditangannya sesungguhnya umrah itu gandengannya haji dalam kitabullah.” (al-Umm juz 2 hlm 145)
Dalil lain yang menguatkan kewajiban Umrah adalah hadis berikut ini,
Artinya,
“Dari Abu Razin Al ‘Uqaili bahwa dia menemui Nabi ﷺ lantas berkata: “Wahai Rasulullah, bapakku seorang yang tua renta, tidak mampu untuk melakukan haji maupun umrah dan bepergian.” (Nabi ﷺ ) bersabda: “Laksanakanlah haji dan umrah untuk mewakili bapakmu.” (H.R. Ahmad)
Dalam hadis di atas diceritakan bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ terkait ayahnya yang sudah tua renta sehingga tidak mungkin bisa haji dan umrah. Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan anaknya supaya berhaji dan berumrah atas nama ayahnya. Sudah diketahui hukum haji adalah wajib. Ketika anak masih diperintahkan untuk menghajikan ayahnya yang tua renta, maka hal itu menunjukkan haji masih wajib untuk pak tua tersebut, walaupun cara pelaksanaannya adalah dengan cara diwakili anaknya. Jika haji masih wajib, lalu Rasulullah ﷺ juga memerintahkan supaya diumrahkan, maka hal itu menunjukkan hukum keduanya sama. Yakni, umrah wajib sebagaimana haji.
Dalil lain yang menguatkan kewajiban umrah adalah hadis berikut ini,
Artinya,
“Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anha, ia berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah jihad juga wajib bagi wanita?” Beliau menjawab: “Ya. Bagi kaum wanita mempunyai kewajiban berjihad tanpa berperang, yaitu (jihad) haji dan umrah.” (H.R. Ibnu Mājah)
Dalam hadis di atas Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa wanita diwajibkan Rasulullah ﷺ berhaji dan umrah. Jika sudah disepakati bahwa wanita wajib berumrah, maka laki-laki terkena kewajiban juga karena kemduanya mukallaf dan tidak ada dalil yang menunjukkan kewajiban umrah khusus untuk wanita. Apalagi ayat yang memerintahkan haji dan umrah sifatnya umum mencakup laki-laki dan wanita. Jadi hadis ini menguatkan bahwa umrah itu wajib.
Al-Nawawi berkata,
Artinya,
“Haji itu fardu demikian pula umrah dalam pendapat yang terkuat.” (Minhāj al-Ṭālibīn, hlm 82)
Atas dasar ini bisa disimpulkan bahwa umrah hukumnya wajib dan ini adalah pendapat mu’tamad mazhab al-Syāfi‘ī. Di kalangan Sahabat yang juga menegaskan wajibnya umrah di antaranya; Ibnu ‘Umar , Ibnu Abbās , dan Jabir bin ‘Abdullah . Dikalangan tabi’in yang mewajibkan umrah di antaranya Sa’id bin Jubair dan Sa’īd bin al-Musayyab . Di antara fukaha yang pendapatnya sama dengan al-Syāfi‘ī adalah Ahmad, al-Ṡaurī, dan Isḥāq .
29 Rabi’ul Akhir 1444 H/26 November 2022 pukul 10.13