Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Ibnu Umar yang dimaksud di sini adalah Abdullah bin ‘Umar.
Putra Sahabat besar, Khalifah kedua: Umar bin al-Khaṭtāb
Wafatnya di Mekah tahun 73 H. Sebab kematian beliau, kisahnya begini.
Suatu saat Ibnu Umar dihinakan dan diperlakukan kasar oleh Al-Hajjaj. Lalu Ibnu Umar berkomentar “anta safih musallaṭ”
(“Kamu adalah orang bodoh yang -kebetulan- diberi kekuasaan”).
Lalu Al-Hajjaj sakit hati. Diapun memerintahkan seseorang untuk menaruh racun pada mata tombak dan meletakkannya pada kaki Ibnu Umar saat beliau tawaf. Ibnu Umar pun teracuni, sakit dan wafat karena itu. Karena itulah beliau dihitung mati syahid. Ibnu ‘Allān berkata,
Artinya,
“Ibnu Umar wafat di Mekah tahun 73 H dalam keadaan syahid di usia 86 tahun. Sebab wafatnya adalah karena beliau dihinakan dan diperlakukan kasar oleh al-Ḥajjāj. Lalu Abdullāh bin ‘Umar berkata kepadanya, “Kamu adalah orang bodoh yang (kebetulan) diberi kekuasaan’. Ternyata ucapan itu membuat al-Ḥajjāj tidak terima. Lalu dia (al-Ḥajjāj) memerintahkan seseorang untuk meletakkan racun pada ujung sebuah tombak, lalu dia berdesak-desakan dengan Ibnu Umar dalam tawafnya, kemudian meletakkan tombak itu pada kakinya. Akhirnya Ibnu Umar (terluka dan) sakit beberapa hari, kemudian wafat dan dimakamkan di Żū Ṭuwā di pemakaman kaum muhajirin.” (Dalīl al-Fāliḥīn, juz 1 hlm 84)
Ibnu Umar adalah Sahabat saleh, dan termasuk ulama besar Sahabat.
Al-Ḥajjāj adalah seorang penguasa muslim yang hidup di zaman Bani Umayyah.
Kisah ini menunjukkan terkadang orang saleh dan berilmu itu wafatnya melalui perantaraan kezaliman muslim lainnya. Semua orang hampir pasti akan diuji dengan kezaliman sesama muslim, tapi kezaliman sampai level mengambil nyawa memang bukan hal umum. Hanya saja, sejarah Islam menunjukkan itu banyak terjadi.
Kisah ini juga mengingatkan kepada kita tentang hadis muflis, yakni orang-orang yang di akhirat bangkrut. Mereka bangkrut karena punya amal saleh, tapi juga menzalimi serta menumpahkan darah muslim lainnya. Kisah ini (juga banyak data sejarah lainnya) menunjukkan bahwa politisi adalah orang yang paling banyak menumpahkan darah manusia.
Kisah ini juga menunjukkan cara wafat Ibnu Umar mirip ayahnya, yakni wafat dizalimi sehingga keduanya dihitung mati syahid. Saya pernah membuat catatan khusus masalah ini berjudul “SYAHIDNYA ORANG YANG TERBUNUH SECARA ZALIM”
Kisah ini juga menunjukkan besarnya fitnah kekuasaan. Orang bisa sampai taraf buta untuk melihat keagungan seorang Sahabat sekaligus ulama besar umat Islam. Begitu tersinggung sedikit, cepat saja memutuskan untuk menyingkirkannya. Seolah-olah lupa bahwa di akhirat dia nanti pasti akan dihisab Allah atas kejahatannya tersebut.
Kisah ini juga harus menginspirasi kaum muslimin untuk menciptakan sistem politik yang mencegah kekuasaan absolut digunakan sewenang-wenang, sampai level menghilangkan orang-orang berkualitas di tengah-tengah kaum muslimin.
Kisah ini juga memberi pelajaran bahwa di antara amar makruf nahi mungkar yang paling besar resikonya adalah amar makruf nahi mungkar kepada penguasa. Karena jelas, nyawa taruhannya. Oleh karena itu, ulama yang paling mengagumkan, yang layak dijadikan teladan dan tidak boleh dimusuhi adalah mereka yang sangat pemberani, tidak takut ancaman penguasa, hanya takut kepada Allah dan siap menanggung risiko apapun demi menyuarakan kebenaran dan meninggikan kalimatullah.
Kisah ini juga menunjukkan bahwa rencana jahat orang zalim yang terlaksana tidak menunjukkan Allah meridainya, apalagi mencintai orang-orang zalim itu. Tetapi Allah membiarkannya untuk hikmah yang dikehendaki-Nya. Di antara hikmah itu misalnya memuliakan Ibnu Umar dengan mati syahid, termasuk ibrah-ibrah yang saya tulis di atas.
اللهم اجعلنا من محبي الصحابة الكرام
6 Jumada al-Ūlā 1444 H//30 November 2022 pukul 10.29