Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Saya sebenarnya sempat terkejut, karena ternyata ada hadis yang secara implisit mengajarkan bahwa ujian mencintai istri orang itu pernah di alami salah satu orang saleh, bahkan kekasih Allah di masa lalu!
Malahan, lebih jauh lagi juga bisa kita simpulkan bahwa ujian mencintai istri orang itu bisa menjadi sebab seseorang menjadi kekasih Allah, jika mengerti bagaimana menyikapinya!
Bagaimana riwayatnya?
Nanti akan saya kutipkan. Tapi pertama-tama saya akan mengawali dari proses nalar logisnya dulu bagaimana fenomena ini mungkin terjadi.
Jadi, begini.
Cinta itu memang bisa menjadi ujian. Bukan hanya bagi wanita, tapi juga bagi lelaki.
Ujian cinta seperti ini kadang susah dikendalikan.
Misalnya, ada cerita seorang lelaki jatuh cinta dengan seorang wanita yang masih gadis. Cinta seperti ini tidak bisa disalahkan karena memang naluriah. Terkadang datangnya juga tiba-tiba.
Masalahnya, wanita itu ternyata memilih lelaki lain dan menikah dengannya. Maka dari situlah dimulai ujian yang sesungguhnya.
Seorang lelaki bisa saja tahu seorang wanita sudah bersuami, tetapi sebagian lelaki tetap tidak bisa mengingkari bahwa rasa cinta itu masih ada. Maknanya, dalam kondisi ini berarti dia mencintai istri orang!
Menurut syariat, tentu saja dalam kondisi seperti ini haram hukumnya bagi lelaki yang diuji demikian untuk melakukan takhbīb (التَّخْبِيْبُ), yakni merusak hubungan wanita tersebut dengan suaminya. Sebab itu perbuatan setan yang dilarang Rasulullah ﷺ dalam hadis sahih. Itu juga perbuatan tukang sihir dan “prestasi” yang sangat dihargai oleh Iblis.
Haram juga menjalin hubungan dengan wanita itu diam-diam di belakang suaminya. Karena itu bermakna pengkhianatan (الخيانة), menyakiti (الإيذاء) dan kezaliman (الظلم) terhadap sang suami sah.
Yang boleh adalah jika mereka bercerai baik-baik, lalu wanita itu dilamar baik-baik pula.
Masalahnya, menunggu perceraian baik-baik juga bukan sikap yang bijaksana. Karena pertanda tamak dan panjang angan-angan. Bagaimana jika Allah mencabut nyawa masing-masing sebelum keinginan tersampaikan padahal bekal bertemu Allah belum cukup?
Dari sinilah maka tidak ada jalan lain kecuali ṣabr (الصبر)/tabah.
Di antara ujian terhebat lelaki dalam kondisi seperti ini adalah menahan diri supaya tidak melanggar larangan Allah sampai maut datang menjemput. Yakni mengontrol hawa nafsunya dan tidak melakukan apapun kecuali yang dihalalkan Allah.
Kalaupun suatu hari terbuka kesempatan untuk bermaksiat dengan wanita itu, dengan tegas dia masih bisa menghardik dirinya untuk melawan dorongan dosa itu dan memilih rida Allah.
Saya katakan ujian cinta seperti ini di antara ujian terhebat karena cemburu laki-laki itu hampir sama dengan perempuan, atau bahkan lebih hebat lagi. Seorang wanita bisa panas hatinya membayangkan suaminya bersama wanita lain walaupun itu istri sahnya.
Demikian pula lelaki.
Membayangkan wanita yang dicintainya digauli lelaki lain itu perihnya luar biasa. Apalagi dia tahu tidak ada jalan melampiaskan cintanya secara syar’i. Oleh karena itu ada kisah seorang Sahabat mengumpamakan ingin memenggal kepala lelaki yang berani menyentuh istrinya. Seperti inilah gambaran kecemburuan umumnya lelaki.
***
Nah, ujian semacam ini pernah terjadi di zaman Bani Israel.
Seorang lelaki sangat mencintai sepupu wanitanya. Tapi wanita itu memilih menikah dengan lelaki lain. Walaupun demikian cinta lelaki itu tetap tidak luntur kepada sepupunya. Sampai level dia sudah tidak tahan lagi untuk mengajaknya berhubungan badan.
Tetapi wanita itu menolak karena dia memang wanita saleh yang menjaga kehormatan. Apalagi dia sudah bersuami.
Akhirnya datanglah kesempatan itu.
Rumah tangga si wanita kebetulan miskin dan mengalami paceklik. Sebaliknya, si laki-laki adalah orang kaya raya.
Si wanita minta bantuan kepada lelaki itu, tapi ditolak mentah mentah.
Si lelaki itu tergoda untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Dia mau memberi bantuan dengan syarat si wanita bersedia menyerahkan tubuhnya.
Awalnya wanita itu menolak. Tapi karena sangat butuh dan setelah berkali-kali dilobi, akhirnya wanita itu minta izin kepada suaminya, lalu diizinkan dan dengan berat hati menyatakan setuju.
Al-Ṭabarānī meriwayatklan segmen kisah ini dengan redaksi sebagai berikut,
Artinya,
“Dia (sepupuku yang sangat kucintai) itupun menceritakan kepada suaminya (tentang tawaranku). Sang suami menanggapi, “Berikanlah tubuhmu kepadanya agar engkau bisa mencukupi keluarga’. Dia (sepupuku) itupun kembali kepadaku dan menyumpahku atas nama Allah (agar aku membatalkan tawaranku), tapi aku menolaknya dan berkata, ‘Demi Allah, harta itu nilainya (sangat besar) tidak di bawah dirimu. Tatkala dia melihat hal itu (kekeraskepalaanku), diapun menyerahkan tubuhnya kepadaku.” (al-Mu‘jam al-Kabīr, juz 21 hlm 165)
Begitu lelaki itu sudah membuka pakaiannya dan hendak menindihnya, menangislah wanita tersebut.
Lelaki itu bertanya, mengapa dia menangis?
Dia menjawab bahwa perbuatan tersebut baru pertama kali dia lakukan dan dia takut kepada Allah.
Mendengar ucapan wanita itu, tersedotlah jiwa lelaki itu kembali ke iman dan fitrahnya. Tersentak dia dengan nasihat Allah yang dilewatkan melalui lisan wanita itu. Dengan jiwa penuh penyesalan dan hati taubat kepada Allah dia berkata,
“Engkau takut kepada Allah dalam kondisi susah dan kekurangan. Semestinya aku lebih berhak takut kepada-Nya dalam kondisi kaya dan sejahtera.”
Akhirnya dia tidak jadi menzinahinya dan menyedekahkan harta yang sudah diberikannya kepada wanita itu.
***
Kemampuan lelaki itu untuk kembali ke jalan Allah dalam kondisi sudah tinggal satu sentimeter dengan kemaksiatan sangat dihargai Allah, diterima oleh-Nya dan membuat doa lelaki itu mustajab saat berada dalam kondisi terancam nyawa.
Bahkan saya merasakan, betapa gembiranya Allah dengan amal hamba seperti ini, dan betapa Allah sungguh membanggakan amal hamba-Nya yang seperti ini, sampai-sampai kisah itu diceritakan kepada Nabi Muhammad ﷺ supaya diajarkan kepada umatnya sehingga menjadi pelajaran bagi seluruh manusia hingga akhir zaman.
Dari sini mungkin timbul pertanyaan,
“Dari mana kita tahu bahwa lelaki itu adalah orang saleh?”
Jawabannya adalah dari kisah lengkap dalam hadis yang menceritakan bahwa Allah mengabulkan doa lelaki tersebut saat terjebak ke dalam gua yang tertutup batu besar pada mulut gua. Cara Allah menyelamatkan lelaki tersebut dengan dua kawannya melalui cara “irrasional” yakni menggeser batu besar itu dengan kekuasaan-Nya disimpulkan para ulama sebagai bentuk karamah. Ibnu Ḥajar al-Asqalānī berkata,
Artinya,
“(kisah ini menunjukkan) Adanya karamah bagi orang-orang saleh.” (Fatḥu al-Bārī, juz 6 hlm 510)
Jika itu adalah karamah, maka yang diberi berarti orang saleh, bahkan salah satu wali/kekasih Allah. Oleh karena itulah di awal tulisan saya katakan, ujian mencintai istri orang itu bisa menjadi salah satu wasilah seorang hamba menjadi wali Allah jika tahu betul bagaimana menyikapinya.
***
Pertanyaan terakhir, “Bagaimana jika sebaliknya, yakni seorang wanita mencintai suami orang?”
Jawabannya adalah sebagai berikut.
Secara umum cara menyikapinya sama.
Hanya saja ada sedikit perbedaan.
Jika si wanita masih belum bersuami, sementara suami orang tersebut masih memiliki satu istri, maka dia bisa menyelesaikannya dengan cara yang makruf yakni melamar lelaki tersebut sebagai istri ke-2, ke-3, atau ke-4.
Cara ini lebih bersih daripada hanya menunggu-nunggu, memberi sinyal dan mengotori hati dengan angan-angan setiap hari sementara lelaki yang dicintainya juga tidak terlalu mengerti jika ada wanita yang jatuh cinta kepadanya.
Tegas menyelesaikan problem cinta dengan cara yang halal akan cepat memberi ketenangan. Jika berhasil, maka itu kegembiraan dan nikmat besar untuknya. Tapi jika tidak ada jalan, maka dia bisa lekas berusaha mengobatinya dan tidak lagi membesarkan angan-angan yang tidak jelas terwujud di masa depan ataukah tidak.
Jika wanita sudah bersuami atau si lelaki sudah “penuh kuota 4 istri” maka tidak ada jalan lain selain bersabar sampai maut datang menjemput, atau Allah mengganti dengan lelaki lain yang setara atau lebih baik dari lelaki yang dicintainya.
اللهم إنا نسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى
12 Jumada al-Ūlā 1444 H//6 Desember 2022 pukul 06.29