Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara pelajaran penting yang diajarkan Allah secara implisit dalam Al-Qur’an adalah bahaya merencanakan maksiat bersamaan dengan berniat tobat sesudahnya.
Apa masalahnya?
Apakah itu bukan sesuatu hal yang baik?
Bukankah seorang hamba ketika melakukan maksiat, sudah sepantasnya dia berniat tobat?
Lalu di mana salahnya?
***
Sepintas memang seperti tidak salah.
Tetapi jika diteliti, sesungguhnya ada elemen kesalahan dalam adab terhadap Allah yang bisa berdampak sangat berbahaya.
Apa itu?
Orang yang merencanakan maksiat sambil meniatkan tobat sesudahnya, berarti dia merasa seakan-akan yang punya kuasa untuk mengendalikan masa depan.
Seakan-akan dia sudah pasti punya kuasa untuk “mengatur” keputusan Allah, bahwa di masa depan dia akan bisa bertobat dan menghapus dosa-dosanya.
Dengan kata lain, secara tidak langsung seolah-olah dia merasa bisa mengatur Allah dan menentukan kapan Allah “harus” memberi taufiq hamba-Nya.
Ini keliru.
Jelas bertentangan dengan sifat tawakal. Juga menunjukkan merasa aman dari makar Allah. Juga jauh dari rasa takut terhadap Allah yang punya sifat fa‘-‘ālun limā yurīd (melakukan apapun yang Ia kehendaki), tanpa bisa dipaksa oleh satupun makhluk-Nya.
Juga mengandung tipuan setan, sebab menuruti panjang angan-angan.
Siapa yang menjamin umurnya panjang?
Siapa yang menjamin Allah pasti memberinya taufiq dan kekuatan untuk bertobat?
***
Taufiq dan kekuatan untuk menaati Allah (termasuk taubat) itu hak penuh Allah.
Ia adalah anugerah.
Ia sebuah “barang” berharga, bahkan “barang” yang sangat mahal.
Diberikan Allah kepada hamba-Nya yang layak mendapatkannya.
Hanya mereka yang dikehendaki-Nya sesuai hikmah kebijaksanaan-Nya.
Tidak bisa orang minta lalu langsung diberi.
Bisa jadi Allah memandangnya tidak layak diberi taufiq karena ada penyakit dalam hatinya, ada perasaan meremehkan dosa, ada perasaan gurūr (الغرور), ada ‘ujub, atau ada dosa yang ia tidak sadari, atau sebab-sebab lain yang hanya Allah yang tahu.
Kejahilan seperti ini kadang-kadang malah membuat Allah menghukum hamba tersebut, yakni sama sekali tidak diberi taufiq, sehingga malah tidak bisa taubat selama bertahun-tahun, bahkan mungkin puluhan tahun. Bisa jadi sampai matipun tidak bisa tobat, sehingga bertemu dengan Allah sambil membawa dosa-dosa besarnya, bahkan bisa juga mati dalam keadaan suul khatimah!
***
Lihatlah saudara-saudara Nabi Yusuf.
Mereka merencanakan maksiat, yakni ingin membunuh Nabi Yusuf, atau minimal membuangnya. Tapi di saat yang sama mereka juga sadar itu perbuatan salah dan dosa. Oleh karena itu, mereka merencanakan tobat dan menjadi orang saleh sesudahnya untuk menghapus dosa tersebut.
Allah menceritakan ucapan dan niat mereka sebagai berikut,
Artinya,
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian Ayah tertumpah kepada kalian dan setelah itu (bertobatlah sehingga) kamu akan menjadi kaum yang saleh.” (Q.S.Yusuf: 9)]
Yang menakutkan, angan-angan semacam ini justru malah dihukum oleh Allah, sehingga Allah tidak berkenan memberi taufiq kepada mereka selama puluhan tahun!
Syaikh Yāsir al-Burhāmī memperkirakan lama waktu saudara-saudara Nabi Yusuf tidak diberi taufiq untuk bertobat adalah sekitar 40 tahun atau bahkan lebih!
Malahan, ada yang lebih menakutkan lagi dari itu, yakni saat mereka sudah mengakui kesalahan, bertobat, lalu meminta maaf kepada Allah, hal itu berlangsung dalam waktu yang lama dan Allah baru menerima tobat mereka setelah 20 tahun!
Al-Suyūṭī menulis,
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Āisyah beliau berkata, ‘Anak-anak Nabi Ya‘qūb itu tidak diterima tobatnya (oleh Allah) kecuali setelah 20 tahun.” (al-Durr al-Manṡūr, juz 4 hlm 586)
Mungkin karena beliau-beliau adalah anak-anak seorang nabi, yang doanya didengarkan Allah, walaupun setelah 40 tahun lebih tahun, pada akhirnya Allah memberikan rahmat-Nya dan memberi taufiq untuk tobat. Setelah itu masih diuji juga kesungguhan tobatnya sehingga baru 20 tahun kemudian diterima tobatnya.
Kebaikan hati Nabi Yusuf bisa jadi juga faktor besar, karena beliau sama sekali tidak mau mendoakan buruk saudara-saudaranya. Padahal andaikan mau, sebagai orang yang terzalimi, bisa saja beliau mendoakan kebinasaan untuk mereka semua yang akan menghancurkan dunia dan akhirat mereka.
***
Seperti ini payah dan beratnya perjuangan kembali ke jalan Allah dari keluarga nabi di masa lalu.
Bagaimana dengan kita yang bukan keluarga nabi?
Merencanakan maksiat dengan niat tobat kemudian dihukum Allah tidak diberi taufiq tobat selama 40 tahun saja sudah mengerikan. Apalagi jika ditambah hukuman baru diterima tobatnya setelah serius meminta maaf selama 20 tahun!
Apakah tidak takut ajal keburu datang sebelum sempat bertobat atau bahkan sampai matipun Allah tidak berkenan memberikan taufiq untuk tobat?
رب اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين واجعلني من عبادك الصالحين
TAMBAHAN
Lalu bagi sikap yang terbaik saat mendapatkan bisikan rencana maksiat disertai niat tobat?
Segera bertaawuz, beristigfar dan secepat-cepatnya minta ‘āfiyah dari Allah supaya dilindungi dari hal-hal buruk semacam itu.
أستغفر الله العظيم
اللهم إني أسألك العافية في الدنيا والآخرة
21 Jumada al-Ūlā 1444 H/15 Desember 2022 pukul 10.50