Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Sebagian orang menyangka bahwa tobat itu bermakna kembali ke jalan Allah, meninggalkan dosa secara total, lalu istikamah terus sampai wafat.
Ini tidak salah jika dikatakan sebagai tobat yang paling ideal.
Akan tetapi salah jika tobat dibatasi hanya di situ.
Sebab konsep ini akan mendiskriminasi jiwa-jiwa yang masih lemah yang sudah tobat, lalu tergoda maksiat lagi, lalu tobat, lalu maksiat lagi sampai berkali-kali.
Yang seperti ini jika dicela dan dianggap belum bertobat atau bahkan dituduh mempermainkan tobat, maka setan akan punya jalan untuk menyesatkannya dan membisikinya supaya bejat sekalian karena nyatanya dia berkali-kali gagal untuk konsisten jadi orang baik.
Ini keliru. Juga tanda putus asa dari rahmat Allah.
Yang benar, teruslah tobat.
Jika maksiat lagi, segera tobat lagi, tinggalkan maksiat, nyesal lagi, nangis lagi, bertekad tidak mengulangi lagi, dan memperbarui lagi semangat untuk kembali lagi ke jalan Allah.
Terus lakukan begitu.
Jangan pernah putus asa.
Sampai kapan begitu terus?
Sampai setan putus asa untuk menyesatkan kita!
Hingga hari bertemu dengan Allah.
Begitu ajaran dalam hadis Nabi ﷺ dan ajaran para ulama saleh.
Jangan lupa, Allah mensifati diri-Nya sebagai tawwab (التَّوَّابُ).
Ini sigat mubālagah.
Artinya Allah akan berkali-kali terus menerima penyesalan dan tobat hamba-Nya sebanyak apapun sampai angka tak terbatas. Walaupun dosa manusia sepenuh langit dan bumi, maka rahmat Allah lebih luas daripada langit dan bumi.
Jadi sebanyak apapun seorang hamba mengulangi dosanya dan tobatnya, maka selama itu pulalah Allah akan selalu menerimanya.
Tobat palsu adalah orang yang tahu maksiat, lalu menunda tobat, menunggu waktu tua, hingga tiba ajal baru menyatakan tobat. Begitu sudah sekarat baru bilang tobat.
Atau baru tobat di akhirat saat melihat azab di depan matanya!
Ini tobat palsu, dicela dan ditolak Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,
Artinya,
“Sesungguhnya tobat yang pasti diterima Allah itu hanya bagi mereka yang melakukan keburukan karena kebodohan, kemudian mereka segera bertobat. Merekalah yang Allah terima tobatnya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Tidaklah tobat itu (diterima Allah) bagi orang-orang yang melakukan keburukan sehingga apabila datang ajal kepada seorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertobat sekarang.” Tidak (pula) bagi orang-orang yang meninggal dunia, sementara mereka di dalam kekufuran. Telah Aku sediakan azab yang sangat pedih bagi mereka.” (Q.S. al-Nisā’: 17-18)
***
Adapun dalam kajian tasawuf, tobat memang dipahami lebih dalam lagi.
Al-Sya‘rānī dalam kitab al-Minaḥ al-Saniyyah ‘alā al-Waṣiyyah al-Matbūliyyah membagi-bagi tobat menjadi 9 tingkatan, yaitu,
- Tobat dari dosa-dosa besar (الكبائر). Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari dosa-dosa kecil (الصغائر). Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari hal-hal makruh (المكروهات). Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari khilāful aulā (خلاف الأولى). Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari memandang amal-amal salehnya (رؤيته الحسنات), yakni selalu bertobat dan meminta maaf kepada Allah jika sempat terbersit merasa bagus dalam beramal saleh . Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari merasa hamba pilihan Allah di zaman hidupnya ( رؤيته أنه صار معدودا من فقراء الزمان). Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari merasa sudah serius, sungguh-sungguh dan ideal dalam tobatnya ( رؤيته أنه صدق فى التوبة). Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari seluruh lintasan hati yang tidak ada maksud untuk membuat Allah rida (كل خاطر يخطر له فى غير مرضاة الله تعالى). Jika sudah berhasil dan istikamah meninggalkannya, maka lanjut ke-
- Tobat dari kelengahan tidak mengingat Allah (كلما غفل عن شهود ربه تعالى طرفة عين). Ini adalah puncaknya
Tingkatan 1-6 saya mendapati kecocokannya dengan sejumlah dalil dan saya memandang urutannya mestinya dikoreksi. Untuk tingkatan 7-9 saya masih menampungnya sebagai data hingga kini dan belum berani mengambilnya.
Wallahua‘lam.
24 Jumada al-Ūlā 1444 H/18 Desember 2022 pukul 05.46