Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Tidak usah mem-bully jomblo.
Karena kadang ada hamba Allah yang memang ditakdirkan Allah diuji dengan kejombloan seumur hidup.
Saya pernah punya tetangga. Seorang wanita. Beliau diuji dengan kelumpuhan tangan dan kaki sejak usia sekitar 10 tahun. Akibatnya beliau tidak bisa sekolah, bekerja, mencari suami dll. Hidupnya hanya tergantung kepada keluarganya. Wajar juga jika tidak ada lelaki yang berminat menikahinya. Sampai wafat di usia renta beliau masih perawan.
Tidak usah pula mengglorifikasi lelaki yang bisa menikah lebih dari satu. Bagi saya itu sama sekali tidak istimewa. Bukan prestasi yang layak dibanggakan. Malahan, tambahan dunia seperti itu semestinya membuat semakin takut kepada Allah karena jelas hisabnya lebih berat.
Ingat, Dam Sorot orang Thailand itu istrinya 8 padahal tidak beriman!
Lelaki India bernama Ziona yang tak beriman juga dikabarkan punya 39 istri!
Apa istimewanya tambahan dunia semacam ini di sisi Allah jika ternyata yang tidak beriman pun juga diberi, bahkan lebih-lebih?
Poligami yang mengagumkan bagi saya adalah yang dilakukan ulama-ulama kita. Yang menikah dalam senyap. Lalu banyak beramal dalam diam. Kemudian kaum muslimin di sekitarnya lah yang bersaksi betapa indah pergaulan poligami mereka. Suasana saling menyayangi. Rumah bertabur ilmu. Putra-putri yang salih-salihah.
Tanpa koar-koar.
Tanpa memasang diri seolah menjadi orang yang paling layak dijadikan teladan dalam urusan poligami.
Dakwah dengan contoh praktis seperti ini jauh lebih mengena, berkesan dan meminimalisasi timbulnya fitnah daripada pembahasan poligami yang menonjolkan syahwat hewani.
***
Jadi, yang berjuang menikah, silakan berikhtiar dengan makruf. Jika memang tidak mungkin, ya sudah qana‘ah saja. Huznuzan kepada Allah barangkali memang amalnya disiapkan Allah tidak dalam dunia pernikahan.
Yang ingin poligami, ya silakan saja berikhtiar dengan makruf. Jika tidak mungkin, atau sulit, atau merasa dipersulit Allah, ya sudah tinggalkan saja. Tidak usah tamak dan tidak usah “ngoyo”. Qana’ah saja dengan istri yang sudah diberikan Allah. Barangkali memang Allah sudah tahu bahwa yang paling selamat untuk kita ya hanya amanah mengurus satu istri saja. Tidak usah mengatasnamakan sunah untuk membalut nafsu duniawi kita yang tak terbatas itu.
Bukankah dengan qana’ah seperti ini hati jauh lebih tenang dan lebih damai?
10 Rajab 1444 H /1 Februari 2022 M pukul 10.13