Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Ujian yang dihadapi orang itu selalu sebanding dengan nikmat yang diterima.
Siap ujian ringan, berarti balasannya juga kecil.
Siap ujian berat, berarti anugerahnya juga besar.
Semua orang bisa mengukur kemampuan masing-masing.
Betul, perlu jiwa yang kuat nan tangguh untuk menjadi istri seorang ustaz yang tergolong ahli ilmu dan ulama sejati. Tapi hadiahnya tentu saja juga luar biasa.
Dalam catatan sebelumnya saya telah menguraikan tantangan menjadi istri orang berilmu. Tetapi, jika tantangan ini dilewati tentu saja tidak bisa diingkari bahwa menjadi istri seorang ulama sejati itu banyak sekali keunggulan, kelebihan dan kenikmatan yang diperolehnya.
Saya akan menyebutkan beberapa saja yang mudah terlihat.
PERGAULAN
Ustaz ahli ilmu yang mengamalkan ilmunya tidak akan menjadi beban bagi istrinya. Beliau tidak akan menjadi pribadi yang pemalas, ongkang-ongkang kaki dan mengandalkan harta istrinya. Rezeki beliau bisa saja lebih sedikit daripada istri, tetapi sifat iffah yang beliau miliki akan membuat beliau mengharuskan diri menafkahi istri semampunya.
Pengendalian diri dan kontrol emosi juga akan jauh lebih baik. Lihatlah riwayat imam Ahmad yang dikisahkan selama 30 tahun tidak pernah bertengkar dengan istrinya! Ulama sejati itu ya seperti itu memang. Yang benar-benar mengamalkan ilmunya. Tidak hanya menjadi retorika dan bahan ceramah. Suami yang hanya meniru 50% saja dari akhlak imam Ahmad ini, insya Allah sudah terasa luar biasa baiknya bagi seorang istri.
Di kehidupan nyata saya juga mengetahui sejumlah ustaz yang sangat indah dalam mempergauli istrinya. Walaupun sibuk, beliau selalu menyempatkan diri untuk membantu pekerjaan istrinya. Mereka tidak segan-segan mencuci baju, menjemur, menyetrika, melipat, menyapu, mengepel, mencuci piring, bahkan memasak. Mereka juga terbiasa membantu istri untuk mengurus dan ngemong anak. Saat istri kecapekan pun dengan sigap memijat istri hingga nyaman.
Urusan hubungan suami-istri juga jangan diremehkan. Pengetahuan ustaz ahli ilmu tentang hal ini melalui kitab-kitab turāṣ saya kira sangat cukup untuk membahagiakan istri. Jika orang sudah memahami Qurratul ‘Uyūn, Nawāḍirul Aik, al-Wisyāḥ fī Fawā’idi al-Nikāh, al-Yawāqīt al-Tsamīnah, Syaqā’iq al-Utrunj dan semisalnya, saya kira sudah tidak perlu lagi belajar ke Barat dalam urusan ini. Kitab-kitab tersebut memang bukan hanya mengajarkan adab jimak secara syar’i, tetapi juga rekomendasi yang sangat teknis berdasarkan pengalaman manusia secara berabad-abad! Akhlak suami yang selalu berusaha membuat istri (maaf) orgasme saat berhubungan, selalu menyempatkan “pillow talk” setelah selesai (tidak langsung tidur atau ngrokok), dan berbagai adab indah lainnya saya kira sangat wajar jika akan berdampak kesan kuat di hati istri. Menjadi suami benar-benar selalu “ngangeni” setiap saat.
AKSES ILMU
Anda yang serius pernah bertanya kepada ahli ilmu tentang masalah penting dalam din akan merasakan betul berharganya soal akses ilmu. Tidak selalu akses jawaban ilmu itu mudah.
Kadang orang harus sowan dan datang ke Kyai tertentu hanya karena ingin jawaban satu buah pertanyaan. Harus melakukan perjalanan jauh, korban waktu, harta, dan tenaga. Itupun belum tentu sang Kyai ada atau bersedia menjawab. Zaman sekarang yang sudah dimudahkan teknologi sekalipun, tidak selalu orang mudah mendapatkan jawaban via WA, komentar FB, inbox, DM, email dan lain-lain. Ada yang didiamkan sampai berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Kadang sang ulama bukan karena sengaja ingin mengabaikan, tapi memang belum bisa menjawab karena prioritas, kesibukan, sulitnya pertanyaan atau sebab-sebab yang lain.
Bayangkan jika Anda adalah istri ustaz ahli ilmu tersebut. Jelas akses Anda terhadap ilmu jauh lebih mudah. Anda bebas bertanya apapun dan kapanpun. Everytime, everyday, everywhere. Di meja makan oke, di ruang tamu oke, di atas kendaraan oke, di atas ranjang juga oke. Yang penting lagi: Jelas Anda akan diprioritaskan.
Bahkan keluarga Anda juga akan dapat kebaikannya. Keluarga Anda entah ayah, ibu, saudara, paman, keponakan dan seterusnya jika ada pertanyaan agama dan masalah agama juga lebih cepat akses jawaban ilmunya.
PARTNER DISKUSI
Ini akan terasa sekali kenikmatannya jika istri juga pecinta ilmu dan pengkaji ilmu.
Bayangkan, suami istri level pembicaraannya sudah bukan lagi istri bertanya masalah agama ringan tapi sudah memperdebatkan hujjah ijtihad tertentu misalnya, atau memperdebatkan apakah sebuah pendapat termasuk mu’tamad mazhab ataukah tidak, atau adu argumentasi dengan rujukan berbeda. Atau bisa juga istri menulis satu ilmu umum yang diberi sentuhan konsepsi agama lalu suami menjadi reviewernya. Atau suami istri bersama-sama melakukan penelitian manuskrip langka yang manfaatnya luas untuk umat. Yang seperti ini kenikmatannya hanya akan bisa dirasakan atau dibayangkan oleh pecinta ilmu.
BIMBINGAN
Menjalani rumah tangga itu tidak selalu lurus. Kadang ada belok-beloknya. Disini peran suami ahli ilmu akan menonjol.
Misalnya istri menggagas membeli rumah di perumahan cluster elit tapi dengan cara utang riba. Jika suaminya ahli ilmu, maka beliau bisa menasihati,
“Istriku, utang itu adalah sumber kesusahan. Apalagi yang ada ribanya, itu akan mencabut berkah”.
”Sumber kebahagiaan adalah qanā‘ah. Menerima dengan rida pemberian Allah kepada kita. Bukan rumah yang terlihat bagus hanya demi membuat orang lain ternganga “wow”.”
“Tidak mengapa kok punya rumah bagus. Itu tidak haram. Asalkan kita memang mampu lalu tidak lupa bersyukur.”
“Tapi jika masih harus utang, apalagi sampai nabrak riba, kok aku merasa pertanda belum mampu ya.”
“Sudahlah, kita nabung saja. Sementara ngontrak seadanya.”
“Bekerja tanpa dihantui cicilan lebih tenang rasanya sehingga lebih khusyuk beribadah daripada memburu rumah bagus tapi hati tidak tenang.”
“Jika Allah memandang baik, sudah pasti keinginan mubah kita dikabulkan oleh Allah. Tapi jika tidak, ya husnuzan saja pasti Allah sudah menyiapkan yang jauh lebih baik untuk kita.”
****
Ketika istri mulai membanding-bandingkan rumah tangganya dengan orang lain yang dinggap lebih “sukses” atau “lebih sejahtera”, sementara diri masih “miskin”, rumah masih ngontrak, pingin apa-apa tidak bisa, suami menasihati,
“Istriku, rezeki itu dibagi.”
“Sahabat Nabi ﷺ itu semua rajin kerja, tapi ada yang miskin, sedang dan kaya raya.”
“Ulama saleh berilmu semua juga bertanggungjawab dan kerja keras. Tapi ada yang dibuat Allah miskin seperti Ahmad bin Hanbal dan al-Syāfi‘ī, ada juga yang dibuat kaya raya seperti Abū Hanifah dan Malik.”
“Kadang Allah itu menyempitkan dunia seorang hamba sebagai bentuk kasih sayang kepadanya.”
“Lihatlah anakmu yang masih menyusu itu. Seandainya engkau menemukannya dalam keadaan memegang pisau tajam bukankah engkau akan merebutnya? Anakmu mungkin merasa engkau tidak sayang kepadanya karena merebut mainannya, padahal hakikatnya engkau sangat sayang pada anakmu karena tidak ingin dia terluka lalu binasa.”
“Begitulah dalam pemberian dunia. Terkadang kita dicegah Allah memiliki sesuatu karena itu akan membahayakan kita. Sebagaimana orang yang sakit lambung dicegah makan pedas.”
Ilmu-ilmu yang menyejukkan hati dan menetramkan jiwa semacam ini hanya bisa diberikan ustaz ahli ilmu dan ulama sejati. Yakni ilmu mengenal Allah yang membuat hidup akan lebih berarti dan jauh lebih hidup.
Sebuah ilmu yang akan memberikan ketenangan batin luar biasa….
Kedamaian hati dan kelezatan perasaan yang didapatkan tidak bisa ditukar dengan apapun…
Jenis kebahagiaan yang bahkan akan membuat iri raja-raja dan dan orang kaya…
Jenis kebahagiaan yang efeknya sangat sejuk dalam jiwa, yang tidak bisa dirasakan mereka yang mengejar kebahagiaan dengan harta, baju bagus, kendaraan mewah, perhiasan, popularitas, dan tempat-tempat wisata….
***
Ini belum menghitung kebaikan-kebaikan lain seperti didikan tegar saat menghadapi ujian, keberkahan rumah tangga, amal jariah, syafaat di hari kiamat, sampai peluang untuk menempati surga tertinggi, yakni Firdaus bersama Rasulullah ﷺ , para nabi, para rasul, para wali dan orang-orang saleh lainnya.
***
Terlihat bukan, menjadi istri seorang ustaz ahli ilmu dan ulama sejati itu kebaikannya jauh lebih banyak? Bukan hanya kebaikan duniawi, tetapi lebih penting lagi adalah kebaikan ukhrawi. Tapi sekali lagi, nikmat besar selalu sebanding dengan ujian berat yang dihadapi. Jadi, memang hanya wanita istimewa yang berhak mendapatkan anugerah sebesar ini.
Sayang, kebanyakan wanita saat menginginkan jadi istri ahli ilmu itu kadang pertimbangannya duniawi. Misalnya mau jadi istri beliau karena sang ulama populer, dihormati, kaya atau enak hidupnya. Jadi, mau jadi istri ulama bukan karena mengharap kebaikan din, tetapi perasaan bangga karena merasa “terpilih” oleh sang ulama tersebut.
Wanita yang berharap menjadi istri ulama dengan niat seperti ini, disarankan sebaiknya mundur segera, daripada kecewa dan tidak sesuai harapan lalu berakhir dengan perceraian. Sebagaimana saya tekankan dalam tulisan sebelumnya, menikahi orang berilmu itu mending niatkan siap mengabdi, siap melayani, siap mendukung, siap menguatkan, siap berkorban, siap ngaji, dan siap dibimbing untuk mengutamakan Allah dan akhirat. Siap menghadapi berbagai ujian selama visinya sangat jelas: Mengejar rida Allah dan bisa berkumpul lagi di surga.
CATATAN
Tulisan ini adalah penyeimbang tulisan sebelumnya yang berjudul “JANGAN MENIKAH DENGAN USTAZ?!”. Melihat beberapa yang komentar yang ada, saya jadi khawatir salah paham sehingga dibuatlah penjelasan ini.
21 Rajab 1444 H / 12 Februari 2022 pukul 11.38