Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Umrah memiliki sejumlah keutamaan. Di antaranya,
PERTAMA, berumrah berarti melaksanakan perintah Allah.
Allah memerintahkan untuk menyempurnakan haji dan umrah. Jika orang berumrah, berarti dia melaksanakan perintah ini. Sebuah kebahagiaan yang tidak terkira jika seorang hamba berhasil memasukkan dirinya ke dalam barisan hamba-hamba Allah yang menaati-Nya saat diperintah oleh-Nya. Sebab dengan begitu dia menegaskan dirinya sebagai hamba yang perilakunya seperti malaikat-malaikat-Nya di langit sana yang taat bersujud kepada Adam saat Allah memerintahkannya. Juga membedakan dirinya dengan Iblis yang menolak perintah Allah tersebut. Dengan kata lain, berumrah bermakna berupaya memasukkan diri ke level ubudiyyah sejati, yakni berusaha menjadi hamba Allah yang sesungguhnya dengan menaati salah satu perintah-Nya di antara perintah-perintah lainnya. Allah berfirman,
Artinya,
“Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. al-Baqarah: 196)
KEDUA, berumrah adalah tanda mendapatkan taufiq.
Makna taufiq adalah bantuan dari Allah untuk melakukan ketaatan. Tidak semua orang yang tahu sebuah amal saleh lalu punya kekuatan untuk melakukannya. Alangkah banyaknya orang yang tahu salat lima waktu itu amal saleh, tapi masih malas untuk melakukannya. Alangkah banyaknya orang yang tahu bersedekah itu amal baik, tapi dia masih dikuasai rasa pelit untuk mengeluarkan hartanya. Alangkah banyaknya orang yang tahu bahwa jujur itu sifat yang dicintai Allah, tapi dia sering kalah oleh hawa nafsunya sehingga memilih berbohong demi meraih kepentingan-kepentingan duniawinya. Dan seterusnya.
Demikian pula dalam hal umrah.
Barangkali banyak orang tahu umrah adalah kewajiban atau hal makruf, tapi tidak semua orang sanggup menyegerakan untuk melakukannya. Padahal sebenarnya badannya sehat dan punya harta. Tetapi dia mungkin lebih memprioritaskan membeli mobil yang bagus, membeli properti untuk investasi, berpelesir ke destinasi wisata luar negeri atau prioritas-prioritas duniawi yang lain. Jadi, jika seorang hamba berhasil mengalahkan hawa nafsunya, lalu memprioritaskan umrah berarti dia telah mendapatkan taufiq dari Allah dan tidak terhalangi untuk mendapatkan kebaikan yang banyak. Abū Ya’lā meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abū Sa‘īd dan beliau merafa’kannya, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Sungguh, seorang hamba yang Aku buat sehat badannya, Aku buat lapang rezekinya, lalu berlalu 5 tahun tidak datang kepadaKU (untuk berhaji atau berumrah) melainkan dia terhalangi–mendapatkan kebaikan. (al-Maqṣad al-‘Alī, juz 2 hlm 246)
KETIGA, berumrah itu menghilangkan kemiskinan.
Hadis sahih menegaskan bahwa umrah dan haji itu bisa menyingkirkan kemiskinan. Jadi orang yang menggunakan hartanya untuk berumrah tidak usah khawatir miskin atau bangkrut. Sebab ada jaminan dari Nabi ﷺ bahwa umrah termasuk ibadah yang malah menghilangkan kemiskinan. Mirip sedekah yang tidak akan mengurangi harta, tetapi justru malah akan memperbanyak dan membuatnya berkah. Al-Tirmiżī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abdullah bin Mas’ud berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Lakukanlah haji dan umrah dalam waktu yang berdekatan, karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan menghapus dosa sebagaimana ububan menghilangkan karat besi, emas dan perak. Tidak ada balasan haji mabrur kecuali surga.” (H.R. al-Tirmiżī)
Riwayat senada juga tercantum dalam al-Mu‘jam al-Ausaṭ, kompilasi al-Ṭabarānī,
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Abbās beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Lakukan terus menerus haji dan umrah karena keduanya menyingkirkan kemiskinan dan dosa sebagaimana ububan menyingkirkan kotoran besi.” (al-Mu‘jam al-Kabīr, juz 4 hlm 139)
KEEMPAT, berumrah bermakna menjadi tamu Allah yang penting.
Seorang tamu sudah semestinya akan dimuliakan. Apalagi tamu penting. Akomodasinya dijamin, kebutuhannya dipenuhi, dihindarkan dari segala yang tidak nyaman dan semua hal bentuk memuliakan yang lain. Orang yang berumrah atau berhaji disebut Rasulullah ﷺ sebagai wadfullāh. Ini menunjukkan mereka adalah tamu istimewa Allah, bukan sekedar ḍuyūf yang bermakna tamu biasa. Jadi, berumrah itu bermakna akan dimuliakan Allah. Al-Nasā‘ī meriwayatkan,
Artinya,
“Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tamu penting Allah itu ada 3; orang yang berperang, orang yang haji, dan orang yang berumrah.” (H.R. al-Nasā’ī)
Riwayat senada ada juga dalam Sunan Ibnu Mājah sebagai berikut,
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang mengerjakan ibadah haji dan umrah adalah para delegasi Allah. Allah memanggil mereka dan mereka menjawab panggilan-Nya. Mereka meminta kepada Allah, maka Dia memberikan permintaan mereka.” (H.R. Ibnu Mājah)
Riwayat lain dalam Sunan Ibnu Mājah redaksinya sebagai berikut,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ , sesungguhnya beliau bersabda: “Orang-orang yang haji dan orang-orang yang pergi umrah adalah tamu penting Allah.” (H.R. Ibnu Mājah)
KELIMA, orang yang berumrah itu doanya mustajab
Sebagai konsekuensi bahwa orang berumrah atau berhaji itu tamu penting Allah, maka jika mereka berdoa, sudah pasti Allah akan mengabulkan. Seperti saat kita memuliakan seorang tamu penting, lalu beliau butuh sesuatu seperti sabun, cermin, air minum, selimut hangat dan semisalnya maka kita akan bersegera memenuhinya. Ibnu Mājah meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang mengerjakan ibadah haji dan umrah adalah para delegasi Allah. Allah memanggil mereka dan mereka menjawab panggilan-Nya. Mereka meminta kepada Allah, maka Dia memberikan permintaan mereka.” (H.R. Ibnu Mājah)
Redaksi lain dalam Sunan Ibnu Mājah berbunyi sebagai berikut,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ, sesungguhnya beliau bersabda: “Orang-orang yang haji dan orang-orang yang pergi umrah adalah tamu penting Allah, jika mereka berdo’a kepada-Nya, niscaya Ia akan mengabulkan mereka, dan jika mereka meminta ampun, niscaya Ia akan mengampuni mereka.” (H.R. Ibnu Mājah)
KEENAM, diberi pahala sesuai kadar capek dan kadar nafkah.
Orang berumrah sudah tentu mengeluarkan uang untuk biaya akomodasi, dan lain-lain. Semakin jauh negeri asalnya maka semakin besar biayanya. Semakin letih dan capek pula memenuhi panggilan Allah ke tanah suci itu. Nah, semua biaya yang dikeluarkan orang yang berumrah dan segala letih yang dirasakannya itu ternyata semua terbayarkan. Karena Allah akan memberi pahala sesuai kadar nafkah dan kadar letihnya. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ummul Mukminin ia berkata: Saya berkata: “Wahai Rasulullah, orang-orang menunaikan dua ibadah sementara saya hanya satu ibadah.” Beliau bersabda: “Jika kamu telah suci, maka keluarlah ke Tan’im dan berihramlah (untuk umrah), kemudian temuilah kami di tempat ini dan ini –saya menduga bahwa beliau mengatakan– esok hari, tetapi pahala umrahmu itu sesuai dengan kadar keletihanmu -atau beliau berkata- (sesuai kadar) nafkahmu.” (H.R. Muslim)
Riwayat senada ada dalam al-Mustadrak dengan redaksi sebagai berikut,
Artinya,
“Dari Aisyah r.a. bahwasanya Nabi ﷺ bersabda kepadanya terkait umrahnya, ‘Pahalamu dalam umrahmu itu sesuai kadar nafkahmu.” (H.R. al-Ḥākim)
KETUJUH, pahalanya setara jihad.
Ini kabar gembira luar biasa bagi orang yang berumrah. Ternyata pahala umrah itu tidak main-main. Rasulullah ﷺ menyamakannya dengan jihad. Padahal sudah diketahui pahala jihad yang luar biasa seperti diampuni seluruh dosanya, masuk surga tanpa hisab, berhak memberi syafaat untuk keluarga dll.
Ini adalah bentuk rahmat luar biasa bagi orang yang tidak ikut jihad karena ada uzur semisal sakit, cacat, melaksanakan fardu kifayah yang lebih penting, terkena taklif lain pengganti jihad, masih anak-anak, atau karena dia wanita yang tidak wajib jihad. Hanya dengan berumrah, maka ibadahnya tersebut sudah dihitung seperti jihad. Al-Nasā’ī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah dari Rasulullah ﷺ , beliau bersabda: “Jihad orang yang sudah tua, anak kecil, orang yang lemah dan seorang wanita adalah melakukan haji dan umrah.” (H.R. al-Nasā’ī)
Lebih-lebih wanita. Jihadnya wanita memang umrah dan haji. Ahmad meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Aisyah beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah wanita mempunyai kewajiban jihad? Beliau bersabda: “Ya. Bagi mereka wajib berjihad, tetapi bukan berperang melainkan haji dan umroh.” (H.R. Ahmad)
KEDELAPAN, umrah menghapus dosa.
Hadis sahih menegaskan bahwa berumrah itu menghapus dosa. Lebih-lebih jika bisa berumrah minimal dua kali saat di tanah suci. Sebab Rasulullah ﷺ mengajarkan antara satu umrah dengan umrah lainnya itu menghapus dosa di antara keduanya. Al-Bukhārī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Umrah ke umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (H.R. al-Bukhārī)
Riwayat Muslim juga menegaskan bahwa orang yang mengunjungi Kakbah baik untuk haji maupun umrah, maka dia akan kembali seperti bayi yang dilahirkan tanpa dosa. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang mendatangi Baitullah ini (untuk haji atau umrah) tanpa merusaknya dengan perbuatan dan perkataan kotor, serta tidak berbuat maksiat, maka dia kembali pada keadaannya seperti baru lahir (bersih dari dosa).”H.R. Muslim)
KESEMBILAN, mati dalam keadaan berumrah maka pahalanya mengalir terus hingga kiamat.
Kabar gembira dahsyat lainnya adalah jika orang wafat dalam keadaan berumrah atau berhaji, maka dia akan mendapatkan pahala amal jariyah, yakni mengalir terus pahala umrah atau hajinya sampai hari kiamat. Abū Ya’lā meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barangsiapa keluar untuk berhaji lalu mati maka Allah akan mencatat pahala orang berhaji sampai hari kiamat. Barangsiapa keluar untuk berumrah lalu mati maka Allah akan mencatat pahala orang berumrah sampai hari kiamat. Barangsiapa keluar untuk berjihad di jalan Allah lalu mati maka Allah akan mencatat pahala orang berjihad sampai hari kiamat.” (Musnad Abū Ya’lā juz 11 hlm 238)
1 Sya’ban 1444 H / 21 Februari 2022 pukul 20.39