Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Sai (السَّعْيُ), yakni berlari-lari kecil di antara bukit Safa dan Marwa sebanyak tujuh kali adalah rukun dalam haji dan umrah.
Dikatakan rukun berarti ia pilar haji dan umrah yang tidak boleh ditinggalkan.
Jika sampai tidak dilakukan atau dilakukan tetapi tidak sempurna (misalnya kurang satu langkah), maka hajinya atau umrahnya tidak sah.
Karena ia rukun haji dan umrah, berarti tidak bisa ditambal dengan membayar dam (menyembelih kambing misalnya). Ini yang membedakan antara rukun haji/umrah dengan wajib haji/umrah. Wajib haji/umrah itu jika tidak dilakukan maka ibadahnya tetap sah, tapi wajib membayar dam. Adapun rukun haji/umrah, jika tidak dilakukan maka ibadahnya tidak sah dan tidak bisa diperbaiki dengan membayar dam.
Contoh wajib haji/umrah adalah berihram dari mīqāt.
Jika orang datang ke tanah suci lewat Madinah, mestinya dia berihram dari Żul Ḥulaifah (ذُوْ الحُلَيْفَةِ) atau yang zaman sekarang disebut dengan Bir Ali. Tetapi jika dia berihram dari Jakarta misalnya, atau berihram dari Tan‘īm, atau dari al-Ji‘rānah atau dari al-Ḥudaibiyah atau tempat-tempat manapun yang sudah melewati mīqāt, maka haji/umrahnya tetap sah. Hanya saja dia wajib membayar dam karena tidak melaksanakan wajib haji/umrah.
Berbeda jika orang sengaja tidak melakukan sai, atau melakukan sai tetapi tidak lengkap. Dalam kondisi tersebut haji/umrahnya tidak sah karena dia telah meninggalkan rukun.
Taḥallul apapun baik dalam prosesi haji maupun umrah yang meninggalkan sai maka dianggap tidak sah taḥallul-nya.
Dalil yang menunjukkan sai itu rukun yang harus dilakukan adalah sabda Rasulullah ﷺ berikut ini,
Artinya,
“Ber-sai-lah kalian, sebab Allah mengharuskan sai kepada kalian.” (H.R. Ibnu Khuzaimah)
Al-Nawawi berkata,
Artinya,
“Mazhab kami (mazhab al-Syāfi‘ī) memandang sai adalah rukun di antara rukun-rukun haji dan umrah yang tidak sempurna kedua ibadah tersebut kecuali dengannya. Sai tidak bisa ditambal dengan membayar dam. Walaupun sai hanya kurang satu langkah, maka tidak sempurna haji (/umrah)nya dan tidak bisa ber-taḥallul dari ihramnya. Ini adalah ijtihad Aisyah, Mālik, Isḥāq, Abū Tsaur, Dāwūd dan Aḥmad dalam satu riwayat.” (Al-Majmū‘ juz 8 hlm 77)
CATATAN
Berihram dari Tan‘īm, atau dari al-Ji‘rānah atau dari al-Ḥudaibiyah dikatakan melanggar kewajiban haji/umrah jika dia termasuk ufuqī (bermukim di luar Mekah).
Jika orang bermukim di Mekah, atau dia sudah selesai umrah/haji lalu ingin berumrah lagi, maka berihram dari Tan‘īm, atau dari al-Ji‘rānah atau dari al-Ḥudaibiyah tidak dikatakan melanggar kewajiban haji/umrah.
6 Sya’ban 1444 H / 26 Februari 2022 pukul 10. 21