Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Remuknya hati dan merasa hina setelah melakukan dosa lebih baik daripada perasaan bangga setelah melakukan amal saleh.”
***
Hisyām bin Ḥassān berkata,
Artinya,
“Dosa yang merisaukanmu lebih baik daripada kebaikan yang membuatmu bangga.” (‘Uyūn al-Akhbār juz 1 hlm 384)
Dalam Nahju al-Balāgah, ucapan di atas dinisbahkan kepada Ali bin Abū Ṭālib.
***
Jika bangga setelah melakukan amal saleh saja tercela, maka bangga dengan kemaksiatan jauh lebih buruk dari itu.
Bangga setelah berbuat maksiat adalah jenis kesombongan terburuk. Watak Iblis. Jika sampai diceritakan tanpa malu, atau kemaksiatannya dilakukan terang-terangan maka pelakunya sudah tidak berhak dilindungi kehormatannya. Boleh disebut namanya dan boleh diceritakan detail aibnya untuk mencegah orang-orang terjatuh pada keburukan yang sama.
Bagaimana jika merasa senang setelah melakukan amal sholeh, terus memuji Allah dengan ucapan misalnya فضلا من الله ونعمة?
Bahagia atas nikmat Allah karena bisa beramal saleh lalu memuji-Nya justru ekspresi bersyukur.
Yang salah adalah bangga dan merasa istimewa setelah melakukan amal saleh. Apalagi jika didahului dengan melihat sekeliling banyak yang lalai, lalu kita merasa istimewa dan merasa berjasa dihadapan Allah. Merasa seakan-akan merasa orang baik, dicintai Allah, istimewa di sisi-Nya dan layak jadi teladan bagi orang lain. Itu adalah bentuk ujub yang buruk dan tipu daya iblis.
Tidak boleh hamba beriman menyetujui perasaan seperti ini, karena dia tidak tahu amal salehnya diterima Allah ataukah tidak.
9 Sya’ban 1444 H / 1 Maret 2022 pukul 20. 24