Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Prinsipnya, membaca Al-Qur’an itu amal saleh, baik di luar salat maupun di dalam salat.
Hanya saja membaca Al-Qur’an di dalam salat lebih utama daripada di luar salat.
Hal ini bermakna, merutinkan wirid/kebiasaan tilawah di dalam salat lebih dianjurkan daripada di luar salat. Alasannya, tilawah di dalam salat jelas menggabung dua ibadah yakni salat dan membaca Al-Qur’an. Jadi, itu membuat tilawah di dalam salat menjadi lebih utama daripada tilawah di luar salat.
Selain itu, ada hadis sepesifik yang menunjukkan keutamaan tilawah di dalam salat. Kata Nabi ﷺ, satu ayat yang kita baca di dalam salat itu lebih baik daripada seekor unta gemuk besar yang sedang hamil. Mungkin kalau di zaman sekarang perumpamaannya adalah satu ayat Al-Qur’an yang kita baca dalam salat itu lebih bernilai dan lebih berharga daripada kita mendapatkan sebuah mobil sedan mewah yang baru! Muslim berkata,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Apakah salah seorang dari kalian suka, bila ia kembali kepada isterinya akan mendapatkan tiga ekor unta yang sedang bunting lagi gemuk-gemuk?” Kami menjawab, “Ya.” Beliau bersabda: “Tiga ayat yang dibaca oleh salah seorang dari kalian di dalam salatnya adalah lebih baik daripada ketiga ekor unta yang bunting dan gemuk itu.”(H.R. Muslim)
Ada juga riwayat dengan sanad daif yang menegaskan bahwa tilawah di dalam salat itu lebih utama daripada tilawah di luar salat. Diriwayatkan Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Membaca Al-Qur’an di dalam salat lebih utama daripada membaca Al-Qur’an di luar salat.” (Syu‘abu al-Īmān, juz 3 hlm 518)
Lagipula, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa salat yang paling utama adalah salat yang durasi berdirinya panjang. Tilawah di dalam salat akan membuat durasi berdiri menjadi panjang. Jadi, tilawah dalam salat merealisasikan sifat berdiri lama dalam salat yang dipuji Nabi ﷺ.
Selain itu, mengusahakan untuk mendirikan salat setiap kali ada keinginan tilawah juga akan memaksa kita untuk memperbanyak salat sunah. Jadi, jelas bahwa tilawah di dalam salat akan semakin memperbanyak kebaikan.
Lagipula, syariat salat sendiri menjadikan tilawah sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan salat. Ada yang diwajibkan dibaca yakni Surah Fatihah. Ada pula yang disunahkan dengan kuantitas tak terbatas, yakni ayat Al-Qur’an yang dibaca setelah Surah Fatihah pada rakaat pertama dan kedua. Syariat ini secara implisit memang menginginkan kita membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknya di dalam salat.
Lagipula, dalam Surah Fatihah yang wajib kita baca itu ada ayat permohonan supaya diberi petunjuk. Yakni ayat “ihdināṣṣirāṭal mustaqīm”. Tidak ada bentuk pengabulan paling cepat dari Allah untuk menganugerahi petunjuk selain melalui pintu tilawah Al-Qur’an. Yakni, saat kita selesai membaca Surah Fatihah, lalu kita membaca Al-Qur’an, maka kita bisa berharap akan diajari Allah dengan ilmu-ilmu baru saat membaca Al-Qur’an dengan penuh tadabbur.
Lagipula, tilawah di dalam salat juga lebih sakral dan bisa terbantu lebih serius karena dilakuakn dalam konteks menghadap Allah secara langsung dan dalam suasana seluruh perhatian kita wajib untuk Allah.
Ibnu Baṭṭāl berkata,
Artinya,
“Al-Tsaurī berkata, ‘Kami mendengar bahwa membaca Al-Qur’an di dalam salat itu lebih utama daripada membacanya di luar salat’.” (Syarḥ Ibn Baṭṭāl juz 10, hlm 267)
Tamām al-Dimasyqī berkata,
Artinya,
“Ibadah terbaik untuk Allah azza wajalla adalah membaca Al-Qur’an di dalam salat. Ibadah berikutnya yang nilainya di bawahnya adalah membaca Al-Qur’an di luar salat.” (al-Fawā’id juz 1 hlm 131)
Ibnu Taimiyyah berkata,
Artinya,
“Membaca Al-Qur’an di dalam salat lebih utama daripada diluar salat.” (Majmū’ al-Fatāwā, juz 23 hlm 282)
Bahkan, kata al-Gazzālī, amalan tilawah dalam salat saat berdiri yang disertai tadabbur itu menghimpun seluruh 6 macam amalan sālik! Al-Gazzālī berkata,
Artinya,
“Ketahuilah bahwasanya membaca Al-Qur’an di dalam salat dalam keadaan berdiri dengan disertai tadabbur itu menghimpun semuanya -6 amalan sālik- (Iḥyā’ Ulūmiddīn juz 1 hlm 348)
***
Konsekuensi memilih tilawah di dalam salat adalah salah satu di antara dua. Pertama, durasi salatnya akan lebih panjang. Kedua, kuantitas salatnya akan meningkat dan ter-eskalasi secara drastis.
Jika seseorang memilih pilihan yang pertama, berarti dia akan memanjangkan waktu berdirinya. Sebab, Al-Qur’an hanya boleh dibaca saat berdiri dalam salat. Tidak boleh dibaca saat rukuk dan sujud. Salat yang waktu berdirinya paling lama adalah salat yang paling baik. Salat seperti ini merealisasikan perintah Nabi ﷺ untuk melakukan ṭūlul qunūt (طُوْلُ القُنُوْتِ), yakni lama dalam berdiri.
Jika seseorang memilih pilihan yang kedua, berarti mau tidak mau dia harus belajar macam-macam salat sunah. Sebab tidak mungkin bisa banyak membaca Al-Qur’an jika hanya mengandalkan salat wajib yang “hanya” 5 kali dalam sehari. Mau tidak mau dia harus belajar fikih salat qabliyyah-ba’diyyah, salat witir, salat tahajud, salat tarawih, salat duha, salat tasbih, salat tahiyatul masjid, salat antara azan dengan iqamah, salat sunah wudu, salat mutlak dll. Kebiasaan salat sunahnya tiap hari bisa puluhan rakaat.
Ini pula yang mungkin bisa menjelaskan bagaimana sejumlah ulama besar di zaman dulu selalu merutinkan salat sunah setiap hari sampai ratusan rakaat. Yakni saat mereka sudah sangat menikmati tilawah Al-Qur’an. Selalu rindu dengan membaca Al-Qur’an. Selalu kangen momen “berbicara” dan mendapatkan nasihat Allah melalui kalam-Nya. Selalu menunggu-tunggu ilham, ilmu dan hikmah baru yang dituangkan Allah ke dalam hatinya setiap kali melakukan tilawah.
Saya bahkan menduga, para mujtahid mutlak itu banyak mendapatkan ilham istinbat hukum terutama sekali saat tadabbur tilawah dalam salat. Hanya Allah yang tahu. Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan,
Artinya,
“Al-Syāfi‘ī mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadan 60 kali. Semua itu dilakukan di dalam salat.” (Ādābu al-Syāfi‘ī wa Manāqibuhū)
12 Zulkaidah 1444 H/ 1 Juni 2023 pukul 10.30