Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara hal menarik terkait sejarah pernikahan Rasulullah ﷺ adalah begitu mudahnya proses. Tidak perlu drama dan lebay-isasi. Semuanya mudah. Jika mengiyakan juga mudah. Jika menolak juga dilakukan secara sederhana. Jika membatalkan juga mudah. Semuanya dilakukan dengan ma’ruf. Kesan seperti ini akan kita rasakan jika kita mempelajari kisah pernikahan Rasulullah ﷺ dengan Khadijah, Aisyah, Saudah, Hafṣah, Juwairiyah dll.
Termasuk kisah pinangan Rasulullah ﷺ sebelum dengan Khadijah.
Di masa muda, ada riwayat di mana Rasulullah ﷺ ingin menikah dengan Ummu Hāni’ (Fākhitah binti Abū Ṭālib), sepupu beliau sendiri. Sempat melamar malahan. Ummu Hāni’ pun juga mencintai Rasulullah ﷺ. Tapi setelah tahu kehendak pamannya ingin menikahkan dengan lelaki lain, Rasulullah ﷺ memutuskan mundur. Tidak ada drama “perjuangan cinta”, apalagi kawin lari. Tidak ada kesan dunia hancur gara-gara “kasih tak sampai” itu.
Begitu Ummu Hāni’ menjanda dan ada kesempatan lagi untuk dinikahi, Rasulullah ﷺ meminang lagi. Ummu Hāni’ minta waktu untuk membesarkan anak yang masih kecil dulu karena khawatir tidak bisa melayani Rasulullah ﷺ dengan ideal. Rasulullah ﷺ mempersilakan. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah bahwa Nabi ﷺ meminang Ummu Hani binti Abu Thalib. Lalu dia berkata: ‘Ya Rasulullah, Sesungguhnya aku sudah tua dan aku sudah mempunyai beberapa anak.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda: Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah … Lalu perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Yunus.- Namun dia berkata: ‘Yang paling sayang kepada anaknya ketika masih kecil.’ (H.R. Muslim)
Tapi justru karena proses “mengiyakan” yang molor dan lama itu, justru setelah itu diriwayatkan Rasulullah ﷺ yang membatalkan dan menolak Ummu Hāni’.
Ketika Ummu Hāni‘ sudah membesarkan anaknya dan menyatakan siap, maka komentar Rasulullah ﷺ justru menolak lembut; “ammal ān falā” (kalau sekarang, (maaf) sudah tidak lagi).
Ini bukan masalah PHP. Apalagi balas dendam. Dalam riwayat disebutkan penyebab penolakan tersebut adalah karena sudah turun ayat yang membuat Ummu Hāni’ yang awalnya masuk kriteria, tapi setelah turun ayat tersebut menjadi tidak masuk kriteria sehingga tidak halal lagi menjadi istri Rasulullah ﷺ.
Semuanya selesai dengan sederhana.
Begitu mudah.
Tidak ada drama, tidak ada sakit hati, tidak ada dendam.
Tetap saling menghormati.
Tetap saling mencintai karena Allah.
Seakan-akan proses pernikahan Rasulullah ﷺ itu sekaligus mengajari kepada kita jangan pernah membesar-besarkan perkara duniawi. Tidak mendramatisasi cinta.
Suka orang boleh.
Jatuh cinta tidak terlarang.
Lamar baik-baik.
Tawarkan diri baik-baik.
Jika diterima, alhamdulillah. Jika ditolak, tetap pujilah Allah karena semua ketentuan Allah pasti baik.
Jika proses gagal tetap hormati masing-masing. Tidak perlu menjelek-jelekkan. Tidak perlu pamer-pamer karena pernah diminta fulan atau fulanah. Ucapkan kalimat yang baik-baik saja. Lalu move on lah. Lanjutkan kehidupan. Teruskan amal saleh.
Sampai bertemu Allah!
24 Zulkaidah 1444 H/ 13 Juni 2023 pukul 19.47