Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
“Sebagian hamba ada yang levelnya cukup menyelamatkan diri.”
“Sebagian lain, Masya Allah levelnya sudah jadi teladan.”
***
Jika seorang hamba salatnya bagus dan khusyu’ maka itu sudah cukup menyelamatkan dirinya. Allah berfirman,
Artinya,
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yakni orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.” (Q.S. al-Mukminun: 1-2)
Tapi untuk menjadi teladan bagi hamba yang lain, maka dia harus punya sifat tangguh/tabah. Tidak mudah berkeluh kesah. Harus punya sifat ṣabr (الصبر) yakni sifat tangguh, tabah nan konsisten. Allah berfirman,
Artinya,
“Aku jadikan di antara mereka sebagai panutan melalui perintah-Ku ketika mereka bisa tangguh.” (Q.S. al-Sajdah: 24)
Tangguh dan konsisten melakukan ketaatan.
Tangguh dan konsisten melawan godaan maksiat.
Tangguh dan tabah saat ditimpa musibah, kesusahan dan takdir-takdir menyakitkan.
Al-Tūfī berkata,
,
Artinya,
“Allah azza wa jalla berfirman, ‘waja‘alnā minhum a’immatan yahdūna bi amrinā lammā ṣabarū,’ dan Allah tidak berfirman lammā ṣallū–ketika mereka salat.” (al-Ta‘yīn juz 1 hlm 180)
Anda bisa melihat, hamba-hamba saleh yang biografi hidupnya sampai “dikepoin”, didokumentasikan, divalidasi, diceritakan, dan disebut-sebut untuk diteladani adalah hamba-hamba yang sudah pasti memiliki sifat ṣabr, tangguh dan tabah luar biasa.
Sehingga Allah berkehendak kehidupan pribadi mereka diketahui umat supaya menjadi teladan bagi semuanya.
Biografi Rasulullah ﷺ ditulis hingga berjilid-jilid kitab.
Demikian pula khulafa rasyidin, 10 Sahabat yang dijamin masuk surga, para tabiin saleh, imam 4 mazhab, kompilator kutub sittah, al-Nawawi, Ibnu Taimiyyah, dan ulama-ulama besar lainnya.
***
Adapun maksud khusyuk, maka ia adalah kondisi hati di mana seseorang sangat menghormati sesuatu sampai pada taraf menghinakan diri dan merasa rendah di hadapan sesuatu tersebut.
Perlu banyak ilmu dan banyak amal untuk mencapai kondisi tersebut. Karena itu adalah level ibadahnya para nabi, para Rasul dan para kekasih Allah.
Penjelasan lebih detail makna khusyuk bisa dibaca dalam artikel saya yang berjudul APA ITU KHUSYU?
Untuk salat dengan punya anak, maka silakan salat sambil menggendong. Itu tidak masalah. Seperti Rasulullah ﷺ pernah salat sambil menggendung Umāmah, cucu beliau. Jadi tidak harus saat salat itu anak ditinggal. Jadi, seorang ibu tetap bisa salat dengan khusyuk walaupun punya anak.
***
Hanya saja, terkadang ada orang yang sudah rajin salat, sudah ngaji, bersedekah dengan nilai tinggi dan lain-lain tetapi dia terperosok juga dalam perzinaan. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut;
Jangankan yang “hanya” rajin salat, selalu berjamaah, sudah “ngaji” dan sedekah dengan nilai besar, ahli ibadah besar dan hidup uzlah yang jauh dari perempuan saja bisa terfitnah juga dengan perempuan.
Di tafsir al-Qurṭubī ada kisah tentang ahli ibadah yang bernama Barṣīṣā (بِرْصِيصَا).
Ibadahnya konon 70 tahun tidak pernah bermaksiat sekejap matapun kepada Allah.
Kehebatan ibadahnya sampai dikagumi setan-setan dan Iblis, hingga dibuat “scheme” khusus untuk menariknya dalam perzinaan.
Ceritanya panjang, tapi ringkasnya jebol juga pertahanan sehingga terperosok juga dalam perzinaan.
Kisah ini menunjukkan bahwa tidak boleh siapapun merasa aman dari fitnah perzinaan.
Sehebat apapun din dan amal kita.
Penyebab orang terperosok dalam dosa besar itu bisa bermacam-macam.
Bisa jadi dia melakukan dosa hati yang tidak kelihatan, semisal merasa diri istimewa dibandingkan kaum muslimin yang lain, merasa diri layak jadi teladan, merasa diri layak jadi inspirasi bagi kaum muslimin dan semisalnya. Yang seperti ini dosa besar tapi tidak kelihatan dan halus sekali. Karena termasuk istikbār dan ujub. Allah benci sekali sehingga dengan dosa hati semacam itu Allah menghukum dengan dibiarkan terperosok pada dosa besar semacam zina, lalu ditampakkan kepada hamba Allah yang lain supaya dirinya sadar bahwa dia bukan siapa-siapa di hadapan Allah. Juga agar jadi pelajaran bagi hamba Allah yang lain bahwa orang tersebut tidak layak dijadikan teladan dalam perjalanan menuju Allah. Seakan-akan Allah menasihatinya,
“Jangan merasa diri sebagai orang besar. Sesungguhnya levelmu itu bukan menjadi teladan bagi hamba-Ku yang lain. Tapi levelmu hanyalah berjuang untuk menyelamatkan dirimu sendiri.”
Bisa juga dosa yang lain yang pernah dilakukannya adalah mencibir muslim yang terperosok dalam perzinaan. Ini juga jenis takabur dan merasa aman dari makar Allah. Dosa hati yang termasuk dosa besar. Mencibir dosa mukmin itu peluangnya besar untuk terjatuh pada kesalahan yang sama jika tidak segera bertobat.
Bisa juga dia meremehkan dosa-dosa kecil.
Misalnya matanya sering melihat aurat dan melihat yang tidak halal.
Mungkin dia merasa itu dosa kecil, sehingga meremehkannya dan tidak bersegera bertaubat darinya.
Dosa seperti itu lama-lama menumpuk dan menjadi “bensin” untuk lebih berani lagi daripada sekedar melihat.
Dari melihat yang haram, maka jarinya lebih ringan saat kontak chat medsos dengan wanita yang tidak halal untuk interaksi yang melampaui batas.
Ketika gayung bersambut, maka saling senyum, saling sapa, saling tertawa, saling merayu, saling menggoda.
Lalu akhirnya kopi darat.
Akhirnya terjadilah perzinaan.
Kisah Barṣīṣā itu intinya juga karena meremehkan dosa kecil.
Diawali pandangan, lalu ngobrol, lalu mulai berani menyentuh, akhirnya berzina.
28 Zulkaidah 1444 H/ 17 Juni 2023 pukul 10.39