Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Siapakah di antara kita yang amalannya sanggup menyusul Abū Hurairah?
Di riwayatkan setiap hari beliau beristighfar sebanyak 12.000 kali! Abū Nu’aim meriwayatkan,
Artinya,
“Abū Hurairah berkata, ‘Sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya setiap hari 12.000 kali dan itu adalah kadar diyatku atau kadar utangku–kepada Allah.” (ḥilyatu al-Auliyā’, juz 1 hlm 383)
Riwayat lain menyebutnya tasbih sebanyak 12.000 setiap hari, seharga dengan tebusan jiwa.
Maksud seharga dengan tebusan jiwa adalah terkait dengan diyat/tebusan untuk kejahatan pembunuhan.
Ada riwayat bahwa diyat pembunuhan adalah sebesar 12.000 dirham. Abū Dāwūd meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu ‘Abbās bahwasanya seorang lelaki dari bani ‘Adī terbunuh. Maka Rasulullah ﷺ menjadikan diyatnya 12.000.” (H.R. Abū Dāwūd)
Jadi Abu Hurairah itu merasa melakukan banyak kejahatan kepada Allah sampai level merasa dirinya layak dibinasakan dengan cara dimasukkan ke dalam neraka, lalu beliau “menebus” dirinya dengan “membayar” 12.000 istighfar atau tasbih dalam riwayat yang lain.
CATATAN
Menetapkan amalan rutin agar istikamah pada amal yang dalilnya muthlaq itu tidak masalah. Misalnya membiasakan membaca Qur’an setiap subuh. Walaupun tidak ada riwayat Rasul dan Sahabat melakukan. Karena ada dalil umum yang menganjurkan tilawah sebanyak-banyaknya. Termasuk zikir. Itu yang dinamakan ulama dengan sebutan hizb (الحزب).
Yang tidak boleh adalah mengkonsep kaifiyyah baru yang bertentangan dengan kaifiyyah yang sudah diajarkan dalam dalil. Misalnya membaca Alquran saat rukuk dan sujud dalam salat.
Kebolehan menetapkan hizb, wird dan wazifah saya temukan dalam banyak penjelasan ulama. Adapun yang mengharamkannya atau menganggapnya sebagai bid’ah, nampaknya perbedaan pendapatnya pada aspek yang sangat tipis dan hampir susah untuk mengontrolnya, yakni saat menganggap itu sebagai sunah seraya meninggalkan zikir ma’sur sahih dari Nabi. Jadi, kondisi terbaiknya adalah menilainya sebagai khilafiyyah. Atau hanya sekedar miskomunikasi antar pendapat yang berbeda.
Penetapan pembiasaan ini penting untuk melatih jiwa agar terbiasa tunduk untuk beramal saleh. Adapun hamba-hamba yang sudah kuat jiwanya, yakni yang mayortitas ilhamnya adalah amal saleh, dan zikirnya sudah seperti ilham bernafas, maka penghitungan angka istigfar barangkali sudah tidak dibutuhlkan.
17 Zulhijah 1444 H/ 5 Juli 2023 pukul 03.59