Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara sifat Qārūn itu kalau dinasihati kemungkarannya, dia mbantahnya kira-kira gini,
“Aku bersikap begini itu ya ada dasarnya.”
“Ada dalilnya.”
“Saya lebih tahu daripada Anda dalam urusan ini.”
Allah menceritakan sikap Qārūn dalam Al-Qur’an sebagai berikut,
Artinya,
“Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (karunia Allah) itu semata-mata atas dasar ilmu yang ada padaku.” (Q.S. al-Qaṣaṣ: 78)
***
Orang awam barang kali tidak bisa membantah dalil-dalil atau argumentasi orang yang punya sifat seperti Qārūn itu.
Tetapi Allah tetap memberi tanda kebatilannya.
Apa tandanya?
Sungguh beda, orang yang membela kepentingan Allah dengan kepentingan dirinya.
Sungguh beda, orang yang berusaha membesarkan nama Allah dengan menjaga “nama besar” dirinya sendiri.
Tetap beda, orang yang fokus mengejar akhirat dengan orang yang menginginkan “nama” di dunia.
Tetap tidak bisa disamakan, orang yang tulus ingin menunjukkan manusia ke jalan Allah dengan orang yang menjadikan dalil-dalil untuk kepentingan dirinya dan membela nama baiknya.
Oleh karena itu, Allah menegaskan bahwa ciri orang berada di jalan yang benar adalah mereka yang tidak menginginkan “nama” di dunia. Tidak butuh “harus selalu berada di depan”. Tidak berambisi mengejar ‘uluwwan fil arḍi”. Allah berfirman,
Artinya,
“Itulah Negeri akhirat yang Aku jadikan untuk orang-orang yang tidak menginginkan keluhuran di muka bumi.” (Q.S. al-Qaṣaṣ: 83)
3 Muharram 1445 H/ 21 Juli 2023 pukul 08.49