Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Kadang saya berfikir orang yang mengalami banyak peristiwa dalam hidupnya justru adalah orang yang paling berpeluang khusyuk dan merasakan kenikmatan salat.
Maksud banyak peristiwa adalah ujian.
Semakin banyak ujian dan semakin berat, entah ujian bahagia maupun susah, maka semakin berpeluang dia menghayati salatnya.
Adapun yang hidupnya lempang-lempeng saja, maka justru salatnya malah berpotensi kering. Karena dia tidak bisa mengontekstualisasikan makna salat dengan apa yang dialaminya.
Contoh, orang yang sadar dirinya pernah berdosa tapi sebal dengan kelemahan dirinya yang sering kalah oleh hawa nafsu akan lebih terasa butuhnya dia dengan doa iftitah yang berbunyi “Allāhumma bā’id bainī wabaina khaṭāyāya…”
Orang yang berduka karena cinta atau sedih karena disakiti orang, atau sedang ketakutan akan lebih terasa saat mengucapkan “Allahu akbar”.
Saat bingung betul salah satu persoalan agama, maka akan terasa betul ketika berdoa “ihdinaṣṣirāṭal mustaqīm”.
Saat sangat butuh harta, maka akan lebih bisa serius saat berdoa “warzuqnī…”
Dari sini kita bisa menduga bahwa di antara faktor yang menyebabkan Rasulullah ﷺ demikian bagus dalam salatnya adalah justru karena demikian banyaknya ujian yang beliau alami. Sebab manusia yang paling berat ujiannya adalah nabi dan rasul.
Tidaklah beliau selesai dari satu ujian melainkan beliau segera disambut ujian lainnya.
Karena itu, perintah Allah kepada beliau adalah fa iżā faragta fanṣab. Yakni setiap selesai satu amal, maka harus selalu siap dan berdiri tegak, berkerja keras dan berpayah-payah menerima ujian berikutnya. Siap naik kelas dan siap bekerja keras sampai bertemu Allah.
5 Muharram 1445 H/ 23 Juli 2023 pukul 06.05