Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Kata ma’a (مَعَ) termasuk isim.
Buktinya dia bisa ditanwin seperti dalam ungkapan nażhabu ma’an (نَذْهَبُ مَعًا).
Dari sisi fungsi ia termasuk ẓarf sehingga posisi sintaksisnya adalah nashob.
Terkadang menjadi ẓarf makan, terkadang juga menjadi ẓarf zaman, tergantung konteks.
Ia juga tergolong isim yang selalu diidafahkan, atau istilahnya al-ismu al-mulāzim lil iḍāfah.
***
Hanya saja dalam dialek kabilah Gunm (غُنْمٌ) dan Rabī‘ah (رَبِيْعَةُ), kata ini bisa disukun menjadi ma’ (مَعْ).
Jadi ma’ itu tidak selalu bentuk darurat syair. Tetapi bisa difahami sebagai bahasa Arab fasih, walaupun jarang didengar.
Al-‘Imrīṭī menggunakan ma’a dengan dialek Gunm/Rabī’ah dalam bait berikut ini,
Artinya,
“dan ulama-ulama besar memanfaatkan ilmunya (yakni ilmu dalam kitab al-Muqaddimah al-Ājurrūmiyyah itu), padahal Anda melihatnya tipis saja ukurannya.”
Bahasan seperti ini termasuk kajian i’rab dalam serial syarah saya terhadap nazham al-‘Imrīṭī.
Silakan selengkapnya di KANAL MUNTAHA. Atau di sini.
7 November 2023/ 22 Rabi’u al-Tsānī 1445 H pukul 19.22