Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Riyā’ (الرِّيَاءُ) itu sebenarnya analisis shorofnya bagaimana?
Jawabannya begini.
Aslinya ia dari kata ra’ā (رَأَى) yang bermakna “melihat”.
Lalu diubah ke wazan fā’ala (فَاعَلَ) menjadi rā’ā (رَاأَى) yang bermakna “memperlihatkan”.
Nah, wazan fā’ala (فَاعَلَ) itu jika dijadikan maṣdar di antara sigatnya adalah menjadi fi’āl (فِعَالٌ).
Misalnya kata qātala (قَاتَلَ), jika dimasdarkan menjadi qitāl (قِتَالٌ).
Demikian pula kata rā’ā (رَاأَى). Aslinya kata ini adalah rā’aya (رَاأَيَ). Ketika dimaṣdarkan maka menjadi ri’āyun (رِئَايٌ), lalu terkena hukum ibdāl sehingga yā’ di akhir kata berubah menjadi ri’ā-un (رِئَاءٌ).
Itulah sebenarnya maṣdar asli dari riya. Yakni ri’ā’(رِئَاءٌ). Sigat asli inilah yang dipakai dalam Al-Qur’an. Allah berfirman,
Setelah itu, mungkin karena seringnya disebut akhirnya untuk kepentingan meringankan (takhfif), maka hamzah diubah menjadi yā’ menjadi riyā’ (رِيَاءٌ).
***
Itu salah satu contoh kajian shorof dalam bait ke 18 nazham al-‘Imrīṭī.
Kajian lebih dalam silakan dinikmati di KANAL MUNTAHA. Atau di sini.
30 November 2023/ 17 Jumādā al-Ūlā 1445 H pukul 07.39