Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Lafaz (الكَلِمَةُ) yang biasa diterjemahkan “kata” bisa dibaca dengan 3 cara,
PERTAMA,
dibaca dengan wazan seperti nabiqah (النَّبِقَةُ). Jadi ia dilafazkan “kalimah” (الكَلِمَةُ). Ini dialek Hijāz dan inilah yang dipakai dalam Al-Qur’an.
KEDUA,
dibaca dengan wazan seperti sidrah (السِّدْرَةُ). Jadi ia dilafazkan “kilmah” (الكِلْمَةُ). Ini adalah dialek Tamim dan inilah yang dipakai al-‘Imrīṭī. Tamim termasuk kabilah Muḍar. Moyangnya bernama Tamīm bin Murr.
KETIGA,
dibaca dengan wazan tamrah (التَّمْرَةُ). Jadi ia dilafazkan “Kalmah” (الكَلْمَةُ). Ibnu Hisyām dalam Syarah Syużur al-Żahab juga menisbahkan dialek ini pada kabilah Tamim. Demikian juga Burhānuddīn al-Ahsā’ī . Ada yang berpendapat ini dialek Banī Lahyān .
Dengan demikian, ḍabt yang dipakai oleh al-‘Imrīṭī dalam bait ke 20, yakni melafalkan dengan al-kilmah termasuk bahasa Arab fasih. Bukan darurat syair. Sebagian santri yang tidak mengetahui hal ini keliru melafalkannya kalimah. Mungkin karena lebih familiar dengan ḍabṭ tersebut.
***
Itu adalah contoh pembahasan shorof bait ke 20 nazham al-‘Imrīṭī. Kajian lebih detail silakan dinikmati di KANAL MUNTAHA di Youtube. Atau di sini,
8 Desember 2023/ 25 Jumādā al-Ūlā 1445 H pukul 13.11