Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Masa jabatan seumur hidup itu ada plus minusnya.
Jika penguasanya seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan Umar bin Abdul Aziz maka negara akan berada dalam kebaikan selama puluhan tahun sampai sang penguasa wafat.
Tapi jika penguasanya jahat dan diktator, maka keburukan negara juga akan bertahan puluhan tahun, bahkan ratusan tahun sampai membentuk dinasti.
Adapun pembatasan masa jabatan seperti dalam sistem demokrasi, misalnya dibatasi 4 tahun atau 5 tahun dengan masa maksimal menjabat dua periode, maka itu juga ada plus minusnya.
Jika penguasanya jahat, maka kejahatannya tidak berlangsung lama. Bisa cepat diturunkan, atau setidaknya segera bisa diganti dalam pemilu sesudahnya.
Tapi kelemahannya adalah jika pemimpinnya pas baik, maka kebaikannya tidak bisa bertahan lama juga. Akan segera diganti pemimpin baru yang bisa jadi kualitasnya di bawah pemimpin lama.
Termasuk dampak buruk adalah program yang selalu berubah dan berganti-ganti hanya karena pertimbangan politik. Susah untuk melaksanakan keberlanjutan program yang baik.
Ambil contoh kasus Suharto. Pertama kali beliau menjadi pejabat presiden adalah pada tahun 1967. Baru pada tahun 1984 Indonesia mencapai swasembada beras. Artinya butuh waktu 17 tahun untuk menjalankan program baik Suharto di bidang pertanian!
Jika Suharto hanya berkuasa selama 5 tahun, maka belum tentu tahun 1984 Indonesia mencapai swasembada beras. Sampai waktu itu bisa bersedekah ke Afrika yang mengalami bencana lapar sebanyak 100.000 ton!
Para guru dan dosen juga seringkali mengalami dampak kebijakan yang terus berganti.
Begitu ganti menteri pendidikan, maka selalu berganti kebijakan. Akhirnya mengubah banyak hal di berbagai satuan pendidikan.
***
Nah, masa jabatan penguasa itu masuk perkara teknis ataukah syariat?
Saya memandang itu masuk perkara teknis. Bukan syariat.
Fakta bahwa Rasulullah ﷺ memimpin sampai wafat dan seluruh khalifah dalam sejarah Islam memimpin sampai wafat tidak bermakna itu syariat, tapi hanya fakta teknis. Sebagaimana teknisnya sistem Diwan di masa Umar.
Bukti besar bahwa masa jabatan itu soal teknis adalah tidak ada fukaha sepanjang masa dari empat mazhab yang mengkontruksi ijtihad terkait masa jabatan penguasa harus seumur hidup misalnya.
Jika itu memang syariat dan ada dalilnya, seharusnya semua fukaha 4 mazhab menjelaskannya.
Mustahil ribuan ulama selama ratusan tahun tidak tahu dalil seperti ini lalu mereka tersesat sepanjang masa, kemudian ada manusia di zaman kontemporer ini yang mengklaim menemukan dalilnya kemudian mewajibkannya lalu diklaim sebagai sistem pemerintahan Islam!
***
Karena ini masalah teknis, maka ia lentur saja.
Jika kaum muslimin pada satu masa memandang bahwa masa jabatan dibatasi itu yang terbaik, maka tidak ada halangan untuk menerapkannya.
Jika di masa yang lain memandang seorang penguasa lebih baik memerintah seumur hidup karena kesalehan dan kenegarawanannya yang tinggi, maka itu juga perkara yang baik.
21 Februari 2024/ 11 Sya’ban 1445 H pukul 08.54