Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Memang, semestinya kita sudah mulai harus membiasakan diri untuk serius memperhatikan nikmat-nikmat yang selama ini mungkin kita remehkan atau kita anggap “kecil”.
Untuk membantu lebih menghayati dan merasakan makna-makna bacaan salat kita.
Misalnya nikmat diingatkan orang untuk menaikkan standar sepeda motor.
Selama ini mungkin nikmat tersebut masih belum terlalu terasa sebagai nikmat.
Tapi begitu Allah memberi saya musibah kecelakaan beberapa bulan yang lalu, barulah terasa nikmat itu sebagai nikmat yang sungguh berarti.
***
Di suatu siang, akhir tahun 2023 kemarin, dengan maksud hendak menjemput anak ke sekolah, saya menyusuri jalan memakai sepeda motor.
Kecepatannya pelan saja, sekitar 30 Km/jam karena kebetulan jalannya masih bentuk cor, belum diaspal.
Lalu sekejap kemudian, tiba-tiba baliho kampanye salah satu caleg terjatuh ditiup angin pas di depan motor saya.
Tentu saja saya tidak punya waktu menghindar, karena baliho itu jatuh hampir tepat di depan muka saya.
Refleks saya mengerem mendadak, lalu sepeda terpelanting dan tubuh saya terbanting ke arah kanan. Lutut kanan membentur keras jalan cor, telapak tangan kanan tertindih sepeda sekaligus terseret entah seberapa jauh. Saya saksikan darah mengucur deras dari telapak tangan membasahi jalan.
Saya perlu waktu sekitar 2 bulan untuk pemulihan total semenjak kecelakaan tersebut.
Selama masih masa perawatan, wudu harus dibantu keluarga, salat hanya bisa dengan isyarat, kaki sama sekali tidak bisa digerakkan. Walaupun alhamdulillah tidak sampai patah tulang atau retak, tapi nampaknya luka memarnya cukup parah sehingga perlu waktu lebih sebulan untuk pemulihan.
***
Setelah peristiwa ini, nikmat-nikmat semisal jadi terasa lebih berarti.
Misalnya, saat saya naik naik sepeda model lama yang mesinnya tetap hidup walau standar belum dinaikkan.
Terkadang masih terlupa menaikkan standar saat hendak memacu sepeda. Beruntungnya hampir selalu ada orang yang melihat kemudian berteriak mengingatkan.
Saya bersyukur sekali.
Siapa yang menggerakan mata hamba Allah tersebut untuk melihat sepeda saya dan mengidentifikasi ketidak beresan lalu berteriak mengingatkan?
Tentu saja Allah.
Jelas itu adalah bagian dari rahmat Allah.
Saya membayangkan, andai tidak ada yang mengingatkan, lalu saya memacu sepeda kencang, kemudian miring sedikit ke arah kiri, bisa jadi saya jatuh terguling-guling di jalan mengulangi kecelakaan lagi. Lha wong baliho kampanye ukuran kecil dengan kecepatan sepeda rendah saja sudah sanggup membuat saya tergolek sampai 2 bulan di tempat tidur, bagaimana dengan standar sepeda yang lupa dinaikkan dengan kecepatan sepeda yang tinggi?
***
Memikir begini, akhirnya saat salat ternyata perasaan demikian sangat membantu untuk menghayati dan merasakan betul perasaan berterima kasih kepada Allah.
Saat mengucapkan “alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn” dalam bacaan surah Fatihah, terasa betul kebaikan Allah yang menggerakkan hati hamba untuk mengingatkan saya menaikkan standar sepeda motor supaya saya tidak celaka di jalan.
Tercampak pula pemahaman dalam hati, bahwa setiap kali kita salat dan mengucapkan “alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn”, yang terbaik nampaknya adalah menghayati nikmat terdekat yang terasa betul dalam hati di hari itu!
Sebab, tidak mungkin kita mengingat 10 nikmat dalam satu kali ucapan.
Jadi cukup satu saja agar lebih terasa, dan pilihlah nikmat yang terdekat.
***
Di antara kita mungkin bahagia sekali karena punya anak.
Ada yang bahagia karena lamarannya diterima atau dilamar lelaki idaman.
Ada yang bahagia karena masuk perguruan tinggi impian.
Ada yang bahagia setelah membeli barang baru.
Ada yang bahagia karena bisa membeli rumah.
Ada yang bahagia karena bisa umrah/haji.
Ada yang bahagia karena mendapatkan pekerjaan bagus.
Ada yang bahagia karena mendapatkan uang besar.
Ada yang bahagia karena dibuat Allah paham ilmu tertentu.
Apa pun itu.
Bahagia karena urusan dunia maupun akhirat.
Sekecil apa pun.
Walaupun “sekadar” nikmat dibuat hidup!
Walaupun “sekadar” nikmat diberi taufik bisa salat!
Itu yang benar-benar kita tanamkan dalam hati saat berterima kasih kepada Allah dalam ucapan “alhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn”.
Lalu, jika Allah menerima amal bersyukur kita, rasakan bagaimana Allah menambah nikmat bertubi-tubi di hari itu!
وَاجْعَلْنِيْ مِنَ اْلخَاشِعِيْنَ
“Ya Allah ajarilah aku nama-nama-Mu hingga aku menyembahMu dengan sebaik-baik penyembahan.”
“Jadikan aku termasuk orang-orang yang khusyuk.”
19 April 2024 / 10 Syawal 1445 H Pukul 10.28