Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Begitu seseorang berihram, maka dia telah memasukkan dirinya dalam kondisi sakral sehingga dia dilarang melakukan sejumlah hal misalnya memakai makhit (pakaian berjahit/membentuk badan) bagi lelaki, memakai cadar bagi wanita, memakai sarung tangan bagi wanita, memakai penutup kepala bagi lelaki, menyisir rambut, meminyaki rambut, memotong kuku, memakai parfum, bercumbu, berakad nikah, bersetubuh dan membunuh buruan.
Sampai kapan?
Jawabannya adalah SEUMUR HIDUP!
Maksudnya, selama dia belum melakukan tahallul, maka kondisi ihram itu akan berlangsung seumur hidup!
Dengan kata lain, begitu seseorang sah melakukan ihram, maka tidak ada batasan maksimal menyelesaikan umrah! Selama nyawa masih dikandung badan, maka waktu umrah masih tersedia!
Jika ada rukun yang ditinggalkan, maka tidak boleh ber-tahallul dan tetap harus melakukan rukun itu. Tidak peduli meninggalkan rukun itu karena lupa, sengaja, atau memang terhalang kondisi seperti datang haid, nifas dan semisalnya. Abū Syujā’ berkata,
Artinya,
“Barangsiapa meninggalkan rukun, maka dia tidak terlepas dari kondisi ihramnya hingga dia melaksanakannya” (Matn Abī Syujā’ hukum 20)
Kata al-Syirbinī, walaupun sudah berlalu waktu bertahun-tahun sejak meninggalkan rukun, maka tetap tidak bisa ihramnya terbatalkan dan umrahnya ter-cancel. Statusnya tetap berihram, tetap haram melanggar larangan ihram dan tetap wajib melaksanakan rukun tersebut. Al-Khaṭīb al-Syirbīnī berkata,
Artinya,
“Yakni melaksanakan yang ditinggalkan tersebut walaupun setelah bertahun-tahun.” (al-Iqnā’, juz 1 hlm 263)
Alasan mengapa tetap wajib melakukan rukun walaupun sudah berlalu bertahun-tahun semenjak ihram adalah karena ritual tawaf, sai dan mencukur rambut itu tidak ada batasan waktu akhir untuk melakukannya. Al-Khaṭīb al-Syirbīnī berkata,
Artinya,
“Sebab tawaf, sai dan mencukur rambut itu tidak ada batasan akhir untuk waktunya.” (al-Iqnā’, juz 1 hlm 263)
Fikih ini menunjukkan, berihram itu bukan perkara sembarangan. Walaupun Anda “hanya” berniat ihram, maka konsekuensinya berat. Yakni Anda terikat dengan kondisi sakral sehingga haram melakukan semua larangan ihram dan itu berlaku seumur hidup selama Anda belum melakukan tahallul.
Kira-kira berniat ihram itu seperti lelaki yang melakukan ijab-kabul dalam akad nikah. Begitu mengucapkannya, maka dia terikat dengan seluruh kewajiban seumur hidup selama nikah tidak dibubarkan.
Karena itu, berhati-hatilah kapan memutuskan untuk berihram. Seriuslah saat Anda melakukannya.
***
Adapun jika menetapkan syarat saat berihram, misalnya mengatakan, “Jika saya sakit maka saya ber-tahallul, maka syarat seperti ini sah. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Jika dia menetapkan sayar bahwasanya jika dia sakit maka ber-tahallul, maka ada dua pendapat. Jumhur berpendapat syaratnya sah.” (Rauḍatu al-Ṭālibīn, juz 3 hlm 173)
Jika tidak menetapkan syarat, lalu sakit maka wajib menunggu sembuh baru kemudian menuntaskan umrahnya. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Orang yang berihram tidak boleh ber-tahallul dengan alasan sakit. Bahkan dia wajib tabah hingga sembuh.” (Rauḍatu al-Ṭālibīn, juz 3 hlm 173)
“Ya Allah, berilah kami kemampuan untuk mengunjungi Rumah Suci-Mu untuk haji dan umrah.”
Ahad, 21 April 2024 / 12 Syawal 1445 H Pukul 19.14