Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Jika Anda pernah ke tanah suci untuk beribadah lalu Anda merasakan kerinduan untuk kembali lagi, maka itu wajar. Sejak zaman dulu banyak orang-orang beriman merasakannya. Di antara yang bersaksi demikian adalah Ibnu al-Jauzī. Beliau berkata,
Artinya,
“Bahwasanya seringnya mengunjungi (Mekah) tidak menambah kecuali rasa rindu saja sebagaimana pertemuan dengan yang dicinta tidak menambah api kangen kecuali semakin berkobar.” (Muṡīr al-‘Azmi al-Sākin, juz 1 hlm 56)
Hanya saja, jika Anda ingin sering-sering ke tanah suci setelah menunaikan haji wajib dan umrah wajib, maka pastikan dulu semua utang telah dilunasi. Sebab melunasi utang lebih wajib dan lebih utama daripada berumrah atau berhaji sunah.
Pastikan juga nafkah-nafkah wajib telah tertunaikan, baik pada keluarga inti maupun kerabat yang wajib kita sambung silaturahmi pada mereka. Sebab menunaikan nafkah fardu itu lebih wajib dan lebih utama daripada berumrah sunah atau haji sunah. Membangun rumah, membeli rumah, membayar kontrakan, menggaji pembantu yang dibutuhkan termasuk hal-hal yang harus didahulukan daripada umrah sunah atau haji sunah.
Pastikan juga nafkah-nafkah penting yang mendekati wajib juga ditunaikan semisal biaya pengobatan, biaya pendidikan, biaya membeli perabotan/alat-alat rumah tangga rumah yang dibutuhkan, biaya tafaqquh fiddin, biaya pernikahan jika sudah level khawatir berzina dan semisalnya. Sebab hal-hal semacam ini juga ditekankan para fukaha untuk dipenuhi dan diutamakan dalam berbagai pembahasan fikih semisal fikih zakat fitri, fikih kafarat dan fikih istiṭā‘ah untuk haji dan umrah dan semisalnya.
Jika ada kerabat yang susah dan membutuhkan bantuan finansial, maka utamakan membantu kerabat. Sebab sedekah kepada kerabat dalam kondisi dibutuhkan semacam itu adalah bentuk silaturahmi yang lebih utama daripada haji sunah atau umrah sunah.
Dalam kondisi pandemi, paceklik, musibah, bencana alam dan banyak orang menderita, maka utamakan membantu mereka dulu daripada berumrah berulang kali atau haji berulang kali, sebab banyak dalil yang menunjukkan bahwa kesunahan menolong orang menderita seperti itu lebih dikuatkan daripada kesunahan untuk berumrah berkali-kali atau haji berkali-kali.
***
Jika hal-hal tadi telah ditunaikan, lalu Allah masih memberikan kelonggaran harta pada Anda, juga diberi kesehatan dan kemampuan, maka usahakan selalu diagendakan untuk ke tanah suci menjalankan umrah atau haji minimal setiap 5 tahun sekali (riwayat lain setiap 4 tahun sekali). Sebab, ada hadis lugas yang menyebut angka 5 tahun sebagai batasan bagi orang yang sehat, kaya dan mampu untuk mengunjungi rumah Allah di tanah suci. Ibnu Ḥibbān meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abū Sa’īd al-Khudrī bawasanya Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Allah berfirman, ‘Sesungguhnya seorang hamba yang aku buat sehat badannya, dan kuluaskan penghidupannya, yang berlalu padanya waktu 5 tahun dan tidak datang kepada-Ku, sungguh benar-benar tercegah-mendapatkan kebaikan.” (H.R. Ibnu Ḥibbān)
‘Alī al-Qārī menegaskan bahwa haji (Muafa: atau umrah) bagi orang yang diberi kemampuan itu sunahnya dilakukan minimal setiap 5 tahun sekali. Beliau berkata,
Artinya,
“Orang yang mampu disunahkan untuk tidak meninggalkan haji setiap 5 tahun sekali.” (Mirqāt al-Mafātīḥ, juz 5 hlm 1748)
CATATAN
Status hadis yang berisi perintah mendatangi baitullah setiap 5 tahun sekali di atas diperselisihkan oleh pakar hadis. Al-Albānī menegaskan itu hadis sahih. Syuaib al-Arna‘ūṭ juga mensahihkannya. Mulla ‘Alī al-Qārī menghasankannya. Al-Haitsamī mengatakan perawinya adalah rijāl sahih.
“Ya Allah, berilah kami kemampuan untuk mengunjungi Rumah Suci-Mu untuk haji dan umrah.”
04 Mei 2024 / 25 Syawal 1445 pada 16.23