Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Jika kita terlambat mendengar berita wafatnya kerabat, guru, murid, tetangga, teman, atau siapapun yang kita kenal, atau kita tahu sejak awal berita wafatnya hanya saja masih ada uzur sehingga belum bisa menghadiri jenazahnya dan belum bisa mensalatinya, lalu kita baru bisa datang saat mayit sudah dikebumikan, maka salatlah dengan SALAT JENAZAH DI KUBURANNYA. Perbuatan seperti ini termasuk perbuatan makruf dan amal saleh. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Jika orang yang belum mensalatinya hadir setelah pemakamannya, lalu ingin mensalatinya di kuburan, atau mensalatinya di negeri lain (dengan salat gaib), maka itu boleh tanpa ada perselisihan.” (al-Majmū’, juz 5 hlm 247)
Dasarnya adalah perbuatan Rasulullah ﷺ saat mensalati Ummu Miḥjan di kuburannya setelah dimakamkan.
Ummu Miḥjan (versi lain: Miḥjanah) adalah wanita berkulit hitam yang miskin di antara kaum duafa Madinah. Kebiasaannya adalah menyapu Masjid Nabawi.
Orang seperti ini biasanya jika ada maka tidak dianggap dan jika tidak ada maka tidak dicari. Tapi Rasulullah ﷺ memberi perhatian khusus kepadanya di saat kebanyakan kaum muslimin tidak menganggapnya terlalu penting. Sebab wanita ini selain miskin dan lemah sehingga berhak lebih diperhatikan dan disayangi, beliau punya satu amalan penting yang disukai Nabi ﷺ yakni senang membersihkan masjid. Perbuatan Rasulullah ﷺ mensalati jenazah di kuburan setelah mayit dikebumikan menunjukkan salat jenazah dengan cara seperti ini adalah amal makruf yang sudah disepakati kebolehannya oleh para ulama. Al-Nasā’ī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu Syihab dia berkata: telah mengabarkan kepadaku Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif bahwasanya dia berkata: “Ada seorang wanita -miskin- yang tinggal di dataran tinggi sedang sakit parah, Rasulullah ﷺ bertanya kepada mereka tentang keadaannya dan bersabda: “Jika ia meninggal dunia, janganlah kalian menguburkannya hingga aku mensalatinya.” Kemudian ia meninggal dunia dan mereka membawanya ke Madinah setelah hari nampak gelap (setelah shalat ‘Isya), saat itu mereka mendapatkan Rasulullah ﷺ telah tidur, mereka sungkan untuk membangunkan beliau, lalu mereka mensalatinya dan menguburkannya di Baqi’ Al Gharqad. Saat pagi harinya mereka datang menemui Rasulullah ﷺ , lalu beliau bertanya kepada mereka tentang wanita itu. Mereka menjawab: “Ia telah dikuburkan wahai Rasulullah ﷺ , sungguh kami telah datang untuk menemui engkau, namun kami mendapatkan engkau sedang tidur, kami tidak enak membangunkan engkau, beliau bersabda: “Berangkatlah.” Lalu beliau berangkat dengan berjalan kaki dan mereka berjalan bersama beliau, hingga mereka memperlihatkan kuburannya kepada Nabi ﷺ. Lalu Rasulullah ﷺ berdiri dan mereka berdiri di belakang beliau, kemudian beliau melaksanakan shalat atasnya dan bertakbir empat kali.”” (H.R. al-Nasā’ī)
Jangan meremehkan mensalati jenazah di kuburan semacam ini. Karena bisa jadi ahli kubur itu dalam kegelapan. Begitu kita mensalatinya dan Allah menerima doa kita, maka Allah akan menerangi kubur tersebut. Begitulah yang disabdakan Rasulullah ﷺ setelah selesai mensalati Ummu Miḥjan. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah bahwa seorang wanita berkulit hitam atau seorang pemuda biasanya menyapu Masjid. Suatu ketika Rasulullah ﷺ kehilangan orang itu, sehingga beliau pun menanyakannya. Para sahabat menjawab, “Orang itu telah meninggal.” Beliau bersabda: “Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?” Sepertinya mereka menganggap remeh urusan kematiannya. Beliau pun bersabda: “Tunjukkanlah kepadaku di mana letak kuburannya.” Maka para sahabat pun menunjukkan kuburannya, dan akhirnya beliau menshalatkannya. Setelah itu, beliau bersabda: “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini telah dipenuhi kegelapan bagi penghuninya. Dan Allah benar-benar akan memberikan mereka cahaya karena salat jenazahku kepada mereka.”” (H.R. Muslim)
***
Adapun sampai kapan boleh mensalati mayit di kuburan setelah jenazah di kuburkan, maka saya mengikuti pendapat ulama yang mengatakan bahwa maksimal adalah sampai diperkirakan mayat dalam kuburan sudah hancur lebur. Jika mayat sudah diperkirakan hancur lebur maka tidak ada lagi syariat mensalati jenazah di kuburan sebagaimana Rasulullah ﷺ mensalati jenazah Ummu Miḥjan di kuburannya. Hal ini bermakna tidak ada syariat mensalati jenazah kuburan ulama yang sudah lama sekali wafat, termasuk tidak ada syariat mensalati jenazah Rasulullah ﷺ yang sudah lama wafat lebih dari 1000 tahun yang lalu. Wallahua‘lam.
07 Mei 2024 / 28 Syawal 1445 pada 20.19