Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Kajian rutin tiap pekan itu sebenarnya termasuk bid’ah. Misalnya kajian rutin jam sekian setiap hari Ahad atau Rabu atau Jumat. Sebab, Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukan kajian rutin dalam bentuk seperti itu. Kajian rutin Rasulullah ﷺ ya hanya khutbah jumat dan khutbah hari raya saja. Selain itu semua kajian, ceramah dan pidato Nabi ﷺ sifatnya insidental sesuai kebutuhan. Ibnu Rajab berkata,
Artinya,
“Sesungguhnya Nabi ﷺ tidak pernah menyediakan waktu khusus untuk menceramahi Sahabat-Sahabatnya selain khutbah rutin di hari jumat dan hari-hari raya. Beliau hanya memberi mereka kajian sesekali atau saat terjadi peristiwa yang membutuhkan kajian.” (Jāmi’ al-Ulūm wa al-Ḥikam, juz 2 hlm 130)
***
Setelah itu, dalam rangka menyebarkan ilmu, sejumlah Sahabat mulai membuat majelis kajian secara rutin setiap pekan. Misalnya majelisnya Ibnu Mas’ud yang diadakan setiap hari Kamis.
Lalu sampai hari ini, kebiasaan tersebut terus lestari dengan berbagai macam topik kajian dan bidang ilmu. Di pondok-pondok pesantren malah dibuat dengan jadwal padat. Di kampus lebih disistematiskan dengan sistem SKS.
***
Hanya saja ini adalah bid’ah yang baik, atau dalam istilah Asy Syafi’i adalah bid’ah mahmudah/hasanah. Jadi, melestarikannya juga kebaikan.
Dengan kata lain, maksud bid’ah di sini adalah bid’ah secara bahasa, bukan bid’ah secara syar’i.
Perbuatan membuat kajian rutin adalah hal baru yang tidak pernah ada di zaman Nabi ﷺ sehingga disebut bid’ah secara bahasa, tetapi secara syar’i tidak disebut bid’ah karena ada dasar syariatnya. Yakni dalil-dalil umum tentang menuntut ilmu, Allah suka dengan majelis yang didalamnya disebut nama Allah dan semisalnya. Dalil-dalil tersebut tidak membatasi dilakukan di waktu apapun, dilakukan secara rutin maupun insidental. Oleh karena itu, ia adalah perbuatan ma’ruf, bukan haram karena ada dasar dalilnya.
11 Mei 2024 / 3 Dzulqa’dah 1445 pada 09.19