Ada banyak aksi orang beriman yang susah dicerna dan dipahami oleh orang-orang yang belum memiliki iman dalam hatinya. Hal itu dikarenakan level berpikir orang beriman jauh lebih tinggi, lebih canggih, lebih jenius, dan lebih visioner. Mereka juga memiliki kualitas kejiwaan dan spiritualyang jauh lebih elit yang belum terjangkau oleh orang-orang yang belum memiliki iman.
Karena kelemahan dalam mencerna, memahami dan menghayati cara berpikir orang-orang beriman inilah, seringkali mereka memberikan penilaian yang tidak tajam, dangkal, salah analisis dan menyesatkan. Semua itu adalah cerminan terbatasnya wawasan dan kerendahan tingkat spritualitas mereka.
Di zaman Nabi ﷺ umpamanya.
Benar-benar susah dinalar, ada orang yang tampan, kaya, dipuja banyak wanita dan disayang ibunya, lalu rela meninggalkan semua itu untuk menjadi miskin, diputus hubungan keluarga dan hidup terlunta-lunta.
Betul-betul sulit dicerna, ada seorang milyarder yang memiliki rumah, tanah, pekerjaan mapan dan kedudukan terhormat lalu memutuskan membuang semua itu untuk menjadi seorang pelarian, tanpa kerabat, tanpa saudara.
Sungguh susah dipahami, ada orang yang punya istri cantik, cerdas, salihah, dan rumah tangga yang bahagia, lalu tiba-tiba menceraikan istrinya hanya karena ada instruksi singkat.
Semua itu (kata mereka) “hanya“ untuk mengikuti dan menaati seorang lelaki bernama Muhammad yang “katanya” mendapatkan berita dari langit!
Satu kata di pikiran mereka yang dianggap logis untuk menjelaskan semua aksi itu: BODOH!
Bodoh, karena menurut mereka hidup enak-enak kok malah diganti dengan kesengsaraan.
Bodoh, karena apa yang selama ini dikejar oleh mereka kok malah ditinggalkan orang-orang beriman.
Alam pikir kelompok munafik seperti ini direkam dalam Al-Qur’an;
Artinya;
“Apabila dinasehatkan kepada mereka: ‘Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.’ Mereka menjawab: ‘Masa kami (disuruh) beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?’ Perhatikan, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu”
Yah, mereka menolak beriman karena menganggap iman seperti itu adalah kebodohan.
Lalu Allah menjelaskan hakikat yang benar untuk mengenalkan taraf berpikir yang lebih tinggi, lebih canggih, dan lebih berkualitas.
Mereka itulah yang sebenarnya bodoh, karena tujuan hidupnya hanya dunia. Cuma mereka tidak merasa.
Tidak pernah risau dengan kehidupan setelah mati.
Hidup laksana hewan saja.
Memburu kesenangan, kejayaan, popularitas, pujian manusia, harumnya nama.
***
Di zaman sekarang, ada pula orang-orang seperti itu.
Mereka susah memahami dan mencerna aksi-aksi protes penghinaan terhadap Allah, Rasulullah dan Al-Qur’an. Mereka susah menalar aksi-aksi yang muncul sebagai wujud ketegasan dan konsistensi menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Mereka susah memahami karena memang TIDAK MERASAKAN.
Mereka susah merasakan karena memang tidak punya alat untuk merasakan.
Tidak merasakan manisnya iman.
Tidak merasakan bagaimana nikmatnya cinta Allah.
Tidak merasakan bagaimana lezatnya mencintai Rasulullah
Tidak merasakan gejolak hati karena takut azab dalam kehidupan setelah mati.
Akhirnya, mereka menilai semua aksi “imanial” itu dengan kacamata primitif duniawi mereka, katanya; “itu tidak logis”, “itu tidak rasional”, “itu akalnya sakit”, “itu tidak progresif”, “itu politis”, “itu ditunggangi”, “itu buang-buang harta dan energi”, “itu bodoh!”
Sebenarnya merekalah yang BODOH, demikian kata Allah dalam Al-Qur’an.
Sebab, tujuan hidup mereka hanya dunia saja.
Mereka sudah cukup bahagia dengan pujian anjing-anjing dunia, tepuk tangan penguasa, kucuran dana, anugerah gelar, dan posisi.
Kalaupun mereka membayangkan masuk surga, yang mereka harapkan adalah surga yang mereka ciptakan sendiri!
****
Muafa
25 Rajab 1438 H