Oleh : Ust. Muafa
Nama lengkap kitab karya Al-Juwaini ini adalah “Nihayatu Al-Mathlab Fi Diroyati Al-Madzhab” (نهاية المطلب في دراية المذهب). Nama lainnya adalah “Al-Madzhab Al-Kabir” (المذهب الكبير) atau “Al-Madzhab Al-Basith” (المذهب البسيط). Nama pendek yang lebih populer di zaman sekarang adalah “Nihayatu Al-Mathlab”.
Arti “Nihayah” sendiri secara mudah adalah “puncak/ujung akhir”. “Al-Mathlab” adalah “mashdar” yang bermakna “hal mencari/pencarian”. “Diroyah” bermakna “mengetahui”. Jadi, makna “Nihayatu Al-Mathlab Fi Diroyati Al-Madzhab” secara keseluruhan adalah “Ujung pencarian untuk memahami mazhab (Asy-Syafi’i)”. Dengan judul ini seakan-akan Al-Juwaini berharap kitabnya menjadi referensi puncak yang menafikan referensi lain bagi siapapun yang ingin memahami dan menguasai mazhab Asy-Syafi’i.
Kitab ini dikarang Imamul Haromain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya. Beliau adalah guru Al-Ghozzali. Beliau terhitung tokoh besar dalam fikih mazhab Asy-Syafi’i, meskipun sepertinya pada zaman sekarang lebih dikenal sebagai tokoh ilmu kalam. Sebenarnya kepakaran dan ilmu primer beliau adalah ilmu fikih. Ilmu-ilmu lain seperti ilmu kalam justru menjadi ilmu “sekunder” beliau. Penguasaan beliau terhadap fikih Asy-Syafi’i sampai membuat beliau digelari “Al-Imam”. Jadi, jika dalam kitab-kitab ulama Asy-Syafi’iyyah setelah masa Al-Juwaini disebut kata Al-Imam (tanpa penjelasan nama) maka yang dimaksud bukan Imam Asy-Syafi’i, tetapi Al-Imam Al-Juwaini.
Kitab “Nihayatu Al-Mathlab” adalah syarah “Mukhtashor Al-Muzani” yang populer itu. Sebenarnya ada banyak sekali syarah, “nukat” maupun “ta’liqoh” untuk “Mukhtashor Al-Muzani”. Hanya saja yang paling populer hanya dua yaitu “Nihayatu Al-Mathlab”; kitab yang hendak kita kupas ini dan “Al-Hawi Al-Kabir” karya Al-Mawardi (450 H). Dari kedua kitab ini, yang paling besar pengaruhnya adalah “Nihayatu Al-Mathlab”.
Dalam kitab ini, Al-Juwaini bukan hanya mensyarah “Mukhtashor Al-Muzani” dengan syarah yang luas dan sangat baik, tetapi juga merintis peleburan dua aliran Asy-Syafi’iyyah di zamannya, yaitu aliran Khurosan dan aliran Irak. Di zamannyalah upaya “mendamaikan” dua aliran itu mulai kelihatan pengaruhnya.
Kitab ini juga berjasa mendokumentasikan kekayaan ijtihad-ijtihad ulama madzhab Asy-Syafi’i sebelum generasi Al-Juwaini. Dengan kerja ini, kita bisa mengetahui variasi ijtihad ulama Asy-Syafi’iyyah yang beragam semenjak Asy-Syafi’i wafat sampai masa Al-Juwaini sesuai dengan cara mereka memahami ushul dan kaidah “istinbath” Imam Asy-Syafi’i.
Kitab ini juga bisa disebut memiliki andil untuk mempelopori dan merintis upaya tahrir madzhab (menyeleksi ijtihad ulama Asy-Syafi’iyyah agar sah dinisbatkan pada madzhab syafi’i). Hal yang menunjukkan hal ini adalah pernyataan Al-Juwaini sendiri dalam kitab ini. Beliau menulis,
“Ikhtilaf ulama Asy-Syafi’iyyah yang populer (akan) saya sebutkan. Pendapat yang asing dan tidak sesuai dengan qiyas (akan) saya sebutkan juga kelangkaan/keganjilan dan ketidaksesuainnya dengan qiyas. Jika pendapat tersebut menggabung antara keganjilan dan lemahnya qiyas maka (akan) saya beri catatan dan saya sebutkan (pendapat) yang benar dengan mengatakan, ‘pendapat mazhab begini..”” (Nihayatu Al-Mathlab, juz 1 hlm 4)
Jika punya pendapat sendiri (“mukhtarot”/”ikhtiyarot”), biasanya beliau memberi keterangan.
Adapaun metode penulisannya, di antara karakteristik-karakteristik terpenting metode penulisan Al-Juwaini dalam kitab ini yaitu, (1) menjelaskan hukum berdasarkan ruh syara’ dan maqoshid syari’ah, (2) meneliti dan memvalidasi setiap penukilan dari para imam, (3) sangat kuat memberi perhatian terhadap penetapan kaidah-kaidah dan kriteria-kriteria, (4) konsisten mengikuti sistematika pada “Mukhtashor Al-Muzani”, (5) menyajikan pendapat salaf dengan maksud membentuk sikap bijaksana terhadap ikhtilaf dan membuat tahu betapa moderatnya mazhab Asy-Syafi’i , (6) menyebut pendapat yang berbeda dengan maksud memperjelas mazhab Asy-Syafi’i, (7) piawai menggunakan “tasybih” dan “tamtsil” untuk menjelaskan makna, dan (8) berpegang teguh pada riwayat dan mendahulukannya daripada qiyas.
Adapun dari sisi bahasa yang digunakan, gaya tulisan yang beliau pakai menunjukkan beliau layak digolongkan dalam barisan sastrawan level tinggi karena kepiawaiannya menggunakan bahasa Arab yang mengandung unsur balaghoh tinggi.
Semenjak tuntas ditulis, “Kitab ini selalu menjadi bahan pembicaraan” demikian pernyataaan Ibnu Hajar Al-Haitami. “Tidak pernah dalam Islam dikarang kitab seperti itu” kata Ibnu ‘Asakir. Demikian besarnya pengaruh Nihayatul Mathlab di kalangan ulama Syafi’iyyah di zaman itu, maka pengarangnya pun digelari Al-Imam, sebagaimana disinggung di atas.
Di masa selanjutnya, Al-Ghazzali -murid cemerlang Al-Juwaini- meringkas kitab “Nihayatu Al-Mathlab” ini dalam sebuah kitab berjudul “Al-Basith” (البسيط). Namun, karena kitab “Al-Basith” ini masih dipandang terlalu tebal, Al-Ghazzali meringkasnya lagi dalam sebuah kitab yang diberi nama “Al-Wasith” (الوسيط). Kitab “Al-Wasith” pun masih dianggap tebal, sehingga Al-Ghazzali meringkasnya lagi dalam sebuah kitab yang diberi nama “Al-Wajiz” (الوجيز).
Kita tahu akhirnya kira-kira satu abad kemudian dari “Al-Wajiz” karya Al-Ghozzali ini lah Ar-Rofi’i membuat syarah yang merupakan hasil “tahrir” mazhab beliau berupa kitab besar berjudul “Al-Fathu Al-‘Aziz/Asy-Syarhu Al-Kabir”. Kemudian generasi berikutnya, yaitu An-Nawawi meringkas “Asy-Syarhu Al-Kabir” karya Ar-Rofi’i itu menjadi “Roudhotu Ath-Tholibin”. Al-Qozwini juga meringkas “Asy-Syarhu Al-Kabir” karya Ar-Rofi’i itu menjadi “Al-Hawi Ash-Shoghir”. Dari kitab “Roudhotu Ath-Tholibin” dan “Al-Hawi Ash-Shoghir” ini kemudian lahir banyak kitab cabang yang lainnya. Setelah itu, bersama kitab “Al-Muharror” karya Ar-Rofi’i dan “Minhaj Ath-Tholibin” karya An-Nawawi lahirlah karya-karya ulama Syafi’iyyah belakangan yang menjadi tumpuan penganut madzhab Asy-Syafi’i sampai zaman sekarang.
Tahqiq terbaik yang saya tahu untuk kitab “Nihayatu Al-Mathlab” ini adalah hasil kerja Dr. Abdul ‘Azhim Mahmud Ad-Dib. Kerja beliau sangat layak dijadikan tumpuan karena 40 tahun lebih beliau habiskan untuk kerja ilmiah meneliti karya-karya Imamul Haromain Al-Juwaini. Saat mentahqiq kitab ini, ada 23 manuskrip yang beliau teliti!.
Perjuangannya dalam mentahqiq luar biasa. Saat menscan manuskrip (beliau ceritakan dalam muqoddimah tahqiqnya) petugas yang dipercaya sampai keliru menscan kitab lain. Kekeliruan itu bukan hanya sekali tapi sampai empat kali! Aneh, tapi nyata. Seakan-akan Allah menguji sang muhaqqiq sebelum memberi taufiq mnyelesaikan tahqiq dengan kualitas prima seperti yang bisa kita nikmati.
Dar Al-Minhaj menerbitkan kitab “Nihayatu Al-Mathlab” ini dalam 21 jilid yang mana tiap jilid rata-rata ketebalannya 450 halaman. Jadi tebal kitab ini kira-kira secara kasar terdiri dari 9000-an halaman. Usia kitab ini, jika dihitung semenjak masa penulisannya yang masih berupa manuskrip sampai zaman sekarang yang sudah terbit dalam edisi cetakan kira-kira sudah 1000 tahun.
Imamul Haromain Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini wafat pada tahun 478 H.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
One Comment
Nurul
Ada tak jual kitab ni