Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Niat itu bertingkat-tingkat dan berlevel-level. Bukan satu macam saja. Masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda dengan yang lainnya.
Tingkatan pertama adalah hajis (الهاجس). Hajis adalah lintasan awal yang berkelebat dalam hati/pikiran.
Tingkatan yang kedua adalah khothir (الخاطر). Khothir adalah lintasan hati yang sudah sampai level mengalir dan membayang.
Tingkatan ketiga adalah haditsun nafsi (حديث النفس). Haditsun nafsi adalah lintasan hati yang sudah mulai dipertimbangkan antara dilakukan ataukah tidak. Tetapi masih belum pasti. Masih fifty-fity antara melakukan ataukah tidak. Bisa saja dilakukan bisa juga tidak.
Tingkatan yang keempat adalah hamm (الهمّ). Hamm adalah lintasan hati yang sudah mulai menguat dan sudah menjelma menjadi keinginan yang sifatnya sudah jelas condong untuk melakukan. Sudah lebih dari 50 % tapi belum sampai 100 %.
Tingkatan yang kelima dan terakhir adalah azam (العزم). Azam adalah lintasan hati yang sudah mengkristal dan menguat menjadi niat teguh dan tekad yang dipastikan akan dilakukan. Ini levelnya sudah 100%.
Ibnu ‘Allan berkata,
واعلم أن ما يقع في النفس من قصد المعصية على خمس مراتب: الأولى: الهاجس وهو ما يلقى فيها. ثم جريانه فيها وهو الخاطر. ثم حديث النفس وهو ما يقع فيها من التردد هل يفعل أو لا. ثم الهمّ وهو قصد ترجيح الفعل. ثم العزم وهو قوة ذلك القصد والجزم به (دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين (1/ 83)
Artinya,
“Ketahuilah bahwasanya niat yang terlintas dalam hati untuk bermaksiat itu ada 5 tingkatan. Yang pertama adalah hajis, yakni sesuatu yang yang tercampak dalam hati. Kemudian ketika dia mulai mengalir ia dinamakan khothir. Kemudian haditsun nafsi yakni lintasan hati yang mengandung unsur keraguan apakah melakukan ataukah tidak. Kemudian hamm, yakni sudah condong untuk melakukan. Kemudian azam, yakni kuatnya keinginan tersebut dan kepastian untuk melakukannya” (Dalilu Al-Falihin, juz 1 hlm 83)
Jadi, jika seseorang suatu hari distimulus oleh sesuatu kemudian tiba-tiba terlintas dalam hatinya untuk berzina, maka lintasan awal sekelebat dalam hatinya itu disebut dengan HAJIS. Jika lintasan berzina itu sudah mulai mengalir, membayang dan memiliki durasi waktu lebih dari sekelebat, maka lintasan hati seperti itu dinamakan KHOTHIR. Jika bayangan berzina itu sudah mulai mendorongnya untuk melakukannya, tapi masih setengah-setengah, masih bimbang antara resiko dan keuntungan, masih berfikir antara kesempatan dan hambatan, maka lintasan hati seperti itu dinamakan HADITSUN NAFSI. Jika keinginan zina itu sudah hilang keraguannya dan dia jelas ingin segera mengeksekusi keinginannya, akan tetapi masih ada peluang dibatalkan meski kecil, maka keinginannya seperti ini dinamakan HAMM. Jika keinginan zina itu sudah bulat dan menjadi tekad, dan tidak ada niat dibatalkan kecuali hal-hal yang diluar kuasa dirinya, maka keinginan seperti itu sudah dinamakan AZAM.
Demikian pula untuk kasus amal salih.
Jika seseorang suatu hari seteleh distimulus sesuatu kemudian terlintas dalam hatinya atau tiba-tiba saja tercampak dalam hatinya ingin bertaubat, maka lintasan hatinya ini dinamakan HAJIS. Jika keinginan bertaubat itu sudah mulai mengalir dalam hati dan membayang, sembari mengingat-ingat bahaya maksiatnya, maka lintasan hati seperti itu dinamakan KHOTHIR. Jika keinginan taubat itu semakin menguat dan mewujud menjadi keinginan untuk berubah menjadi orang baik, tetapi masih separuh-separuh, masih mempertimbangkan kawan, pekerjaan, cinta, penampilan dan semua hal duniawi yang lain, maka lintasan hati seperti itu dinamakan HADITSUN NAFSI. Jika keinginan tobat itu sudah kuat, sudah lebih dari 50 % dan sudah condong untuk segera melakukannya karena kuatir kematian akan segera datang, tapi dalam kondisi tertentu masih mungkin di”lobi” maka keinginan tobatnya itu dinamakan HAMM. Adapun jika keinginan tobat itu sudah bulat 100%, dan bahkan dia siap mengorbankan apapun, semua dunia bahkan nyawanya sekalipun, maka niat tobatnya ini sudah level AZAM.
Keinginan maksiat jika masih berupa hajis, maka ia di maafkan, karena lintasan jenis hajis ini hampir mustahil dicegah pada hati manusia. Lintasan hati berupa khothir dan haditsun nafs jika ditolak maka juga dimaafkan, selama belum diucapkan atau dikerjakan. Al-Bukhari meriwayatkan,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ (صحيح البخاري (16/ 316))
Artinya,
“Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mengampuni umatku apa yang dibicarakan oleh hatinya selama belum dilakukan atau diucapkan” (H.R.Al-Bukhari)
Adapun lintasan hati berupa hamm, maka orang yang memiliki hamm untuk beramal salih salih, dia sudah mendapatkan pahala amalnya secara sempurna meskipun tidak melaksanakan amal salih itu. Jika sampai dilaksanakan, maka dia mendapatkan pahala 10 kali lipat sampai tak terbatas. Untuk hamm maksiat, jika seorang hamba membatalkan untuk melaksanakannya karena Allah, maka niat maksiatnya tidak dihitung dosa, bahkan malah mendapatkan pahala karena membatalkan niat maksiat itu karena Allah.
Adapun lintasan hati untuk beramal salih berupa azam, maka dia pasti mendapatkan pahala meski baru taraf niat. Jika sampai dilaksanakan, maka dia mendapatkan pahala 10 kali lipat sampai tak terbatas. Untuk azam maksiat, maka dia sudah pasti mendapatkan dosa dan akan dihukum meski tidak mampu melaksanakannya. Contohnya seperti orang yang berniat membunuh muslim. Meski dia justru yang terbunuh, maka dia masuk neraka karena niatnya membunuh muslim sudah level azam. Wallahua’lam
اللهم ارزقنا النيات الصالحة ووفقنا للعمل بها وتقبلها