Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Hukum asalnya, jika ada seorang muslim meminta nasihat, maka wajib bagi muslim yang dimintai nasihat untuk menasihati. Rasulullah ﷺ mengajarkan, salah satu hak muslim terhadap muslim lainnya adalah memberi nasihat pada saat dimintai nasihat. Muslim meriwayatkan,
وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ (صحيح مسلم (4/ 1705)
Artinya,
“Jika dia (saudaramu sesama muslim) meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah.” (H.R.Muslim)
Akan tetapi terkait masalah rumah tangga, maka harus ekstra hati-hati karena terdapat sejumlah hukum yang berkaitan dan kualifikasi khusus untuk konsultan rumah tangga.
Pertama-tama, jika ada Anda dipercaya orang, lalu dimintai konsultasi terkait masalah rumah tangganya, maka jangan langsung disambut. Kenali dan identifikasi diri dulu apakah termasuk awam ataukah memiliki ilmu.
Jika awam, sebaiknya jangan memaksa diri memberi saran dan nasihat, karena bisa menyesatkan, menjerumuskan ke dalam maksiat, memperparah kemungkaran bahkan bisa terjatuh ke dalam dosa besar. Lebih bertakwa dalam kondisi ini jika Anda alihkan kepada orang berilmu. Kecuali jika Anda punya akses mudah kepada orang yang berilmu dan bisa mendapatkan jawaban dengan mudah kepada sumber ilmu tersebut setiap kali bertanya.
Jika Anda memandang diri termasuk orang yang diamanahi Allah mengemban ilmu untuk disampaikan ke umat, maka jangan lekas juga menerima konsultasi rumah tangga itu.
Pastikan dulu apakah Anda bisa menjaga rahasia ataukah tidak. Sebab masalah rumah tangga adalah aurat orang. Menutupi aurat dan aib mukmin adalah wajib. Tidak layak orang yang tidak bisa menjaga rahasia mengemban amanah tersebut. Jika merasa tidak mampu menjaga rahasia, lebih bertakwa jika Anda alihkan kepada orang berilmu yang bisa menjaga rahasia.
Dari sisi orang yang curhat sendiri, sungguh keputusan yang sangat buruk menceritakan urusan pribadinya kepada orang yang “bermulut bocor” dan tidak bisa menjaga rahasia. Memutuskan berteman dengan orang yang tidak bisa menjaga rahasia (apalagi teman dekat) adalah di antara seburuk-buruk keputusan, karena bermakna sukarela siap dirobek-robek kehormatannya di depan umum.
Jika Anda berilmu dan bisa menjaga rahasia, maka juga jangan terburu menerima konsultasi. Pastikan dulu apakah kuat dengan fitnahnya. Salah satu fitnah konsultasi adalah “hubungan yang melampaui batas”. Bukankah kita beberapa kali (atau mungkin sering sering) mendengar wanita malah berselingkuh dengan ustaz yang jadi curhatannya selama ini? Jika merasa lemah, maka lebih bertakwa dialihkan kepada orang alim yang lebih kuat.
Al-Qurṭubi menjelaskan kualifikasi penengah konflik rumah tangga sebagai berikut,
وَيَكُونَانِ مِنْ أَهْلِ الْعَدَالَةِ وَحُسْنِ النَّظَرِ وَالْبَصَرِ بِالْفِقْهِ
Artinya,
“Hendaknya mereka (penengah konflik antara suami-istri) itu tergolong orang adil, bijaksana, dan fakih.”
Jadi betul, hukum asal memberi nasihat jika dimintai nasihat itu wajib. Tapi wajibnya adalah wajib kifayah. Untuk urusan rumah tangga, banyak hukum fikih yang harus diketahui sehingga tidak mungkin kewajiban ini dilaksanakan kecuali oleh mereka yang berilmu atau awam yang mudah mendapatkan akses ilmu.
Banyak masalah rumah tangga semakin runyam dan malah parah atau bahkan hancur karena dicurhatkan kepada orang yang salah. Demikian juga mereka yang menerima curhatan. Seandainya mereka mengerti posisi dirinya, maka paling tidak hal itu akan meminimalkan dampak-dampak buruk dari perselisihan dalam rumah tangga.
*
28 Syawwāl 1442 H