Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Orang yang ingin melaksanakan kewajiban silaturahmi kepada kepada kerabat sudah pasti akan diuji. Ujian itu bisa banyak sekali dan beragam. Akan tetapi di antara yang paling sering muncul adalah ujian pamrih.
Maksud pamrih dalam hal ini adalah punya maksud tersembunyi dari aksi silaturahmi kita. Misalnya kita rajin mendatangi sebagian kerabat, lalu dalam hati kita menyimpan harapan seperti ini,
“Aku rajin mengunjunginya supaya dia ngerti. Semestinya ada timbal baliknya. Karena aku sudah mengunjunginya, mestinya dia juga mau mengagendakan untuk mengunjungiku.”
Pamrih seperti ini keliru.
Bertentangan dengan ajaran agama sekaligus menyiksa diri sendiri.
Dikatakan menyiksa diri sendiri karena siapapun yang memiliki harapan, lalu harapannya tidak terpenuhi, maka umumnya dia sakit hati. Demikian pula orang yang berharap dikunjungi, menanti-nanti dan menunggu kabar berita, pasti akan sakit hati jika yang diharap ternyata malah tidak peduli dan tidak ingat sama sekali!
Pamrih seperti itu juga bertentangan dengan ajaran agama. Sebab kita diajari oleh Rasulullah ﷺ bahwa dalam amal apapun pamrihnya harus murni semata-mata kepada Allah, tidak boleh sama sekali pamrih kepada selain Allah. Jangankan dibalas dengan perbuatan baik serupa, sekedar diucapi terima kasih saja orang beriman itu sama sakali tidak berharap! Balasan yang diharap orang beriman semata-mata hanya dari Allah saja. Dalam Surah al-Insān, prinsip seperti ini diajarkan dengan redaksi ayat sebagai berikut,
Artinya,
“Semata-mata karena Allah. Kami tidak menginginkan balasan dari kalian dan juga tidak menginginkan terima kasih.” (Q.S. al-Insān:9)
Jadi, jika mengunjungi saudara saat silaturahmi, sekali-kali jangan berharap dibalas dikunjungi.
Berharap saja balasan dari Allah. Agar tidak kecewa. Agar amal kita tidak sia-sia.
Berharap Allah rida kepada kita.
Berharap Allah membaiki kita sebagaimana kita membaiki kerabat.
Berharap Allah memaafkan kita sebagaimana kita memaafkan kerabat.
Berharap Allah menutupi aib kita sebagaimana kita menutupi aib kerabat.
Berharap Allah mensabari kita sebagaimana kita mensabari kerabat.
Berharap Allah memperhatikan kita sebagaimana kita memperhatikan kerabat.
Berharap Allah peduli kepada kita sebagaimana kita mempedulikan kerabat.
Berharap Alllah mengingat kita sebagaimana kita mengingat kerabat.
Berharap Allah memanjangkan usia kita agar bisa lebih banyak lagi beramal saleh.
Berharap Allah melapangkan rezeki kita agar bisa lebih banyak lagi membantu sesama.
Berharap Allah memasukkan kita ke surga dengan wasilah silaturahmi
Berharap balasan hanya kepada Allah seperti inilah hakikat ikhlas sejati. Sebab ikhlas bermakna memurnikan niat dan motivasi semata-mata untuk Allah, karena Allah dan berharap balasan semata dari-Nya.
Dengan begitu, silaturahmi tidak akan membeda-bedakan antara kerabat yang kaya dengan yang miskin, yang punya jabatan dan yang tak punya jabatan, yang punya pengaruh dan tidak punya pengaruh, yang terkenal dengan yang tak terkenal
Semuanya dibaiki secara merata sesuai dengan kondisi masing-masing.
Membaiki kerabat miskin misalnya dengan membantu kesulitannya dan memecahkan problemnya.
Membaiki kerabat kaya misalnya dengan menampakkan perhatian, kasih sayang dan keramahan.
Membaiki kerabat jahat misalnya dengan cara tidak membalas kejahatannya dan menahan diri untuk menyakitinya.
Patut dicatat, pamrih tercela dalam silaturahmi bukan hanya harapan agar dikunjungi balik, tetapi semua jenis pamrih apapun.
Misalnya mengunjungi kerabat kaya dengan maksud mendapat “sangu”.
Mengunjungi kerabat berpunya agar mendapatkan utangan/pinjaman uang.
Mengunjungi kerabat yang punya jabatan atau pengaruh agar kita/anak kita mudah “dititipkan” masuk institusi tertentu.
Menjenguk kerabat sakit agar saat kita sakit nanti gantian dijenguk.
Menghadiri acara walimah kerabat sambil menyumbang uang dengan harapan saat kita menyelenggarakan acara, para kerabat tersebut juga datang dan menyumbang di acara kita.
Mengunjungi kerabat terkenal agar naik gengsi karena masyarakat tahu bahwa kita punya hubungan kekerabatan dengan orang tersebut..
Dan semisalnya…
Itu semua keliru.
Yang benar buang semua harapan duniawi tersebut.
“Nol”-kan hati.
Hadapkan penuh semata-mata karena mengharap rida Allah dan balasan dari-Nya.
Insya Allah hati jadi tenang dan damai .
Rida Allah pun dicapai.
10 Muharam 1444 H/ 8 Agustus 2022 pukul 07.26