Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Al-Qur’an itu tidak bisa disombongi.
Orang yang merasa pinter, merasa “nyegoro”, merasa “inspirator”, merasa pakar dan merasa hebat dengan ilmu yang dimilikinya, yang sudah bangga dengan ilmu duniawinya, lalu tidak tergerak sedikitpun menggali petunjuk dari Al-Qur’an, ya tidak akan dapat apa-apa.
Pengetahuannya seumur hidup akan terbatas pada yang saat ini dimilikinya.
Oleh karena itu, pengetahuan orang tentang Al-Qur’an memang pasti akan bertingkat-tingkat. Sesuai dengan kapasitas “wadah” yang dimilikinya.
Jika diibaratkan dengan air, ilmu yang dikandung Al-Qur’an itu bagaikan samudra yang tak bertepi.
Tapi sebanyak apa orang “meminum” airnya, itu tergantung wadah yang dimilikinya.
Ada yang wadahnya hanya satu sloki. Jadi ya hanya sesloki itulah ilmu dalam Al-Qur’an yang sanggup diminumnya.
Adapula yang wadahnya satu gelas.
Adapula yang wadahnya satu galon.
Adapula yang wadahnya satu tandon.
Adapula yang seperti danau.
Bahkan ada yang seperti lautan besar sehingga bisa meminum ilmu dalam Al-Qur’an sebanyak-banyaknya sehingga banyak hamba Allah yang mengambil manfaat dan ilmu dari beliau.
Karena itulah, dalam kehidupan kita bisa melihat ada orang yang sama sekali tidak mengerti Al-Qur’an, walaupun pengetahuannya tentang dunia bisa jadi banyak.
Ada yang bisanya hanya baca Al-Qur’an, tapi masih belum benar tajwidnya.
Ada yang bisa baca dengan bagus tajwidnya, tapi masih belum menghafalnya.
Ada yang menghafalnya, tapi baru sebagian saja, belum seluruhnya.
Ada yang bisa menghafal seluruhnya, tapi tidak mutqin.
Ada yang mutqin, tapi hanya hafal saja, tidak mengerti bahasa Arab dan tidak bisa menerjemahkannya.
Ada yang hanya bisa menerjemahkannya tapi tidak bisa menjelaskan tafsirnya.
Ada yang bisa menjelaskan tafsirnya, tapi hanya ayat-ayat atau surat-surat tertentu.
Ada yang bisa menjelaskan tafsir seluruh Al-Qur’an, tapi lemah memahami aspek fikih di dalamnya.
Ada yang pakar dalam hal fikih, tapi tidak sanggup menggali nasihat pelunak hati di dalamnya.
Ada pula yang diberi Allah hampir semuanya: ilmu tajwid, qiraat, asbabun nuzul, tafsir, fikih, akidah, raqa’iq, sejarah,dan lain-lain. Akhirnya beliau menjadi seperti samudra ilmu yang pengetahuannya dimanfaatkan oleh banyak kaum muslimin, bahkan lintas generasi selama berabad-abad.
Benarlah firman Allah dalam Al-Qur’an. Hanya orang yang menghargai Al-Qur’an sajalah yang akan mendapatkan manfaat darinya. Yang merasa cukup dengan yang dimilikinya, maka dia tidak akan dapat apa-apa dari Al-Qur’an. Allah berfirman,
Artinya,
“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya ayat-ayat Al-Qur’an itu pengingat. Barangsiapa menginginkan, maka dia akan mendapatkannya (fungsi tażkirah).” (Q.S. ‘Abasa 11-12)
3 Shafar 1444 H/31 Agustus pukul 17.57