Oleh: Ust. Muafa
A. AIR LAUT
1. SYARAH NAHWU AWAL HADIS
عن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في البحر: «هو الطهور ماؤه الحل ميتته». أخرجه الأربعة, وابن أبي شيبة واللفظ له, وصححه ابن خزيمة والترمذي، ورواه مالك والشافعي وأحمد.
***
عن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال
Lafaz ‘an diterjemahkan dari.
Lafaz abi asalnya adalah abu, namun karena didahului harf jarr yaitu lafaz ’an maka abu harus dimajrurkan sehingga abu berubah menjadi abi. Posisi sintaksis lafaz abu adalah sebagai mudhof.
Lafaz hurairah berposisi sebagai mudhof ilaih sehingga wajib dimajrurkan. Hanya saja, karena lafaz hurairah adalah isim ‘alam yang diakhiri ta’ marbuthoh maka dia tergolong isim ghoiru munshorif. Setiap isim ghoiru munshorif tidak boleh ditanwin atau dikasroh. Harokatnya hanya berputar antara dhommah atau fathah.
Isim ghoiru munshorif ada 11 macam, untuk mengetahui lebih detail bisa dibaca buku saya Panduan Belajar Bahasa Arab MUNTAHA, Belajar Cepat Bahasa Arab dengan Teknik Baru. Tanda majrur bagi isim ghoiru munshorif adalah harokat fathah, karena itulah lafaz hurairah di sini diharokati fathah padahal mestinya diharokati kasrotain dalam kondisi normal (yakni jika kata yang berposisi sebagai mudhof ilaih bukan isim ghoiru munshorif).
Rodhiya ‘an = ridho kepada.
Rodhiyallahu ‘anhu = Allah ridho kepadanya (maksudnya kepada Abu Hurairah). Dalam ilmu balaghoh, gaya bahasa seperti ini adalah bentuk khobar (berita) bermakna du-‘a’ (doa). Jadi, meskipun terjemahan harfiahnya adalah memberi informasi: Allah ridho kepadanya tetapi maknanya adalah doa, sehingga terjemahan konteksnya adalah semoga Allah meridhoinya.
Kata Qola (berkata) sesudah kata rodhiyallahu ‘anhu adalah fi’il kata kerja milik Abu Hurairah.
Jadi terjemahan lengkap kalimat:
عن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال
Adalah:
dari Abu Hurairah, semoga Allah meridhainya, (beliau berkata)
2. ABU HURAIRAH
Abu Hurairah adalah di antara shahabat Nabi yang terkenal. Ada 30 pendapat berbeda terkait nama asli Abu Hurairah. Akan tetapi menurut Ibnu ‘Abdil Bar, pendapat yang paling kuat adalah ‘Abdurrahman Ibnu Shakhr (عبد الرحمن بن صخر). Hurairah sendiri artinya adalah kucing kecil, jadi Abu Hurairah bermakna bapaknya kucing kecil. Beliau dinamakan seperti itu, karena saat kecil memelihara kucing dan suka bermain-main dengannya.
Beliau adalah sahabat Nabi shalalallhu ‘alaihi wasallam yang paling banyak meriwayatkan hadist. Beliau memiliki ingatan yang sangat tajam. Jika mendengar hadist dari Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam, beliau langsung mengingatnya meskipun hanya sekali mendengarnya. Dalam musnad Baqi bin Makhlad ada 5374 hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah. Beliau Wafat pada tahun 59 H (dalam usia 78 th) di Madinah dan dimakamkan di Baqi’. Saat wafat, Abu Hurairah menjadi amir Madinah.
Dunia memang selalu berputar, saat masih muda beliau menjadi orang miskin, sering kelaparan dan masuk barisan penghuni shuffah. Pada akhir hidupnya, Allah memberinya dunia melimpah dan diangkat menjadi amir (semacam gubernur) Madinah.
Di antara karya berharga yang membahas tuntas biografi Abu Hurairah adalah kitab yang berjudul Abu Hurairah Rowiyatu Al-Islam karangan dr. Muhammad ‘Ajjaj Khothib.
Kelompok Syiah sangat keras mencaci Abu Hurairah. Banyak tuduhan keji dialamatkan kepada beliau secara dusta. Akhirnya bangkitlah ulama Baghdad yang bernama Abdul Mun’im Sholih Al-‘Ali Al-Izzi mengarang kitab untuk membela Abu Hurairah dan menjawab semua tuduhan Syiah kepadanya. Kitab itu bernama Difa’ ’An Abi Hurairah (515 halaman).
Catatan:
Diantara adab islami adalah selalu mendoakan rodhiyallahu ‘anhu (semoga Allah meridhainya) setiap menyebut/mendengar nama shahabat Nabi. Hal itu karena shahabat Nabi adalah generasi terbaik umat ini setelah masa Rasulullah. Allah ridha kepada mereka dan mereka juga ridha kepada Allah (At-Taubah:100). Melalui mereka lah kita bisa mengenal Islam, dan melalui tangan mereka Al-Qur’an tersebar ke seluruh penjuru dunia. Dari sini bisa diukur bahaya sebuah paham yang mencaci-maki shahabat Nabi dan mengkafirkan mayoritas mereka. Karena hal itu bermakna tidak dipercayanya ucapan shahabat Nabi, yang secara otomatis menghancurkan seluruh bangunan ajaran islam.
3. KUNYAH, ISM DAN LAQOB
Ada istilah terkait dengan nama yang perlu diketahui yaitu KUNYAH, ISM dan LAQOB.
Kunyah (الكنية) adalah nama sekunder yang diawali dengan lafaz Abu atau Ummu. Contohnya Abu Hurairah, Abu Bakar, Ummu Salamah, Ummu Habibah, dll. Biasanya kunyah diletakkan di awal.
Ism (الاسم) adalah nama primer atau nama utama yang diberikan pada saat pertama kali bayi lahir. Misalnya nama Muhamammad, Abdurrahman, Aisyah, dll. Seringkali penyebutan ism disusul penyebutan nasab ke atas, misalnya Muhammad bin Abdullah. Nasab itu bisa dipanjangkan sesuka hati, misalnya Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttholib bin Hasyim dst. Kadang disingkat hanya menyebut nama bapaknya, misalnya Ibnu Abbas (aslinya Abdullah bin Al-‘Abbas). Ism biasanya diletakkan di tengah-tengah.
Laqob (اللقب) adalah nama sekunder yang wajib diletakkan di akhir. Laqob bisa diterjemahkan gelar/julukan. Biasanya laqob adalah bentuk nisbat ke kabilah, tempat tinggal, profesi, keistimewaan dll. Contoh laqob adalah Al-Qurosyi, Al-Hudzali, Al-‘Alawi, Al-Bukhori dll.
Kadang-kadang ada orang yang terkenal dengan kunyah-nya (seperti Abu Hurairah, Abu Bakar), ada yang terkenal dengan ism-nya seperti Umar, Utsman, Ali, dan adapula yang lebih terkenal dengan laqob-nya seperti Al-Bukhori, Asy-Syafi’I, dll.
Jadi kalau dalam hadis pertama kitab bulughul marom disebut Abu Hurairah, maka itu adalah kunyah, bukan ism atau laqob. Nama primer Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shokhr. Laqob-nya Ad-Dausi.
4. AIR LAUT
قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في البحر
Lafaz Shallalahu ‘alaihi wasallam mirip dengan lafaz rodhiyallahu ‘anhu sebelumnya. Yakni sighat/redaksi khobar (berita) yang bermakna doa.
Sholla ‘ala bermakna memberi sholawat. Sholawat dari Allah kepada hamba bermakna rahmat.
Wasallama, wawunya adalah wawu athof, jadi kata sallama di’athofkan ke kata sholla, sehingga perkiraan struktur kalimatnya sholla wa sallama Allahu ‘alaihi. Kata sallama ‘ala bermakna memberi salam.
Karena itulah Shallalahu ‘alaihi wasallam sering diterjemahkan semoga Allah memberikan sholawat/rahmat dan salam kepada beliau.
Kata fi pada lafaz fi al-bahr adalah fi dhorfiyyah majaziyyah. Dalam konteks ini cukup diterjemahkan tentang.
Al-bahr diartikan LAUTAN.
Jadi terjemahan lengkap kalimat:
قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في البحر
Adalah:
Rasulullah, semoga Allah memberikan sholawat/rahmat dan salam kepada beliau, bersabda tentang lautan.
Maksud tentang lautan adalah fi hukmi Al-bahr yakni tentang hukum lautan.
Jadi Rasulullah mengucapkan sabda yang akan diterangkan untuk menjelaskan status dan hukum lautan dari sisi hukum fikihnya terkait thoharoh.
Sampai kalimat ini, semuanya masih ucapan Abu Hurairah.
Mengapa pembahasan air laut didahulukan? Jawabannya adalah: Karena ada sejumlah ulama yang berpendapat air laut tidak sah digunakan untuk bersuci. Hanya saja pendapat ini adalah pendapat yang sangat lemah karena menabrak langsung hadis Nabi sehingga sudah tidak ada lagi yang mempraktekkannya. Mengingat ikhtilaf tertua tentang air adalah terkait hukum penggunaan air laut untuk bersuci, maka pembahasan air laut di dahulukan.
5. ULAMA-ULAMA YANG BERPENDAPAT TIDAK SAH BERSUCI DENGAN AIR LAUT
Di antara ulama di kalangan shahabat Nabi yang berpendapat tidak sah bersuci dengan air laut adalah Abdullah bin Umar, atau lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Umar, putra shahabat besar Umar bin Al-Khotthob juga Abdullah bin ‘Amr. Pendapat Abdullah bin ‘Amr disebutkan Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnaf-nya sebagai berikut:
مصنف ابن أبي شيبة (1/ 131)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرو قَالَ : مَاءُ الْبَحْرِ لاَ يُجْزِئُ مِنْ وُضُوءٍ ، وَلاَ جَنَابَةٍ ، إنَّ تَحْتَ الْبَحْرِ نَارًا ، ثُمَّ مَاءً ، ثُمَّ نَارًا.
“dari Abdullah bin Amr beliau berkata: Air laut itu tidak cukup (tidak sah) untuk berwudhu dan tidak pula (sah) untuk (mandi) j-anabah. Sesungguhnya di bawah laut ada api kemudian air kemudian api”
Ulama lain yang berpendapat seperti ini adalah Sa’id bin Al-Musayyab dan Ibnu Abdil Barr.
Tetapi pendapat shahabat tidak bisa dipakai jika sudah jelas bertentangan dengan hadis Nabi sebagaimana akan dijelaskan dalam hadis ini, karena dimungkinkan hadis ini belum sampai pada shahabat yang melarang tadi.
6. ASBABUL WURUD HADIS
Maksud asbabul wurud adalah sebab yang melatarbelakangi munculnya sebuah hadis.
Jika Al Qur’an punya asbabun nuzul, yakni sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat, maka hadis juga memiliki asbabul wurud, yakni peristiwa/kejadian yang melatar belakangi munculnya hadis Nabi.
Asbabul wurud hadis yang sedang kita bahas ini disebutkan Imam Malik dalam kitabnya yang bernama Al-Muwattho’.
Kisahnya:
Ada seorang laki-laki yang berasal dari kabilah Bani Mudlij yang bernama Abdullah. Lelaki ini boleh disebut Abdullah Al-Mudliji (karena berasal dari Bani Mudlij). Dia adalah lelaki yang berkerja di lautan sebagai nelayan. Dia terbiasa mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air tawar di atas kapalnya. Jika dia menggunakan air itu untuk berwudhu, maka dia akan kehausan. Air yang tersedia dalam jumlah besar tentu saja air laut. Hanya saja karena lautan itu sifat-sifatnya tidak seperti air daratan karena rasanya asin, maka dia ragu apakah boleh berwudhu dengan air laut. Maka diapun bertanya kepada Rasulullah.
Malik meriwayatkan :
موطأ مالك (2/ 29)
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ بِهِ
“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah kemudian bertanya: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mengarungi lautan dan kami membawa sedikit (saja) air (tawar). Jika air itu kami gunakan berwudhu, maka kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu dengannya (air lautan)?”
Mendengar pertanyaan ini, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab sebagaimana dinyatakan dalam lanjutan hadis ini.