6. ASBABUL WURUD HADIS INI
Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa air yang telah mencapai dua qullah maka najis yang masuk ke dalamnya tidak dianggap (selama air tersebut masih memiliki sifat-sifat air).
Mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan sabda ini?
Dalam hadis riwayat At-Tirmidzi dijelaskan bahwa asbabul wurud hadis ini adalah pertanyaan seorang sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang air di tanah cadas yang dijilati hewan-hewan dan diminum oleh binatang buas.
Sangkaan umum yang mungkin dibayangkan adalah, binatang yang minum di air tersebut bisa jadi telah makan bangkai yang najis, atau kakinya terkena percikan air kencingnya. Jika hewan-hewan yang dimungkinkan terkena najis itu minum pada air tersebut, maka dikhawatirkan najis yang menempel pada dirinya akan bercampur dengan air itu sehingga status air tersebut najis yang berakibat tidak bolehnya dipakai untuk bersuci.
At-Tirmidzi meriwayatkan:
سنن الترمذى (1/ 113)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُسْأَلُ عَنْ الْمَاءِ يَكُونُ فِي الْفَلَاةِ مِنْ الْأَرْضِ وَمَا يَنُوبُهُ مِنْ السِّبَاعِ وَالدَّوَابِّ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ
dari Ibnu Umar ia berkata; “Aku mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau ditanya tentang air yang ada di tanah cadas dan sering didatangi oleh binatang buas dan hewan – hewan lainnya, “Ibnu Umar berkata; Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Apabila air itu mencapai dua qullah maka tidak akan mengandung kotoran (najis).”
7. MAKNA KHOBATS
قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم: «إذا كان الماء قلتين لم يحمل الخبث»
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika air itu sebanyak dua qullah, maka air tersebut tidak membawa najis.”
Khobats di sini bermakna najas/najis. Khobits sendiri maknanya banyak, bisa bermakna najis, haram, makruh, berbau busuk, berat dll.
Berikut ini disajikan contoh berbagai macam makna khobits dalam hadis-hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:
1. Contoh lafaz khobits bermakna najis adalah dalam hadis berikut ini:
سنن أبى داود – م (4/ 6)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengunakan obat yang najis.”
2. Contoh lafaz khobits bermakna haram adalah dalam hadis berikut ini:
السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي (6/ 126)
رَوَى رَافِعُ بْنُ خَدِيجٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« مَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ »
Rofi’ bi Khodij r.a. meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mahar pelacur adalah haram.”
3. Contoh lafaz khobits bermakna makruh adalah dalam hadis berikut ini:
سنن أبى داود (9/ 272)
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
dari Rafi’ bin Khadij, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Penghasilan tukang bekam adalah makruh.”
4. Contoh lafaz khobits bermakna berbau busuk adalah dalam hadis berikut ini:
صحيح مسلم (3/ 191)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ لَمْ نَعْدُ أَنْ فُتِحَتْ خَيْبَرُ فَوَقَعْنَا أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تِلْكَ الْبَقْلَةِ الثُّومِ وَالنَّاسُ جِيَاعٌ فَأَكَلْنَا مِنْهَا أَكْلًا شَدِيدًا ثُمَّ رُحْنَا إِلَى الْمَسْجِدِ فَوَجَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرِّيحَ فَقَالَ مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْخَبِيثَةِ شَيْئًا فَلَا يَقْرَبَنَّا فِي الْمَسْجِدِ
dari Abu Sa’id dia berkata, “Kami belum berperang hingga Khaibar telah ditaklukkan, lalu kami menjumpai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pada sayur mayur itu terdapat bawang putih, sedangkan orang-orang kelaparan. Maka kami memakan sebagian darinya sangat banyak, kemudian kami pergi ke masjid. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan bau tidak sedap, maka beliau bertanya, “Siapa yang makan sedikit dari pohon bau ini, maka janganlah dia mendekati masjid kami!”
5. Contoh lafaz khobits bermakna berat adalah dalam hadis berikut ini:
صحيح مسلم (4/ 176)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ ثَلَاثَ عُقَدٍ إِذَا نَامَ بِكُلِّ عُقْدَةٍ يَضْرِبُ عَلَيْكَ لَيْلًا طَوِيلًا فَإِذَا اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ وَإِذَا تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عَنْهُ عُقْدَتَانِ فَإِذَا صَلَّى انْحَلَّتْ الْعُقَدُ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ
dari Abu Hurairah sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (bahwa beliau bersabda): “Syetan akan mengikat tengkuk salah seorang dari kalian saat ia tidur dengan tiga ikatan. Dengan setiap ikatan ia akan membisikkan padamu bahwa malam masih panjang. Jika ia terbangun lalu berdzikir kepada Allah, lepaslah satu ikatan, jika ia berwudlu maka lepaslah dua ikatan. Dan jika ia melanjutkan dengan shalat, maka lepaslah seluruh ikatan itu, sehingga pada pagi harinya ia mulai dengan penuh kesemangatan dan jiwanya pun sehat. Namun jika tidak, maka dia akan memasuki waktu pagi dengan jiwa yang berat dan penuh kemalasan.”
صحيح البخاري (19/ 158)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ خَبُثَتْ نَفْسِي وَلَكِنْ لِيَقُلْ لَقِسَتْ نَفْسِي
dari Aisyah radliallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan; “Khabutsat nafsi (diriku terasa berat), akan tetapi hendaknya ia mengatakan “laqisat nafsi (diriku terasa berat).”
Lebih dalam macam-macam makna khobits bisa dikaji dalam kitab Ibnu Al-Atsir: An-Nihayah Fi Ghoribi Al-Hadits Wa Al-Atsar.
8. SIKAP ULAMA MADZHAB TERHADAP HADIS INI
Pokok pembahasan hadis ini adalah berbicara tentang standar dua qullah terhadap kesucian air. Makna qullah telah dijelaskan sebelumnya pada saat dibicarakan syarah hadis kedua.
Lafaz qullatain/قلتين dalam hadis kelima ini merupakan bentuk mutsanna (bermakna dua). Mufrad-nya (bentuk tunggal) adalah قلة (qullah). Makna qullah adalah ukuran volume wadah air. Qullah adalah wadah air yang jika dipenuhi bisa diangkat oleh orang dewasa. Bentuknya kira-kira mirip dengan gentong.
Ada berbagai macam bentuk qullah di negeri Arab, tetapi yang paling terkenal adalah qullah dari negeri Bahrain yang dinamakan qullah Hajar yang bentuknya besar. Untuk membawanya tidak bisa lagi dijinjing tapi harus dengan dipanggul. Jika ulama’ Madzhab Syafi’i menyebut qullah, maka yang dimaksud adalah qullah Hajar.
Standar Syafi’iyyah adalah qullah Hajar, meskipun riwayatnya lemah tetapi Syafi’iyyah menguatkannya dengan syair-syair Arab yang banyak menggunakan qullah Hajar. Menurut Al-Baihaqi, qullah Hajar sangat populer, karena itu Nabi menyebutnya dalam hadis Mi’roj saat menyerupakan buah sidrotul muntaha dengan qullah Hajar.
Qullah adalah lafaz musytarok. Setelah dalam kasus thoharoh dipastikan maknanya adalah bejana, maka qullah mengandung kemungkinan qullah kecil dan qullah besar, tetapi konteks hadis membuat pilihan makna yang paling dekat adalah qullah besar, karena dikaitkan dengan kenajisan sesuatu.
Qullah setara dengan berapa liter?
Menurut keterangan Rawwas Qol’ahji dalam kitabnya yang berjudul “Mu’jamul Lughotil Fuqoha’”, satu qullah setara dengan 160,5 liter. Berarti dua qullah setara dengan 321 liter. Jika digambarkan bentuk balok, maka kira-kira memiliki ukuran 1 m x 1 m x 0,321 m. Jadi, jika suatu air memiliki volume sebanyak 321 liter, kemudian terkena najis namun tidak mengubah salah satu sifatnya, maka air tersebut tetap dihukumi suci.
Syafi’iyyah menjadikan hadis ini sebagai dasar volume minimal air agar tidak dihukumi najis jika terkena najis dan tidak berubah sifatnya.
Jadi, syarat Madzhab Syafi’i untuk menentukan najis tidaknya air yang terkena benda najis ada dua:
1. Volume air minimal mencapai dua qullah
2. Warna, rasa, dan bau tidak berubah.
Madzhab Hadawiyyah dan Hanafiyyah menolak hadis ini karena dipandang mudhthorib matannya, karena ada riwayat yang menyebutkan 3 qullah, ada yang menyebutkan 1 qullah, bahkan 40 qullah. Alasan lain: Kadar satu qullah itu dipandang majhul dan maknanya muhtamal.
Karena itu, dalam ulama’ Madzhab Hanafi, standar dua qullah ini tidak berlaku. Mereka memakai standar lain terkait volume minimal sebagaimana telah pernah disinggung pada syarah hadis kedua.