Oleh: Ust. Muafa
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Maaf pak,saya ingin bertanya tentang penafsiran surat al-maidah ayat 51 & 57. Yang dimaksud pemimpin pada ayat tersebut adalah pemimpin dalam artian apa pak? Apakah pemimpin sebuah pasukan perang atau pemimpin sebuah bangsa/negara?. Insha Allah bapak bisa menjawab pertanyaan tersebut,terima kasih pak
Muhammad Zacky, Mahasiswa fakultas peternakan,Program studi peternakan,Kelas L tahun 2016 Nim:165050107111043
Jawaban:
Wa’alaikumussalamwarohmatullah wabarokatuh.
Surat Al-Maidah ayat 51 berbunyi:
51. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim
Surat Al-Maidah ayat 57 berbunyi:
57. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman
Pemimpin-pemimpin dalam terjemahan ayat di atas, adalah penerjemahan lafaz auliya’ (أولياء) yang merupakan bentuk jamak dari wali (الولي).
Wali memiliki sejumlah makna yang berkonotasi penolong, teman dekat, yang mengurusi dan yang semakna dengannya. Karena itu penerjemahan wali dengan makna pemimpin dalam ayat di atas adalah penerjemahan yang merupakan kandungan makna pada lafaz wali.
Jadi ayat di atas adalah larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin tanpa membedakan level kepemimpinannya dalam struktur kenegaraan, baik pemimpin level pusat, pemimpin militer maupun daerah. Selama masih bisa disebut hakim (الحاكم /pemerintah), maka haram hukumnya mengangkat pemimpin dari kalangan kafir.
Ayat di atas bukan hanya melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin tetapi juga melarang menjadikan mereka sebagai teman dekat, orang yang dititipi rahasia, penolong dan semua bentuk muwalat (الموالاة/menjadikan sebagai wali) yang semakna dengan ini.
Ibnul Qoyyim menukil pernyataan Ibnu Al-Mundzir rahimahumallah bahwa seluruh ulama sepakat keharaman menjadikan kafir sebagai wali bagi kaum muslimin. Ibnul Qoyyim berkata:
قَوْلَ ابْنِ الْمُنْذِرِ: أَجْمَعَ كُلُّ مَنْ يُحْفَظُ عَنْهُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ الْكَافِرَ لَا وِلَايَةَ لَهُ عَلَى مُسْلِمٍ بِحَالٍ
Ucapan ibnu Al-Mundzir: Seluruh ulama yang (fatwanya) dihapal telah bersepakat bahwa orang kafir tidak ada hak perwalian terhadap muslim sama sekali (Ahkam Ahli Adz-Dzimmah juz 2 hlm 787)
Wallahu a’lam.