Oleh: Ust. Muafa
Pertanyaan:
Assalamualaikum bapak, saya ingin bertanya…
“Apakah dalam agama islam mengucapkan insyallah itu di perbolehkan ? Dan kapan kita diperbolehkan dalam mengucapkannya ?”
Maulidah Hasyiatul Fathiyah, mahasiswi Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, jurusan Kedokteran, kelas B tahun 2016. NIM : 165070107111055
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Warohmatullah wabarokatuh.
Mengucapkan insya Allah pada saat bertekad hendak melakukan sesuatu bukan saja dibolehkan, tetapi justru malah diperintahkan. Dalilnya adalah firman Allah berikut ini:
23. dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi
24. kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”.
Ayat di atas terkait peristiwa Rasulullah ﷺ ketika diminta orang-orang kafir bercerita tentang ashabul kahfi dan kisah Dzul Qornain. Waktu itu Rasulullah ﷺ belum mendapatklan wahyu, kemudian beliau berjanji akan menceritakan keesokan harinya dengan harapan pada esok hari beliau sudah mendapatkan wahyu. Rasulullah ﷺ berjanji tapi tidak mengucapkan Insya Allah. Maka Allah menegur beliau dengan berfirman:
23. Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi
24. kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”.
Demikianlah, dalam sejumlah riwayat Rasulullah ﷺ diketahui terbiasa mengucapkan Insya Allah setiap kali punya niat untuk melakukan sesuatu di masa yang akan datang. Misalnya dalam riwayat berikut ini:
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي مَحْمُودُ بْنُ الرَّبِيعِ الْأَنْصَارِيُّ أَنَّ عِتْبَانَ بْنَ مَالِكٍ
وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ أَنْكَرْتُ بَصَرِي وَأَنَا أُصَلِّي لِقَوْمِي فَإِذَا كَانَتْ الْأَمْطَارُ سَالَ الْوَادِي الَّذِي بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ آتِيَ مَسْجِدَهُمْ فَأُصَلِّيَ بِهِمْ وَوَدِدْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَّكَ تَأْتِينِي فَتُصَلِّيَ فِي بَيْتِي فَأَتَّخِذَهُ مُصَلًّى قَالَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَفْعَلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
dari Ibnu Syihab berkata, telah menceritakan kapadaku Mahmud bin Ar Rabi’ Al Anshari bahwa ‘Itban bin Malik seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang pernah ikut perang Badar dari kalangan Anshar, dia pernah menemui Rasulullah ﷺ dan bersabda: “Wahai Rasulullah, pandanganku sudah buruk sedang aku sering memimpin shalat kaumku. Apabila turun hujun, maka air menggenangi lembah yang ada antara aku dan mereka sehingga aku tidak bisa pergi ke masjid untuk memimpin shalat. Aku menginginkan engkau dapat mengunjungi aku lalu shalat di rumahku yang akan aku jadikan sebagai tempat shalat.” Mahmud berkata, “Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: “Aku akan lakukan insya Allah.”
Kebiasaan mengucapkan Insya Allah juga dilakukan hamba-hamba shalih di masa lalu. Di antaranya adalah Nabi Musa ketika berjanji taat kepada Khodhir pada saat hendak berguru kepadanya. Beliau berjanji untuk tidak bertanya sebelum dijelaskan ilmunya. Dalam surat Al-Kahfi disebutkan:
69. Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang bisa menahan diri, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”
Mengucapkan Insya Allah juga diucapkan Isma’il pada saat hendak disembelih oleh ayahnya; Ibrahim:
102. Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang tabah”
Nabi sulaiman pernah lengah tidak mengucapkan Insya Allah pada saat hendak menggauli 99 atau 100 istrinya dalam satu malam, maka yang beliau harapkan akhirnya tidak menjadi kenyataan. Bukhari meriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَام لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى مِائَةِ امْرَأَةٍ أَوْ تِسْعٍ وَتِسْعِينَ كُلُّهُنَّ يَأْتِي بِفَارِسٍ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَلَمْ يَقُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَلَمْ يَحْمِلْ مِنْهُنَّ إِلَّا امْرَأَةٌ وَاحِدَةٌ جَاءَتْ بِشِقِّ رَجُلٍ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُرْسَانًا أَجْمَعُونَ
dari Abu Hurairah ia berkata; Sulaiman bin Dawud ‘Alaihimas Salam berkata, “Pada malam ini, aku benar-benar akan menggilir seratus orang isteri, sehingga setiap wanita akan melahirkan seorang anak yang berjihad di jalan Allah.” Lalu Malaikat pun berkata padanya, “Katakanlah Insya Allah.” Namun ternyata ia tidak mengatakannya dan lupa. Kemudian ia pun menggilir pada malam itu, namun tak seorang pun dari mereka yang melahirkan, kecuali seorang wanita yang berbentuk setengah manusia. Nabi ﷺ bersabda: “Sekiranya ia mengatakan Insya Allah niscaya semua anak yang lahir akan menjadi mujahid fi sabilillah semuanya.”
An-nawawi berkata:
يُسْتَحَبُّ لِلْإِنْسَانِ إِذَا قَالَ سَأَفْعَلُ كَذَا أَنْ يَقُولَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
“Dianjurkan bagi manusia jika mengatakan ‘aku mau melakukan demikian’ hendaknya mengatakan Insya Allah ta’ala”
Adapun jika sekedar mengekspresikan apa yang berkecamuk dalam hati, maka tidak mengapa tidak mengucapkan insya Allah sebagaimana ucapan Rasulullah ﷺ berikut ini:
عَنْ أَبِي حَازِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَهْلٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَعْنِي ابْنَ سَعْدٍ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَيْبَرَ لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلًا يُفْتَحُ عَلَى يَدَيْهِ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
dari Abu Hazim berkata telah mengabarkan kepadaku Sahal radliallahu ‘anhu, yakni putra dari Sa’ad berkata; Nabi ﷺ bersabda ketika perang Khaibar: “Sungguh bendera perang ini akan aku berikan esok hari kepada seseorang yang peperangan ini akan dimenangkan melalui tangannya. Orang itu mencintai Allah dan Rosul-Nya dan Allah dan Rosul-Nya juga mencintainya”.
Namun, jika mengucapkan insya Allah dengan niat tidak menepati janji maka hukumnya haram karena melakukan dua kemungkaran sekaligus: berbohong dan mempermainkan lafaz Allah.
Wallahua’lam.