Pertanyaan
Ustadz, apakah memberi ASI pada bayi hukumnya wajib? Apakah haram memberi sufor/susu formula kepada bayi? Banyak yang mengatakan demikian ustadz, bahkan banyak tersebar tulisan dan gambar-gambar, seakan-akan menggiring sebuah kesimpulan bahwa memberi susu formula itu haram. Pada salah satu grup ibu-ibu, ada pembicaraan yang intinya seakan-akan ibu yang memberi anaknya sufor dianggap melakukan dosa besar, pantas dihujat dan melakukan aib.
Ummu Syahna, Sulawesi
Jawaban
Oleh: Ustadz Muafa
Yang diwajibkan adalah menjaga nyawa bayi, bukan aspek memberi air susu Ibu (ASI). Menjaga nyawa bayi, di antara hal terpenting untuk mewujudkannya adalah menjamin makan dan minumnya, selain menjaga kesehatan, keamanan dan sebagainya. Syara’ tidak menentukan jenis makanan tertentu untuk menghidupi bayi sebagaimana juga tidak menetukan minuman tertentu. Jadi, memberi minum bayi boleh dengan ASI, sufor/susu formula (halib shina’i), susu sapi, susu unta, susu kambing, madu, air putih dan lain-lain, selama tidak menimbulkan dhoror pada bayi. Memberi ASI hanyalah persoalan teknis yang bisa dilakukan atau tidak dengan alasan-alasan tertentu.
Tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa makanan atau minuman tertentu diwajibkan untuk diberikan pada bayi. Mewajibkan seorang ibu memberi ASI akan bertentangan dengan banyak dalil, misalnya dalil terkait ibu susu. Syariat membolehkan adanya ibu susu, yakni meyewa wanita asing untuk menyusui bayi sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam disusui oleh Halimah As-Sa’diyah. Adanya pembahasan hukum mahram karena persusuan juga menunjukkan mubahnya menyusukan anak kepada orang lain. Oleh karena itu, ibu tidak harus menyusui sendiri anaknya.
Bagaimana dengan riwayat yang memberi kesan bahwa wanita yang tidak mau menyusui anaknya akan disiksa dengan patukan ular pada hari kiamat?
Riwayat yang dimaksud adalah hadis panjang, yang salah satunya diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berikut ini;
ثُمَّ انطُلق بِي فَإِذَا بِنِسَاءٍ تَنْهَشُ ثُدِيَّهُنَّ الْحَيَّاتُ قُلْتُ: مَا بَالُ هَؤُلَاءِ؟ قِيلَ هَؤُلَاءِ اللَّاتِي يَمْنَعْنَ أَوْلَادَهُنَّ أَلْبَانَهُنَّ
“Kemudian aku dibawa pergi (melanjutkan perjalanan), tiba-tiba aku melihat sejumlah wanita yang payudaranya dipatuk sejumlah ular. Aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ dijawab: ‘Mereka adalah para wanita yang mencegah anak-anak mereka meminum air susu mereka.” (HR. Ibnu Hibban)
Hadis di atas tidak bermakna wajibnya memberi ASI dan haramnya memberi susu formula atau minuman selain ASI, tetapi bermakna haramnya melalaikan dan menyia-nyiakan memberi nutrisi/makanan bayi yang dapat membuatnya menjadi binasa. Yang semakna dengan hadis ini adalah riwayat-riwayat yang mencela orang yang menahan makanan orang yang dia tanggung makanannya seperti dalam riwayat berikut ini:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ
(Ibnu Umar berkata) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa dengan menahan makanan orang yang dia tanggung makannya” (HR. Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ ».
dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anha, ia berkata; Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Cukuplah dosa bagi seseorang dengan ia menyia-nyiakan orang yang ia tanggung makannya.” (HR. Abu Dawud)
Jadi, yang diharamkan adalah unsur yamna’ (mencegah) bayi untuk meminum ASI. Artinya ada unsur kesengajaan membinasakan anak yang masih membutuhkan nutrisi seperti ASI. Celaan terhadap wanita dalam kasus ini mirip seperti celaan terhadap wanita yang sengaja mengikat kucing, kemudian ditinggal pergi. Wanita seperti itu bermakna mencegah kucing makan minum dengan sengaja. Kucing menjadi tidak berdaya karena tidak diberi makan dan tidak diberi kesempatan mencari makan sendiri. Wanita seperti ini masuk neraka karena menyia-nyiakan nyawa yang tidak berdosa. Muslim meriwayatkan;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَخَلَتْ امْرَأَةٌ النَّارَ فِي هِرَّةٍ رَبَطَتْهَا فَلَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلَا هِيَ أَرْسَلَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ حَتَّى مَاتَتْ هَزْلًا
“dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: Seorang wanita masuk Neraka karena seekor kucing yang diikatnya. Dia tidak memberinya makan dan tidak membiarkannya makan hewan bumi, sehingga mati kelaparan.” (HR. Muslim)
Jadi, hadis di atas tidak boleh dipahami mengandung makna haramnya makanan tertentu, apalagi dipahami secara terbalik, yakni wajibnya makanan tertentu. Allah tidak pernah mewajibkan makanan tertentu atau minuman tertentu, karena itu adalah masalah teknis. Yang wajib adalah menjaga nyawa sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an;
“…barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya…” (Al-Maidah: 32)
Hanya saja, sudah diketahui secara fakta bahwa ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Oleh karena itu, seorang ibu diusahakan semaksimal mungkin menyediakan ASI untuk nutrisi bayinya, baik dari air susunya sendiri maupun orang lain. ASI ibu sendiri adalah yang terbaik karena memberi pengaruh positif untuk anak. Hanya saja, tidak boleh disimpulkan secara berlebihan bahwa memberi ASI hukumnya wajib dan memberikan sufor hukumnya haram. Mengharamkan atau mewajibkan sesuatu tanpa dasar adalah dosa besar karena bisa termasuk berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Wallahu a’lam.