Oleh Ust. Muafa
Jika rumah tangga ideal didefinisikan sebagai rumah tangga setiap hari hanya berisi cinta, tertawa, kepuasan, bahagia, sayang, dan romantisme maka istilah rumah tangga ideal adalah omong kosong yang tidak ada realitanya.
Sebab, jika rumah tangga seperti itu ada tidak mungkin Allah akan berpesan kepada suami/istri seperti dalam ayat ini,
“…jika kalian memberikan ‘afwun, shofhun, dan ghufron maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang…”
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan agar suami/istri senantiasa memberikan hal-hal berikut kepada pasangannya,
Berikan ‘afwun, artinya maafkan sampai taraf benar-benar MENGHAPUS KESALAHAN dari ingatan dan tidak mengingat-ingatnya atau mengungkit-ungkitnya lagi.
Berikan shofhun, artinya maafkan sampai taraf TIDAK PERLU MENGOMELI.
Berikan ghufron, artinya maafkan sampai taraf MENUTUPI SEMUA KESALAHAN-KESALAHANNYA dengan mengingat-ingat kebaikannya dan tidak mengumbar-umbarnya pada orang lain.
Jika Allah berpesan demikian, maka bisa dipastikan bahwa dalam rumah tangga (sebaik apapun pasangan dan setinggi apapun ilmu yang dimiliki) akan selalu ada,
marah,
kecewa,
menangis,
sedih,
dongkol,
sumpek,
cemburu,
terbakar,
dan lain-lain.
Mesti ada kesalahan, perilaku, kebiasaan, dan watak yang memunculkan hal-hal tadi.
Bukankah rumah tangga lelaki terbaik, yakni Rasulullah juga masih ada kemarahan, kecemburuan, dan ketegangan hubungan?
Rumah tangga KELIHATAN baik baik saja itu sebenarnya yang terjadi adalah karena salah satu dari pasangan tersebut atau dua-duanya banyak berusaha saling memaafkan, saling memahami, saling menahan diri, saling mengalah, saling menutupi aib, saling bersyukur dengan kelebihan seraya melupakan setiap kesalahan.
Jadi bagaimana seharusnya?
Semuanya seharusnya menjadi ladang amal.Yakni melaksanakan perintah Allah di atas untuk banyak memaafkan, menahan diri, dan menutupi kesalahan.
Seorang hamba yang beriman, bisa menyulap penderitaan menjadi kemuliaan, empedu menjadi madu, dan luka menjadi ceria.
Karena ia tahu, rumah tangga hanya sebentar.
Hidup di dunia hanya sementara.
Dia selalu ingat bahwa tujuan sejatinya adalah akhirat, dan dunia hanyalah kendaraan menuju ke sana