Oleh : Ust. Muafa
Kali ini ulama Asy-Syafi’iyyah yang kita bicarakan adalah ulama yang dikenal dengan karyanya yang populer dengan nama Hasyiyah Al-Bajuri atau Hasyiyah Al-Baijuri. Hasyiyah ini, sesungguhnya adalah catatan pinggir untuk kitab syarah karya Ibnu Qosim Al-Ghozzi yang juga populer di negeri ini, yaitu kitab Fathu Al-Qorib. Sebagaimana kita ketahui, kitab Fathu Al-Qorib adalah syarah dari mukhtashor terkenal di kalangan Asy-Syafi’iyyah yaitu Matan Abu Syuja’. Jadi hasyiyah Al-Bajuri secara genealogis adalah kitab “cucu” dari matan Abu Syuja’.
Nama pendek beliau dikenal dengan Ibrohim Al-Bajuri/Al-Baijuri. Nama lengkapnya Burhanuddin Abu Ishaq Ibrohim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri/Al-Baijuri Al-Manufi Al-Mishri. Beliau adalah Syaikhul Azhar Asy-Syarif di zamannya. Beliau sempat mengalami masa penjajahan Prancis di Mesir. Di antara muridnya yang terkenal adalah Rifa’ah Ath-Thohthowi. Beliau wafat pada tahun 1277 H.
Pertanyaannya, mana pelafalan yang benar dari nama beliau; Al-Bajuri (الباجوري) ataukah Al-Baijuri (البيجوري)? Hasyiyah yang dinisbatkan kepada beliau seharusnya dibaca hasyiyah Al-Bajuri ataukah hasyiyah Al-Baijuri?
Penerbit Dar Al-Minhaj (دار المنهاج) mencetak hasyiyah beliau untuk Fathu Al-Qorib dengan nama hasyiyah Al-Bajuri (حاشية الباجوري). Adapun penerbit Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah (دار الكتب العلمية) mencetaknya dengan nama hasyiyah Al-Baijuri (حاشية البيجوري).
Orang yang sering dikecewakan dengan reputasi Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah dalam mencetak kitab-kitab penting di dunia Islam secara wajar akan mencurigai bahwa nama Al-Baijuri adalah nama yang salah karena penerbit ini dikesankan kurang memperhatikan nilai ketelitian ilmiah dalam mencetak. Ada sejumlah buku yang diterbitkan oleh penerbit ini yang dipandang sebagian orang diterbitkan secara asal terbit. Kalaupun ada buku yang diedit dulu oleh seorang editor, reputasi kelimuan editor terkadang masih dipermasalahkan. Tapi cara pikir yang adil tentu tidak hanya menilai dari aspek reputasi penerbit. Akan lebih obyektif jika penilaian terhadap sesuatu tetap didasarkan pada data dengan cara melacak dalam kitab-kitab yang membahas dhobth lafaz ini.
As-Suyuthi dalam kitabnya; Lubbu Al-Lubab memberikan penjelasan yang secara ringkas bisa dipahami bahwa pelafalan Al-Bajuri dan Al-Baijuri adalah sama-sama benar, karena itu adalah variasi bacaan untuk sebuah desa di zaman itu yang terletak di daerah Al-Manufiyyah di Mesir. As-Suyuthi menulis
Artinya : “…Al-Baijuri, berasal dari kata Baijur, yakni sebuah desa di Mesir yang termasuk wilayah Al-Manufiyyah. Nama lainnya adalah Bajur. Barangkali (pelafalan) itu adalah variasi bacaan untuk lafaz tersebut… (Lubbu Al-Lubab Fi Tahriri Al-Ansab, hlm 91)
Keterangan senada juga diberikan oleh Mahmud Al-Hadidi pada saat mentahqiq Hasyiyah Al-Bajuri yang diterbitkan oleh Dar Al-Minhaj. Al-Hadidi menulis dalam lembaran-lembaran pengantar hlm 36 bahwa Al-Bajuri adalah nisbat pada tempat yang bernama Bajur dan dalam versi lain bisa diucapkan Baijur, yakni sebuah desa yang terletak di sebelah timur propinsi Al-Manufiyyah di Mesir. Al-Manufiyyah sendiri terletak di Mesir bagian utara. Dari desa ini memang muncul dua ulama besar. Pertama; Ulama yang sedang kita bicarakan ini, yang kedua; Al-Burhan Al-Bajuri yang wafat pada tahun 825 H. As-Suyuthi menyebut dengan menukil Al-Husbani bahwa Al-Burhan Al-Bajuri adalah ulama Asy-Syafi’iyyah yang paling berilmu di zamannya. Kitab Roudhotu Ath-Tholibin karya An-Nawawi setebal itu bisa beliau bacakan urut secara hapalan!
Hanya saja, pada zaman sekarang nama Al-Bajur-lah yang lebih populer. Versi bahasa Inggris menyebut kota ini dengan lafaz El-Bagour. Oleh karena itu, yang lebih sesuai dengan fakta nama sebuah kota di zaman sekarang, sebaiknya tokoh ini kita sebut dengan nama Ibrahim Al-Bajuri. Dengan demikian hasyiyah beliau kita sebut dengan nama Hasyiyah Al-Bajuri.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين