Oleh : Ust. Muafa
Kitab ini disebut “Tuhfatu Al-Muhtaj” (تحفة المحتاج) dan kadang disingkat menjadi “At-Tuhfah”. Berbicara kitab ini tentu saja mau tidak mau kita harus berbicara dengan dua kitab yang terkait dengannya yaitu kitab “Minhaj Ath-Tholibin” karya An-Nawawi dan “Al-Muharror” karya Ar-Rofi’i. Silakan dipelajari terlebih dahulu dua kitab ini agar lebih mudah mengikuti resensi ini. Dua kitab tersebut telah saya buatkan catatan dalam artikel berjudul “Minhaj Ath-Tholibin, Kitab An-Nawawi yang Fenomenal” dan “Mengenal Al-Muharror, Kitab Masterpiece Ar-Rofi’i”. Secara khusus untuk menyingkap hubungan “Al-Muharror” dengan “Al-Wajiz” saya juga telah membuat catatan tersendiri berjudul “Apakah Al-Muharror Karya Ar-Rofi’i Adalah Mukhtashor dari Al-Wajiz Karya Al-Ghazzali?”.
Kitab “Tuhfatu Al-Muhtaj” secara umum bisa dikatakan memiliki hubungan “kekerabatan” dengan “Mukhtashor Al-Muzani”. Katakanlah, “Mukhtashor Al-Muzani” sesungguhnya adalah “mbahnya” kitab “Tuhfatu Al-Muhtaj” ini (resensi “Mukhtashor Al-Muzani” lebih detail bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Mengenal Mukhtashor Al-Muzani”). Bagaimana penjelasannya?
Syahdan, setelah beberapa abad semenjak “Mukhtashor Al-Muzani” ditulis, bangkitlah Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini atau yang lebih dikenal dengan Imamul Haromain untuk membuat syarah terhadap karya Al-Muzani itu dalam karya besar berjudul “Nihayatu Al-Mathlab” (resensi “Nihayatu Al-Mathlab” lebih detail bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Mengenal Kitab “Nihayatu Al-Mathlab” Karya Al-Juwaini”).
Kitab besar ini kemudian diringkas oleh Al-Ghozzali dalam kitab berjudul “Al-Basith”. Lalu kitab “Al-Basith” ini karena masih dianggap tebal diringkas lagi menjadi “Al-Wasith”. Setelah itu kitab “Al-Wasith” diringkas lagi menjadi “Al-Wajiz”. “(resensi “Al-Wajiz” lebih detail bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Mengenal Kitab Al-Wajiz, “Mukjizat” Al-Ghozzali).
Kitab “Al-Wajiz” ini kemudian disyarah oleh Ar-Rofi’i dalam karya fenomenalnya yang menunjukkan hasil kerja keras dan cemerlang dalam hal tahrir mazhab, yakni kitab yang bernama “Al-‘Aziz” atau disebut juga “Asy-Syarhu Al-Kabir”. Orang kadang juga menyebutnya “Fathu Al-‘Aziz’ atau “Al-Fathu Al-‘Aziz”. “(resensi “Al-‘Aziz” lebih detail bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Mengenal Kitab Al-Fathu Al-‘Aziz Karya Ar-Rofi’i”).
Nampaknya, ditengah-tengah Ar-Rofi’i menyusun syarah terbesarnya ini, ter-abstraksikanlah kesimpulan-kesimpulan kerja tahrir mazhab itu. Semuanya dikumpulkan Ar-Rofi’i dalam kitab ringkas, padat dan berisi berjudul “Al-Muharror”.
Dari kitab “Al-Muharror” ini kemudian bangkitlah An-Nawawi membuat ringkasannya sekaligus tambahan-tambahan dan editing. Ringkasan An-Nawawi ini di kemudian hari menjadi kitab fenomenal yang kita kenal dengan nama “Minhaju Ath-Tholibin” atau sering disingkat “Al-Minhaj”. Kitab “Minhaju At-Tholibin” inilah yang disyarah oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab berjudul “Tuhfatu Al-Muhtaj” yang hendak kita ulas dalam catatan ini.
Lafaz “tuhfah” sesungguhnya adalah bentuk isim mashdar dari kata “athafa” (أتحف) yang bermakna “mempersembahkan”. Lafaz “muhtaj” bermakna “orang yang membutuhkan”. Jadi makna judul “Tuhfatu Al-Muhtaj” adalah “persembahan untuk orang yang butuh”. Seakan-akan Ibnu Hajar Al-Haitami mensifati syarahnya ini sebagai hadiah dan persembahan seorang saudara seiman kepada saudaranya yang lain yang membutuhkan ilmu fikih sebagai realisasi cinta karena Allah. Terkadang lafaz “tuhfah” ini oleh sebagian ulama ketika hendak dijadikan judul buku diungkapkan dalam bentuh mashdar menjadi “Ithaf” (إتحاف). Jadi buku apapun yang diawali judul “tuhfah” atau “ithaf”, maka makna yang dimaksud pengarang adalah “persembahan”. (Perbedaan antara istilah “mashdar” dan “isim mashdar” saya ulas dalam buku MUNTAHA halaman 131)
Pengarang kitab ini adalah pendekar Asy-Syafi’iyyah fase kedua bernama Ibnu Hajar Al-Haitami (w.974 H). Nama lengkap beliau Abu Al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar Al-Haitami. Beliau lahir di Mesir tahun 909 H di sebuah tempat bernama Abu Al-Haitam, area barat Mesir. Uraian lebih detail tentang Ibnu Hajar Al-Haitami dan perannya dalam mazhab Asy-Syafi’i bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Ibnu Hajar Al-Haitami Dan Ar-Romli, Pelanjut Asy-Syaikhan”.
Motivasi disusunnya syarah ini diterangkan sendiri oleh Al-Haitami dalam muqoddimah kitab ini, yakni keinginan lama beliau melakukan khidmat terhadap sebagian kitab An-Nawawi. “Tuhfatu Al-Muhtaj” ditulis mulai 12 Muharram tahun 958 H di Mekah dan konon selesai dalam waktu hanya 6 bulan saja.
Kitab ini adalah referensi penting jika orang ingin mengetahui pendapat mazhab Asy-Syafi’i terkait dengan persoalan-persoalan fikih sampai zaman Ibnu Hajar Al-Haitami. Jika orang sanggup mentarjih sendiri terkait perselisihan Ar-Rofi’i dan An-Nawawi dalam beberapa persoalan, maka silakan langusng meneliti kitab-kitab Asy-Syaikhan. Tetapi jika belum sanggup, maka merujuk “Tuhfatu Al-Muhtaj” adalah sikap yang tepat karena semua soal ikhtilaf Asy-Syaikhan telah ditarjih di sini.
Metode Al-Haitami pada saat menulis kitab ini adalah meringkas “Minhaju Ath-Tholibin” dengan bertumpu pada syarah-syarahnya seperti “Al-Ibtihaj” karya Taqiyyuddin As-Subky, “Kanzu Ar-Roghibin” karya Jalaluddin Al-Mahalli, “Hasyiyah Abdul Haqq” dan lain-lain. Al-Haitami juga memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan yang belum diulas dan juga menganalisis dalil dan meringkasnya.
Dibandingkan dengan “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli yang juga merupakan syarah “Minhaj Ath-Tholibin”, kitab “Tuhfatu Al-Muhtaj” lebih mendalam pembahasannya, lebih kokoh istidlal dan ta’lilnya, dan lebih padat isinya. Hanya saja “Nihayatu Al-Muhtaj” lebih mudah bahasanya. Mayoritas Asy-Syafi’iyyah di Hadhromaut, Syam, Kurdi dan Dagestan lebih mengutamakan “Tuhfatu Al-Muhtaj” daripada “Nihayatu Al-Muhtaj”.
Bisa dikatakan, Asy-Syafi’iyyah sesudah abad ke 7 H menjadikan dua kitab ini, yakni “Tuhfatu Al-Muhtaj” dan “Nihayatu Al-Muhtaj” sebagai rujukan utama dan menganggap pendapat apapun yang tidak sesuai dengan kesepakatan dalam dua kitab ini tidak dihitung sebagai pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i.
Perhatian ulama terhadap kitab ini sangat tinggi. Di antara mereka ada yang membuatkan mukhtashornya seperti Mukhtashor Ali Al-Yamani (w. 1041 ) yang berjudul Al-Ithaf fi Ikhtishor At-Tuhfah dan Mukhtashor ‘Ali Bakatsir (w. 1210 H).
Adapula yang membuatkan hasyiyah untuknya. Dari sekian banyak hasyiyah itu, yang terkenal ada dua yaitu Hasyiyah Al-‘Abbadi (w. 994 H) dan Hasyiyah Asy-Syirwani (w. 1301 H).
Hasyiyah yang lain adalah Hasyiyah Rodhiyuddin (w. 1041 H), Hasyiyah Isma’il An-Nabulusi (w. 1062 H), Hasyiyah As-Syaubari (w. 1069 H), Hasyiyah Asy-Syabromallisi (w. 1087 H), Hasyiyah Rasul Al-Kurdi (w. abad 11 H), Hasyiyah Basyu’aib (w. 1118 H), Hasyiyah Bakatsir (w. 1145 H), Hasyiyah Isa Al-Haidari (w. 1190 H), Hasyiyah Abdurrahman As-Suwaidi (w. 1200 H), Hasyiyah Hasan bin Al-Qoid (w. 1235 H), Hasyiyah Yahya Al-Marwazi (w. 1255 H), Hasyiyah Al-Ubbi yang bernama Bulughu Al-Irodah wa Nailu Al-Husna, Hasyiyah Al-Barzanji (w. 1272 H) yang bernama Aqsho Ar-Rowaj, Hasyiyah Al-Bakri (w. 1310 H), Hasyiyah As-Saqqof (w. 1375 H), Hasyiyah Hamid Al-Ghifari, Hasyiyah Umar Al-Makki, Hasyiyah Muhammad Al-Kurdi, Hasyiyah Baqusyair, Hasyiyah Abdullah Al-Haidari (w. 1233 H), Hasyiyah Ar-Rustani (w. 1260 H), Hasyiyah Ibnu Al-Kholif (w. 1289 H), Hasyiyah Al-Bali yang bernama Hasyiyah ‘Ala Dibajati Tuhfati Al-Muhtaj, dan lain-lain.
Adapula yang membuatkan kitab untuk menjelaskan istilah-istilahnya seperti ‘Uqudu Ad-Duror fi Bayani Mushtholahati Tuhfati Ibni Hajar karya Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi (w. 1194 H), Tadzkirotu Al-Ikhwan fi Syarhi Mushtholahati At-Tuhfah karya Al-Qolhati, dan lain-lain.
Ibnu Hajar Al-Haitami wafat pada tahun 974 H.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
2 Comments
Ahmad
link downloadnya mana kyai?
Admin
untuk link download kitab versi PDF biasanya kita serahkan ke pembaca untuk mencari sendiri di internet. Cukup ketik nama kitab + PDF atau + waqfiyyah atau + archive + tahmil biasanya sdh muncul berbagai pilihan