Oleh; Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Yang dimaksud kitab “At-Tahqiq” (التحقيق) dalam pembicaraan ini adalah kitab fikih bermazhab Asy-Syafi’i yang ditulis oleh An-Nawawi (w. 676 H). Kitabnya berbentuk mukhtashor tetapi kadang-kadang disebutkan dalil sedikit jika dianggap perlu. Dalam menulis kitab ini, An-Nawawi tidak sempat menuntaskannya, karena beliau keburu wafat pada saat penulisannya baru sampai bab “sholatu al-musafir” (salatnya orang yang melakukan perjalanan).
Kitab ini adalah hasil abstraksi An-Nawawi yang meneliti pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i. Lebih dari itu, kitab “At-Tahqiq” adalah kitab An-Nawawi yang menduduki posisi puncak dalam hal kekuatan jika kita ingin mengetahui mana pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i. Telah diketahui bahwa kitab-kitab An-Nawawi itu dari sisi “kekuatan” sifatnya bertingkat-tingkat. Saya telah membuat catatan khusus yang membuat rangking kekuatan kitab-kitab An-Nawawi dalam catatan yang berjudul “Urutan “Kekuatan” Kitab-Kitab An-Nawawi”.
Adapun kitab “At-Tanbih” (التنبيه) yang dibicarakan dalam catatan ini, maka yang dimaksud adalah kitab fikih mukhtashor mazhab Asy-Syafi’i yang dikarang oleh Abu Ishaq Asy-Syirozi (w. 476 H). Kitab “At-Tanbih” ini adalah kitab yang dibuatkan glosarium oleh An-Nawawi untuk menerangkan istilah-istilah fikih di dalamnya dalam kitab yang berjudul “Tahriru Alfazhi At-Tanbih”. Jadi, jika disebut ungkapan “Syarah At-Tanbih” maka maksudnya adalah sebuah kitab yang dikarang untuk menjelaskan dan menguraikan isi kitab “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi itu.
Kembali ke pertanyaan, “Apakah kitab At-Tahqiq karya An-Nawawi itu adalah syarah untuk kitab “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi?”
Jawaban singkatnya adalah, tidak. Yang lebih tepat informasinya adalah kitab “At-Tahqiq” itu kitab “mustaqill” (independen), bukan syarah dari kitab “At-Tanbih” atau kitab yang lainnya. Kitab “At-Tahqiq” adalah kitab independen yang dikarang oleh An-Nawawi yang mana maksud penulisannya diposisikan seolah-oleh “laporan hasil penelitian” dari kerja keras beliau melakukan “tahrir” mazhab Asy-Syafi’i. Bentuk “laporan penelitian”nya juga berupa “mulakhkhosh”/abstraksi, sehingga bersifat singkat dan padat. Syarah An-Nawawi untuk kitab “At-Tanbih” adalah Tuhfatu Ath-Tholib An-Nabih yang sering dikutip oleh ulama Asy-Syafi’iyyah dengan nama Syarhu At-Tanbih. Bukan kitab “At-Tahqiq”.
Di antara bukti yang menunjukkan bahwa kitab “At-Tahqiq” bukan syarah kitab “At-Tanbih” adalah kenyataan bahwa An-Nawawi dalam muqoddimah kitab “At-Tahqiq” tidak pernah mengatakan bahwa kitabnya itu merupakan syarah kitab “At-Tanbih”. Padahal, sudah menjadi kebiasaan para ulama yang mensyarah kitab tertentu bahwa beliau akan menjelaskan status kitabnya sebagai syarah dalam muqoddimah kitabnya.
Bukti lain yang menunjukkan bahwa kitab “At-Tahqiq” bukan syarah kitab “At-Tanbih” adalah kenyataan bahwa Al-Hishni dalam “Kifayatu Al-Akhyar” menyebut kitab “At-Tahqiq” dan kitab “Syarah At-Tanbih” karya An-Nawawi itu sebagai dua kitab yang berbeda. Al-Hishni menulis,
“…Demikian pula beliau (An-Nawawi) memilih pendapat tersebut (kaharaman bersenang-senang dengan wanita haid hanya dalam urusan bersetubuh saja) dalam (kitab) At-Tahqiq, Syarah At-Tanbih dan (syarah) Al-Wasith…” (Kifayatu Al-Akhyar, hlm 79)
Demikian pula Syihabuddin Ar-Romli dalam hasyiyahnya untuk kitab “Asna Al-Matholib”. Beliau menulis,
“…beliau (An-Nawawi) berkata dalam (kitab) At-Tahqiq bahwasanya itulah pendapat yang terpilih (kebolehan menyela-nyela jari kaki dengan jari manis tangan kanan ataupun tangan kiri), maksudnya (An-Nawawi juga berpendapat demikian dalam) Syarah At-Tanbih …”(Hasyiyah Ar-Romli Al-Kabir dalam Asna Al-Matholib, juz 1 hlm 220)
Demikian pula Al-Khothib Asy-Syirbini dalam “Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’”. Beliau menulis,
وَقَالَ النَّوَوِيّ فِي شرح التَّنْبِيه إِنَّه الصَّحِيح عِنْد الْأَكْثَرين
“Catatan; Ada ikhtilaf terkait alasan dilarangnya menggunakan air musta’mal. Ada yang berpendapat -dan ini yang paling sahih- bahwa (alasannya adalah karena) airnya tidak muthlaq sebagaimana disahihkan An-Nawawi dalam kitabnya; At-Tahqiq dan juga ulama lainnya. Adapula yang berpendapat, (air musta’mal tetap dihukumi) muthlaq, tetapi dilarang memakainya secara ta’abbudi sebagaimana ditegaskan Ar-Rofi’i. An-Nawawi mengatakan dalam kitab “Syarhu At-Tanbih” bahwa pendapat itu dianggap sahih oleh mayoritas” (Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’, juz 1 hlm 23)
Jadi, menyangka bahwa kitab “At-Tahqiq” itu syarah dari kitab “At-Tanbih” adalah bentuk waham. Barangkali pertama kali yang melakukan waham ini adalah Al-Ahdal dalam kitab beliau yang bernama “Sullamu Al-Muta’allim”. Beliau menulis,
“(di antara)… karya-karya An-Nawawi adalah At-Tahqiq, yakni syarah At-Tanbih…“(Sullamu Al-Muta’allim, hlm 24)
Waham Al-Ahdal ini bisa jadi muncul dari kesilapan saat menelaah dan menyalin naskah. Bisa jadi kalimat yang beliau baca dalam sebagian kitab waktu itu berbunyi,
Kemudian wawunya hilang dalam penyalinan sehingga menjadi berbunyi,
Sehingga frase “syarh At-tanbih” disangka sebagai badal kata “At-tahqiq” lalu disimpulkan bahwa kitab “At-tahqiq” adalah syarah dari kitab “At-Tanbih”.
Bisa juga waham ini muncul karena terkacaukan oleh adanya informasi syarah “At-Tanbih” bernama “At-Tahqiq” yang dikarang Ibnu Al-Azroq ulama Yaman. Bisa jadi Al-Ahdal membaca informasi ini kemudian silap dan menyangka itu dikarang oleh An-Nawawi. As-Sakhowi menulis,
“ …dan (Ibnu Al-Azroq juga) mensyarah At-Tanbih dalam sebuah karya tebal yang beliau beri nama At-Tahqiq Al-Wafi bi Al-Idhoh Asy-Syafi kira-kira dalam beberapa sifr (kitab besar). Beliau juga memiliki karya pertengahan yang dinamai At-Tahqiq dalam dua juz yang memang benar sudah diteliti sebagaimana namanya” (Adh-Dhou-u Al-Lami’, juz 5 hlm 200)
Manapun yang menyebabkan waham, yang jelas menyangkan bahwa kitab At-Tahqiq karya An-Nawawi itu adalah syarah kitab At-Tanbih karya Asy-Syirozi adalah bentuk waham. Syarah An-Nawawi terhadap kitab At-Tanbih bernama “Tuhfatu Ath-Tholib An-Nabih”, bukan kitab “At-Tahqiq”.
Nampaknya, waham Al-Ahdal inilah yang kemudian diikuti oleh sejumlah ulama belakangan seperti yang ditulis As-Sayyid Sholih Al-‘Aidrus dalam kitab “Asy-Syafiyah fi Bayani Ishthilahat Al-Fuqoha’ Asy-Syafi’iyyah”, “Tabshirotu Al-Muhtaj bima Khofiya min Mushtholahi Al-Minhaj” karya Arofat Al-Maqdi dan lain-lain.
Wallahua’lam
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين