PERTANYAAN
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. Mohon ilmu tentang pembagian waris dengan kasus sebagai berikut.
1. Ada suami istri selanjutnya suami disebut A dan Istri B
2. A dan B pasangan sah serta memiliki harta bersama berupa tanah. Kemudian A meninggal (tidak punya anak). Lalu harta berupa tanah sertifikat di atas namakan B.
3. Setelah itu B menikah dengan C (suami baru) hidup bersama secara sah (agama maupun negara). Sertifikatnya tetap atas nama B
4. Kemudian B meninggal, dan antara B dan C selama menikah tidak punya anak.
Pertanyaanya dalam fiqh islam yang termasuk ahli waris siapa? Pembagian harta (tanah) seperti apa? (Dalam madzhab syafi’i) jazakumullah ahsan jaza
Candra Abu Fikri Nganjuk
JAWABAN
Oleh: Ummu Musa (telah dikoreksi Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin))
Wa’alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh.
Terimakasih atas pertanyaan yang disampaikan dan kepercayaannya kepada kami untuk menjawabnya.
Pada pertanyaan yang diajukan pak Candra, ada dua kasus yang terjadi. Untuk lebih memudahkan pemahaman maka akan kita bahas per kasus.
KASUS PERTAMA
Antara A (suami) dan B (istri), muwarrits atau mayit adalah A (suami).
Harta yang berupa tanah, karena merupakan harta bersama maka ia termasuk harta gono-gini, umumnya harta gono-gini di Indonesia ini langsung saja DIBAGI dua; separuh milik suami dan separuh milik istri, kecuali jika ada kesepakatan persentase gono-gini di awal pernikahan atau di awal memiliki harta bersama tersebut maka jumlah bagian masing-masing mengikuti persentase itu. Karena dari penjelasan pak Candra di atas tidak ada penjelasan kesepakatan persentase gono-gini, maka tanah tersebut separuhnya adalah milik almarhum suami dan separuhnya milik istri. Oleh sebab itu, yang termasuk Tarikah atau harta warisan adalah separuh tanah yang merupakan milik suami saja. Sedangkan separuhnya lagi adalah milik istri, tetap menjadi milik beliau dan tidak termasuk harta warisan.
Adapun ahli warisnya adalah B yakni istri, karena mayit tidak memiliki anak maka istri mendapat 1/4 dari separuh tanah warisan suami. Sisanya lagi yang 3/4 dari separuh tanah tersebut diserahkan ke Baitul Mal jika memang benar-benar tidak ada ahli waris lain selain istri. Inilah pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i, yakni dalam kondisi tidak ada ahli waris dan masih ada sisa harta, maka harta tersebut masuk ke Baitul Mal. An-Nawawi berkata,
“Barangsiapa meninggal dunia dan tidak meninggalkan ahli waris dengan 3 sebab sebelumnya (kekerabatan, pernikahan, dan wala’) dan tersisa harta, maka hartanya adalah milik Baitul Mal yang diwarisi kaum muslimin dengan jalan Ashobah, sebagaimana mereka (kaum muslimin) juga wajib menanggung diyatnya (mayit tersebut). Inilah pendapat yang paling kuat” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 6 hlm 3)
Sebetulnya selain istri dan anak, masih ada ahli waris lainnya seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara dan saudari dari 3 jalur (sekandung, seayah, dan seibu), paman, ponakan dan lain-lain. Namun kami tidak mendapatkan informasi tersebut dari pertanyaan pak Candra. Jadi kita anggap saja mayit hanya punya istri tanpa ada kerabat yang lain.
Dalil bahwa istri mendapat 1/4 jika mayit tidak punya anak adalah firman Allah dalam surat An-Nisa : 12 sebagai berikut,
Artinya:
DAN BAGI MEREKA (ISTRI-ISTRI) MENDAPATKAN SEPEREMPAT DARI APA YANG KALIAN TINGGALKAN JIKA KALIAN TIDAK PUNYA ANAK. Jika kalian punya anak maka mereka mendapatkan seperdelapan dari apa yang kalian tinggalkan sesudah wasiat yang kalian berwasiat dengannya dan sesudah pelunasan hutang (suami). (An-Nisaa’:12)
Sangat jelas berdasarkan ayat di atas bahwa bagian istri hanyalah 1/4 dari harta warisan jika mayit tidak punya anak, meskipun seluruh tanah itu sertifikatnya diatasnamakan B (istri) namun harta beliau dari tanah tersebut sesungguhnya adalah separuh (gono-gini) ditambah 1/4 dari separuh warisan suami. Total tanah milik istri sekarang adalah
= 1/2 + (1/4×1/2)
= 1/2 + 1/8
= 5/8 tanah
Hanya saja yang harus diperhatikan adalah, sebelum harta warisan dibagi dan diambil oleh istri, hutang dan wasiat alm. suami harus dibayarkan terlebih dulu jika beliau memang punya hutang dan wasiat. Kalau berdasarkan info pertanyaan di atas diketahui bahwa suami tidak punya hutang maupun wasiat.
Kesimpulan kasus pertama
Muwarrits (mayit) : A (suami)
Tarikah (harta warisan) : separuh tanah yang merupakan milik suami saja
Ahli waris : B (istri) mendapat 1/4 dari harta warisan karena mayit tidak punya anak.
Total harta istri : 5/8 tanah
Adapun sisa tanah sejumlah 3/8 harus diserahkan ke Baitul Mal karena tanah tak bertuan adalah milik Baitul Mal untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum berdasarkan banyak dalil. Sisa tanah yang tak bertuan sebesar 3/8 jika tidak ada Baitul Mal seperti zaman sekarang maka diserahkan untuk kepentingan umum seperti untuk pembangunan masjid, pembangunan jalan dan semisalnya.
KASUS KEDUA
Muwarrits (mayit) adalah B yakni istri.
Tarikah atau harta tinggalannya berupa separuh tanah milik dia sendiri yang merupakan gono-gini sebelumnya, juga 1/4 dari tanah yang dia dapatkan dari warisan suami sebelumnya. Atau 5/8 dari total tanah keseluruhan yang sertifikatnya diatasnamakan istri.
Ahli warisnya berdasarkan redaksi pertanyaan hanyalah C (yakni suami baru). Karena mayit B tidak punya anak maka suami baru memperoleh 1/2 dari harta tinggalan istri. Separuhnya lagi diserahkan ke Baitul Mal jika memang benar-benar tidak ada ahli waris lain selain C (suami baru). Dalilnya surah An Nisa’ : 12 Allah berfirman :
Artinya:
DAN BAGIMU (SUAMI-SUAMI) SEPERDUA DARI HARTA YANG DITINGGALKAN OLEH ISTERI-ISTERIMU, JIKA MEREKA TIDAK MEMPUNYAI ANAK. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (An-Nisa’: 12)
Ayat ini cukup jelas menunjukkan suami mendapatkan 1/2 jika mayit tidak punya anak. Jadi bagian jatah warisan untuk C adalah :
= 1/2 x 5/8
= 5/16
Jadi C berhak atas 5/16 bagian tanah tersebut yang sertifikatnya diatasnamakan B, hanya saja sebelum warisan diambil, harus dicek apakah mayit (B) memiliki hutang dan wasiat. Jika ada maka harus dilunasi terlebih dulu sebelum membagi dan mengambil warisan.
Adapun tanah warisan separuhnya lagi yang tak bertuan diserahkan ke Baitul Mal atau untuk kepentingan umum.
Kesimpulan kasus kedua
Muwarrits (mayit) : B (istri)
Tarikah (harta warisan) : separuh tanah milik B ditambah 1/4 tanah dari warisan suami sebelumnya. Atau 5/8 tanah
Ahli waris : C (suami baru) mendapat 1/2 dari harta warisan karena mayit tidak punya anak.
Total warisan untuk C (suami baru) : 5/16 tanah
Wallahua’lam