Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Jika disebut dunia dan fitnahnya, banyak orang yang langsung membayangkan harta melimpah, mobil, rumah mewah, tanah berhektar-hektar, villa, properti, tabungan dan segala jenis kemewahan yang lainnya. Ini tidak salah. Tetapi jika membayangkan dunia dan fitnahnya terbatas pada hal-hal tadi, maka itu jelas salah besar. Dunia itu banyak sekali jenis dan macamnya, dan dari sekian banyak macam dunia itu justru di antara yang paling berbahaya adalah dunia yang berupa pengakuan dan penghormatan manusia. Dengan kata lain, di antara dunia yang paling berbahaya bagi seorang hamba adalah dunia yang berupa gelar. Dunia jenis ini dikatakan sangat berbahaya karena berpotensi untuk menghancur-leburkan seluruh amal salih seorang hamba, sehingga di akhirat dia tidak mendapatkan apapun, meskipun zhohirnya dia telah beramal saleh banyak sekali.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berikut ini,
“…Dan (di antara orang-orang yang pertama kali diadili di akhirat adalah) seseorang yang mempelajari ilmu, mengajarkannya dan membacakan Al-Qur’an. Lalu dia dipanggil, kemudian Allah mengingatkannya kembali nikmat-nikmat tersebut sampai dia mengakuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang kau amalkan dengan nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Saya belajar ilmu, mengajarkannya dan saya membacakan Al-Qur’an agar Engkau ridha. Maka Allah berfirman, ‘Dusta engkau. Yang benar, engkau belajar ilmu agar disebut alim. Engkau membacakan Al-Qur’an biar tersebut disebut Qori’ dan masyarakat sudah memanggilmu demikian”. Kemudian Allah memerintahkan agar dia ditangani, lalu dia diseret di atas wajahnya hingga dia dilemparkan ke dalam neraka..” (H.R. Muslim)
Dalam hadis di atas, Rasulullah ﷺ memberitahukan tentang amal seorang hamba yang zhohirnya di dunia adalah orang salih dan berilmu. Di dunia dia dipanggil ‘alim, qori’ atau dalam istilah di negeri kita mungkin dipanggil Kyai, ‘Allamah, Habib, Maulana, Ustaz, Tuan Guru, Gus, Lora, Pejuang, Pengemban Dakwah, dan gelar-gelar penghormatan lainnya yang sifatnya mengapresiasi agama seseorang. Siang malam dia mungkin sibuk mengajari manusia. Santrinya mungkin saja ribuan. Penggemarnya mungkin saja jutaan. Karyanya mungkin saja puluhan bahkan ratusan buku. Akan tetapi Allah tahu bahwa seluruh motivasi aktivitasnya adalah untuk mendapatkan pengakuan dan penghormatan masyarakat dengan panggilan-panggilan tersebut. Allah tahu bahwa semua amal salihnya adalah karena memburu gelar-gelar tersebut. Karena itu, Allah menolak seluruh amalnya, karena motivasinya adalah untuk mendapatkan pujian manusia, bukan pujian Allah. Seluruh amalnya ditolak Allah, karena motivasinya adalah mencari penghargaan manusia, bukan penghargaan Allah. Semua amal salihnya ditolak, karena amalnya tidak ikhlas, tidak ada yang murni semata-mata karena ingin memperoleh ridha Allah.
Hadis di atas juga menunjukkan bahwa semua gelar, panggilan penghormatan manusia, penghargaan makhluk, apresiasi masyarakat, pengakuan dunia, peng-orang-an, peng-elu-elu-an, puji-pujian, sanjung-sanjungan, sebut-sebutan dan semisalnya adalah dunia yang hina dan fana.
Gelar itu adalah bagian dari dunia, bahkan di antara dunia yang paling berbahaya. Apapun jenis gelar itu, meskipun berupa penghargaan manusia terhadap kualitas tadayyun/keberagamaan kita.
Panggilan Ustaz adalah dunia.
Panggilan Kyai adalah dunia.
Panggilan Ulama adalah dunia.
Panggilan Syaikh adalah dunia.
Panggilan Habib adalah dunia.
Panggilan Lora adalah dunia.
Panggilan Gus adalah dunia.
Panggilan Tuan Guru adalah dunia.
Panggilan Al-Hafizh adalah dunia.
Panggilan Al-Alim adalah dunia.
Panggilan Al-Allamah adalah dunia.
Panggilan Abah adalah dunia.
Panggilan Ummi adalah dunia.
Panggilan Pak Haji adalah dunia.
Panggilan Bu Haji adalah dunia.
Panggilan Pejuang adalah dunia.
Panggilan Pengemban Dakwah adalah dunia.
Pujian Salih adalah dunia.
Pujian Hanif adalah dunia.
Pujian Penyabar adalah dunia.
Pujian Penyayang adalah dunia.
Pujian Dermawan adalah dunia.
Pujian “Orang Penuh Perhatian” adalah dunia.
Pujian ‘Suami yang baik” adalah dunia
Pujian; “Orang berdedikasi” adalah dunia.
Pujian; “Orang yang memiliki pengorbanan luar biasa” adalah dunia.
Termasuk juga gelar-gelar duniawi seperti Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Kades, Pak RW, Pak RT, Pahlawan, Guru Bangsa, Peraih Hadiah Nobel, Juara, Humanis, Konglomerat …
Juga gelar-gelar pendidikan seperti Sarjana, Magister, Doktor, Profesor …
Juga gelar-gelar profesi seperti Dokter, Bidan, Perawat, Polisi, Pilot, Insinyur, Arsitek..
Juga panggilan-panggilan pergaulan seperti Mas, Mbak, Kakak, Tuan, Nyonya, Nona…
Sungguh binasa jika orang hidup dan menghabiskan umur hanya untuk mengejar gelar-gelar seperti itu…
Sungguh binasa jika seorang hamba hidup hanya diliputi ketakutan akan kehilangan julukan-julukan rendah semacam itu.
Hal paling mengerikan dari dunia jenis ini adalah potensinya dalam menghancurkan seluruh amal salih dan membuat manusia bangkrut sebangkrut-bangkrutnya di akhirat.
Pertanyaannya, “Apakah hal ini bermakna memiliki gelar seperti atau memanggil orang lain dengan gelar-gelar seperti itu semuanya dihukumi haram?
Jawabannya adalah tidak. Diberi gelar orang lain dengan sebutan-sebutan seperti atas tidak haram. Memanggil orang lain dengan gelar-gelar seperti di atas juga tidak haram. Yang tercela dan berbahaya adalah ketika terfitnah dengan gelar-gelar itu.
Karena itulah judul tulisan ini adalah bahaya gelar, bukan haramnya gelar.
Bagaimana caranya agar selamat dari fitnah-fitnah atribut-atribut dan gelar-gelar semacam itu? Bagaimana cara membedakan antara situasi terfitnah dengan gelar tersebut dan situasi yang menunjukkan tidak terfitnah?
Jawabannya adalah kembali pada hati-masing-masing.
Jika saat gelar itu disebut di hati ada perasaan bangga, sehingga merasa diri lebih baik dari hamba Allah yang lain, maka saat itu gelar telah menjadi fitnah, karena gelar itu akhirnya telah menjelma menjadi motivasi amalnya dan menggiringnya untuk menjadi ujub.
Akan tetapi jika saat gelar itu disebut hatinya biasa saja karena memahaminya hanya bentuk husnuzhon manusia kepadanya, dia juga tahu bahwa gelar itu tidak akan membuatnya lebih istimewa dibandingkan hamba Allah yang lain, maka yang semacam ini adalah tanda bahwa dirinya selamat dari fitnah gelar.
Mudahnya begini, orang yang selamat dari fitnah gelar adalah orang yang memiliki hati yang sama saat dipanggil ustaz atau dipanggil nama saja tanpa gelar. Hatinya tetap sama pada saat dipanggil profesor atau nama saja tanpa gelar. Dia tahu, bahwa dirinya tidak pernah diberi informasi bagaimana kedudukannya di sisi Allah. Karena itu, dia merasa dirinya tidak punya keistimewaan apapun di sisi Allah dibandingkan hamba Allah yang lainnya.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang zuhud dan selamat dari semua fitnah dunia.
Sebagai tambahaan bacaan, bisa divaca artikel saya yang berjudul “Waspada Dengan Gelar Ustaz”.