Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Umumnya orang akan senang dipanggil istana. Bahkan bangga. Ada kesempatan sedikit saja akan segera disambar. Sebab, dipanggil istana secara duniawi memberi kesan bahwa diri adalah orang penting, punya koneksi dengan pejabat besar, memiliki pengaruh, dan berjasa bagi masyarakat luas.
Akan tetapi, bagi orang yang beriman, dipanggil istana bukan prestasi, akan tetapi justru menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan, karena bisa menjadi ujian berat, bahkan terancam celaka di akhirat.
Bagaimana bisa?
Sebabnya adalah karena ada hadis dimana Rasulullah ﷺ mewanti-wanti orang-orang yang dekat dengan istana dan penguasa dengan potensi bahaya yang cukup menakutkan.
Bahaya-bahaya tersebut adalah,
- Tidak diakui sebagai umat nabi Muhammad ﷺ yang mengikuti jalan hidup dan sunah beliau
- Tidak akan mendapatkan kenikmatan mendatangi haudh (kolam) Rasulullah ﷺ di akhirat
Pertanyaannya, “Penguasa seperti apa yang dilarang Rasulullah ﷺ didatangi istananya?”
Dalam hadis, cukup jelas ciri-ciri penguasa yang dimaksud Rasulullah ﷺ. Mereka adalah penguasa yang,
- Banyak berdusta terhadap rakyat
- Zalim terhadap rakyat
Merekalah yang kita dilarang mendatangi istana mereka, membela atau menjustifikasi kedustaan mereka dan menolong kezaliman mereka. At-Tirmidzi meriwayatkan,
عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ قَالَ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أُعِيذُكَ بِاللَّهِ يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ مِنْ أُمَرَاءَ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِى فَمَنْ غَشِىَ أَبْوَابَهُمْ فَصَدَّقَهُمْ فِى كَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّى وَلَسْتُ مِنْهُ وَلاَ يَرِدُ عَلَىَّ الْحَوْضَ وَمَنْ غَشِىَ أَبْوَابَهُمْ أَوْ لَمْ يَغْشَ فَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ فِى كَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّى وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَىَّ الْحَوْضَ (سنن الترمذى – مكنز (3/ 52))
Artinya,
“Dari Ka’ab bin ‘Ujrah dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku: “Wahai Ka’ab, saya memohon perlindungan kepada Allah untukmu dari perbuatan para penguasa setelahku. Barang siapa yang mendatangi pintu mereka, membenarkan kedustaan mereka dalam membantu mereka dalam berbuat kezaliman, maka dia bukan dari golonganku juga tidak dapat melewati telagaku (telaga) kelak. Barang siapa yang tidak mendatangi pintu mereka atau mendatangi tapi tidak membenarkan kedustaan mereka juga tidak membantu mereka dalam berbuat zalim, maka dia termasuk dari golonganku dan saya termasuk dari golongannya serta dapat mendatangi telagaku.
Tentu saja nasihat Rasulullah ﷺ ini bermakna larangan dekat-dekat dengan penguasa kepada orang-orang yang dikhawatirkan agamanya rusak jika dekat dengan mereka. Kepada orang-orang yang kuat agamanya lalu datang kepada penguasa dengan maksud amar makruf nahi mungkar dengan resiko nyawa hilang, tentu saja itu perbuatan utama, bahkan berpahala syahid yang dipuji Rasulullah ﷺ.
Penguasa yang harus dijauhi juga penguasa yang jahat. Berbeda halnya jika penguasanya salih seperti para Khulafa’ Rosyidin.
Nampaknya, karena ada hadis-hadis seperti inilah ada banyak kisah ulama salih di masa lalu yang menolak ketika diundang ke istana, menolak diangkat menjadi pejabat dan menolak hadiah dari penguasa. Padahal para penguasa di zaman itu masih terhitung secara resmi menerapkan hukum Islam secara resmi dalam konstitusi dan undang-undang mereka.
Alangkah beratnya ujian dan cobaan para tokoh agama di zaman ini!
اللهم إنا نعوذ بك من أمراء السوء والظلمة